Beliau berkata, "Sebetulnya, individu autistik sama saja dengan individu lain. Semuanya punya hak. Makanya galeri nasional membuat pameran yang judulnya "Bebas Batas" setiap tahun.Â
Saya tidak setuju dengan pameran yang temanya difabel, karena kita seharusnya menghargai karya itu dari karya sendiri, bukan melihat latar belakang orang yang bekarya. K alau bicara soal kemampuan individu yang berbeda-beda, semua orang pada dasarnya berbeda-beda.Â
Namun semua orang harus mendapatkan kesempatan sama. Karena itu setiap tahun diadakan festival Bebas Batas. Ada seni pertunjukan dan seni rupa. Festival ini melibatkan banyak daerah."
"Kebudayaan kita mesti inklusif alias untuk semuanya. Jadi semuanya terlibat dalam hal apa pun. Di tempat saya, strategi kebudayaan menyediakan ruang-ruang untuk bisa berinteraksi," kata Pak Hilmar saat saya bertanya mengenai perubahan besar dalam strategi kebudayaan nasional.
Harapan beliau ke depan adalah teman-teman autis tidak perlu terus- menerus diperlakukan khusus. Interaksi dengan sesama mesti berjalan biasa saja.,Kita tidak perlu peduli pada latar belakang dan, kemampuan peserta pameran, tapi penilaiannya cukup berdasarkan tema yang diberikan. Kalau ini bisa berjalan lancar maka berarti kita berhasil.
Pada akhir wawancara, saya menyampaikan harapan agar kementerian memberikan perhatian pada minat dan bakat individu penyandang autis agar kami memiliki kesempatan yang sama untuk memamerkan karya seni. Sang Dirjen Kemendikbud setuju. "Yang bikin tentu teman-teman yang mau berpameran. Saya tugasnya hanya membantu teman-teman untuk nantinya bisa berpameran."
***