Mohon tunggu...
Fahuwa Mukminun
Fahuwa Mukminun Mohon Tunggu... Administrasi - Bersama barisan orang mukmin

Beragam wacana, beragama pula pemikiran, beragam pula keputusan. Al Haqqu mir robbik

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Mampukah People Power Mengubah Hasil Pemilu?

20 Mei 2019   14:00 Diperbarui: 20 Mei 2019   14:17 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat ini, mulai banyak yang mendengungkan terkait tentang pergerakan People Power. Ada yang mendukung, ada yang mempertanyakan, dan ada pula yang meragukan. Di belbagai tempat, di warung kopi, di lembaga institusi, kantor dan lembaga lainnya, bahkan di rumah tangga, tak jarang membicarakan terkait People Power. 

Dalam kesempatan ini, saya akan mencoba sedikit menguraikan, apa sebenarnya people Power? Apa sebab kemunculannya? Legitimasinya? Pengaruhnya? Dan hasilnya? Tentu saja, semua ini tidak bisa saya jelaskan, tanpa sumber referensi dari pakar hukum tata negara. 

Karena saya sendiri bukan ahli dalam bidang ini. Maka tulisan ini, sengaja mengacu dan bersumber dari makalah Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra Guru Besar Hukum Tata Negara yang berjudul "People Power Akhirnya Aakan Mencari Legitimasi Konstitusional" yang saya dapatkan dari group whatsapp. Kepakarannya tak diragukan lagi, ia juga pernah berkiprah, mengurus terkait polemik akademik konstitusi pergantian Presiden Soeharto ke Wakilnya Pak Habibi, bersama gurunya saat itu, almarhum Prof. Dr. Ismail Suny.

Sebenaranya apa sih, people power itu? People adalah rakyat, power adalah kekuatan, sehingga dapat disimpulkan dalam pengertian kekuatan massa (rakyat) untuk mendesakkan perubahan politik atau pergantian kekuasaan di suatu negara. Dan itu boleh, dalam hukum demokrasi, sah. Legal, selama tidak ada tokoh khusus yang menjadi pemimpin gerakannya atau tidak bersifat terang-terangan, syaratnya bersifat masiff dan spontan, serta melibatkan massa yang besar. Tapi pada ujungnya nanti, kata Pak Yusril. Selalu mencari legitimasi konstitusional.

Diantara negara yang bisa kita jadikan contoh kali ini, dan sukses melaksanakan People Power adalah Philipina dan negara kita sendiri, Indonesia.

Apa yang melatar belakangi  people power itu bisa terjadi? Sebenarnya people power itu digunakan untuk meruntuhkan rezim yang berkuasa relatif terlalu lama, dianggap diktator, sewenang-wenang dan menyengsarakan rakyat. Sementara, upaya-upaya normal konstitusional untuk melakukan perubahan terhalang oleh kekuatan rezim, baik menggunakan kekuatan militer maupun kekuatan lembaga-lembaga konstitusional dan administratif yang direkayasa begitu rupa untuk melanggengkan kekuasaan.

Contohnya di Philipina adanya Presiden Ferdinand Marcos di MetroManila, yang terkenal diktator dan berkuasa lebih dari 20 tahun. Ia pergi meninggalkan negaranya ke pulau Guam, setelah adanya desakan dari rakyatnya. Dan untuk menuju legitimasi secara konstitusional (pelantikan dan sumpah), rakyat mendesak Congress of the Philipines  memberhentikan Marcos dan menunjuk Ny. Corazon Aquino. Yang mana merupakan istri dari Partai Oposisi Philipina Ninoy Aquino. Sehingga kekuasaanya memperoleh status hukum "sah" secara konstitusional menurut undang-undang negaranya saat itu.

Begitu pula di Indonesia. Bahkan terjadi dua kali. Yang pertama era Pergantian Presiden Soekarno dan era pergantian Presiden Soeharto (masa reformasi).

Pada akhir masa orde lama. Rakyat berusaha mendesak Presiden Soekarno untuk mundur, pasca G-30 S 1965. Setelah berkuasa 20 tahun. Ia dimintai pertanggungjawaban  dengan diberi kesempatan dua kali untuk menyampaikan pidato pertanggungjawaban atas tuduhan pelanggaran GBHN yang berjudul "Nawaksara" selanjutnya pertanggungjawaban beliau, ditolak oleh MPRS. Dan untuk mendapatkan legitimasi secara konstitusional, hingga akhirnya tahun 1967, MPRS mencabut TAP terkait tentang Penetapan Presiden Seumur Hidup karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Dan selanjutnya MPRS menetapkan Jenderal Soeharto yang pada waktu itu telah menjadi "pengemban Supersemar" sebagai  Pejabat  Presiden. Karena pada saat itu tidak ada wakil presiden, sebab Mohammad Hatta telah mengundurkan diri pada tahun 1956. Terlepas melalui rekayasa atau skeneario di dalamnya, secara konstitusional pergantian itu adalah sah.

Hal ini terjadi pula, di akhir era kepemimpinan Presiden Soeharto, masa orde baru. Presiden Suharto juga didesak mundur karena dianggap terlalu lama berkuasa (30 tahun)  dan melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Demo besar-besaran di Jakarta dan juga kerusuhan Mei 1998. Saat itu, Gedung MPR/DPR di Senayan kala itu dikuasai oleh para demonstran, MPR hampir mustahil untuk dapat bersidang, maka sesuai dengan TAP MPR No. VII/1973 Presiden Soeharto menyampaikan Pidato Pernyataan Berhenti di Istana Negara tanggal 22 Mei 1998. Seketika itu juga Wakil Presiden BJ Habibie mengucapkan sumpah di hadapan Pimpinan Mahkamah Agung menjadi Presiden RI. Meskipun setelah kejadian tersebut, adanya para penggugat yang mengatasnamakan dirinya "100 Pengacara Reformasi" ditolak oleh PN Jakarta Pusat dan mereka tidak mengajukan banding atas putusan tersebut. sehingga pergantian presiden tersebut sah secara hukum.

Yang ingin disampaikan oleh Pak Yusril dalam makalah tersebut, adalah pada ujungnya nanti People Power tetap mencari cara untuk legitimasi konstitusional, sehingga sah secara hukum dan tidak melanggar undang-undang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun