Walaupun istilah 'perak' dalam bahasa percakapan lambat laun mulai pudar, setidaknya generasi yang lahir di awal 1980an pun masih tak asing dengan gaya lama ini.
Indikasi bahwa penggunaan koin perak pernah begitu meluas di Indonesia sekarang juga tampak pada temuan arkeologi sisa-sisa peradaban Sriwijaya dan yang semasa dengannya.
Namun demikian, peradaban masyarakat Indonesia kuno tidak hanya dipengaruhi oleh India semata, tapi juga oleh Kekaisaran Tang di Tiongkok. Ketika terdapat komoditas yang harganya rendah sehingga koin perak dirasa sebagai uang besar, maka koin recehan yang digunakan oleh masyarakat Indonesia kuno adalah koin kepeng yang berasal dari Tiongkok.
Koin kepeng terbuat dari bahan yang lebih murah dari logam mulia, konon koin ini berasal dari campuran tembaga dan perunggu. Orang Melayu menyebutnya sebagai uang keping, yang hingga kini jadi sebutan bagi uang logam recehan.
Uniknya lagi, sebutan uang dalam bahasa Aceh dan Batak terindikasi berasal dari nama koin kepeng. Dalam bahasa Aceh uang itu disebut sebagai 'peng', sedang orang Batak menyebutnya 'hepeng'.
Begitulah kejayaan emas sebagai alat transaksi perdagangan internasional di masa lampau. Walaupun perak sebagai pendampingnya telah kehilangan posisi, apalagi tembaga dan perunggu, ternyata emas tetap mempertahankan eksistensinya sebagai media penyimpan laba para pedagang sukses.