Hidupku kini tak seperti dahulu kala. Ibarat gelas yang pecah kemudian sangat sulit sekali untuk disatukan. Hidup yang bermula sangat bersemangat, kini berubah tanpa gairah. Ia yang pergi belum lama ini, masih aku belum izinkan.Â
Hati ini memberi pertimbangan berupa izin. Hatiku memberi isyarat untuk tidak mengizinkan ia pergi bersama yang lain. Aku kini sendiri dan masih mengharapkan dirinya. Sulit rasanya bertahan sendiri.Â
Namun sepertinya itu menjadi pilihan terbaik untukku. Jika berjodoh, kelak pasti Tuhan akan menyatukan aku dengannya. Kalaupun tidak, kemungkinan Tuhan telah mempersiapkan yang lebih baik untukku.Â
Karena bagiku puncak dari mencintai adalah mengikhlaskan. Cinta itu tidaklah harus memiliki. Melihat ia bahagia dengan yang lain pun aku sudah cukup merasa bahagia. Namun yang tak aku lupa darinya adalah cerita selama kita bersama dahulunya.Â
Fahrul Rozi, 2020