Mohon tunggu...
Fais Yonas Boa
Fais Yonas Boa Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Peneliti

Aksara, Kopi dan kepolosan Semesta

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mafia Hukum-Peradilan? Itu Menjijikan!

27 September 2022   22:27 Diperbarui: 27 September 2022   22:35 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menjijikan!

Pada akhirnya, saya hendak mengatakan bahwa kasus korupsi yang melibatkan pengacara dan Hakim Agung di atas, sangatlah menjijikan. Saya katakan demikian, bukan atas dasar kebencian pada rambut gondrongnya Yosep Parera ataupun muka asemnya Sudrajad, tetapi atas dasar beberapa pertimbangan penting.

Pertama, menyangkut moralitas

Moralitas tidak boleh dipisahkan dari urusan hukum. Moralitas merupakan salah satu batu uji efektivitas hukum. Moralitas dalam hal penegakan hukum menyangkut dua hal yakni mengenai kandungan nilai moral dari hukum dan kadar moralitas dari pelaku hukum. Setiap hukum dalam segala bentuk dan jenisnya, pastilah melekat dengan nilai moralitas katakanlah keadilan, kebaikan bersama hingga keharmonisan.

Begitu pula terkait pelaku hukum, terutama sekali penegak hukum sudah wajib memiliki kadar moralitas yang tinggi; atau setidaknya memiliki moralitas yang baik. Kasus yang sedang menimpa para penegak hukum seperti pengacara dan Hakim Agung, rasa-rasanya secara terang memberitahukan kepada kita bahwa moralitas para penegak hukum kita masih rendah. Bahkan, bermoralitas dangkal.

Kedua, regulasi

Regulasi menjadi salah satu aspek yang paling penting dalam membicarakan persoalan-persoalan hukum. Pada konteks perkara korupsi di lingkungan MA, kita juga patut mempertanyakan efektivitas dari regulasi kita. Bagaimana mungkin lingkungan peradilan sekelas MA memberikan ruang untuk menciptakan kesepakatan-kesepakatan jahat guna merampok keadilan?

Seharusnya regulasi terkait lingkungan peradilan, terutama sekali MA dan juga MK mampu menutup ruang gerak dari siapapun yang menjadi penghuni lembaga peradilan. Misalkan membatasi komunikasi di luar jam kerja dengan pihak-pihak yang berperkara. Atau cara lain, mempublikasikan secara rutin keluarga dan harta kekayaan para hakim dan pegawai-pegawai yang bekerja di dalam lembaga peradilan.

Ketiga, integritas

Selain dua pertimbangan di atas, integritas juga perlu dibicarakan dalam prahara hukum ini. Kalau dicermati, para pelaku terutama para penegak hukum dalam kasus ini benar-benar hampa integritas. Ternyata yang Agung sekalipun tidak mampu untuk menyatukan pikiran, pengetahuan dan nuraninya dengan dirinya sendirinya. Padahal menjadi penegak hukum, apalagi sekelas Hakim Agung sudah menjadi prasyarat memiliki integritas yang baik. Bagaimana mungkin hukum di negeri ini dapat ditegakan, kalau sumpah suci dan harapan akan keadilan dirampok oleh para mafia hukum?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun