Mohon tunggu...
Fairuz Ainur Syafa Mustofa
Fairuz Ainur Syafa Mustofa Mohon Tunggu... Mahasiswi Sastra Inggris at UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Buatlah dunia mengenalmu lewat karya tulisan mu

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Demokrasi Rasa Drama: Kritik Dikit Kok Baper?

22 Februari 2025   19:39 Diperbarui: 22 Februari 2025   19:39 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus yang menimpa band Sukatani, khususnya Novi Citra Indriyati---seorang guru sekaligus vokalis---jadi cermin buram bagi demokrasi di Indonesia. Lagu "Bayar Bayar Bayar," yang sejatinya merupakan bentuk kritik terhadap oknum Polri, malah berbuntut panjang. Dari permintaan maaf yang dipaksakan hingga pemecatan Novi dari profesi mulianya sebagai guru. Ironis, di negeri yang mengaku menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, suara rakyat justru dibungkam hanya karena pemerintah dan aparatnya keburu baper.

Sejak kapan kritik dianggap ancaman? Bukankah demokrasi dibangun di atas fondasi kebebasan berekspresi? Lagu punk, dengan segala kekasarannya, seringkali menjadi suara jujur dari masyarakat kecil yang muak dengan ketidakadilan. Menyikapi kritik dengan pemecatan bukan solusi---itu refleksi dari ketidakdewasaan dalam menghadapi perbedaan pendapat. Kalau sedikit-sedikit baper, kapan dewasa?

Lebih menyedihkan lagi, tindakan ini datang dari institusi pendidikan yang seharusnya menjadi pilar kebebasan berpikir. Memecat seorang guru hanya karena ia mengungkapkan kritik melalui musik? Ini bukan hanya melukai Novi sebagai individu, tapi juga merusak semangat kebebasan akademik yang seharusnya dijunjung tinggi.

Pemerintah dan Polri seharusnya menjadi contoh dalam menerima kritik, bukan justru menunjukkan sikap baperan yang kelewat sensitif. Langkah-langkah represif seperti ini hanya menciptakan ketakutan, membungkam suara rakyat, dan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap pemerintah dan aparat.

Kini, saat sorotan publik tertuju pada kasus ini, pemerintah memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa Indonesia masih menghargai kebebasan berpendapat. Bukan dengan intimidasi, bukan dengan pemecatan, tapi dengan membuka ruang dialog yang sehat.

Suara rakyat bukan untuk dibungkam---suara rakyat adalah bahan bakar demokrasi. Semoga kasus ini menjadi pengingat bahwa kritik adalah tanda cinta pada negeri, bukan ancaman bagi kekuasaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun