Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aksara Penerjemah Ilmu dalam Peradaban Sumatera

13 Februari 2019   15:35 Diperbarui: 14 Februari 2019   16:21 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dok: Manuskrip Digital British Library, No. Add MS 4726; Tautan: http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=Add_MS_4726)

Tetapi jangan disangka bahwa tidak ada literatur Islami yang ditulis dengan aksara melayu asli, ternyata Syair Perahu karya Syaikh Hamzah Fansuri ada yang disalin menggunakan huruf Rencong/Incung. Padahal Hamzah Fansuri dimaklumi hidup sebelum tahun 1590 Masehi, atau jauh sebelum Ar-raniri datang ke Aceh.

Tembai (tulisan pada kulit bambu) Syair Perahu, konon baris pertamanya dari kiri ke kanan dibaca: Anjut parahu dari ulu / pisang rukama kanan pari / tambai kutahu dari guru / taraba kapun barahi (Dok: Manuscript Digital British Library, No. MSS Malay D 11 f.1r; Tautan: http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=MSS_Malay_D_11)
Tembai (tulisan pada kulit bambu) Syair Perahu, konon baris pertamanya dari kiri ke kanan dibaca: Anjut parahu dari ulu / pisang rukama kanan pari / tambai kutahu dari guru / taraba kapun barahi (Dok: Manuscript Digital British Library, No. MSS Malay D 11 f.1r; Tautan: http://www.bl.uk/manuscripts/FullDisplay.aspx?ref=MSS_Malay_D_11)
Mungkin karena aksara Rencong/Incung melayu kuno ini dirasakan kurang lues dengan perkembangan zaman kala itu, dimana saat masyarakat Sumatera pada umumnya telah menerima agama Islam maka sudah barang tentu keinginan untuk mampu mempelajari dan membaca al-Quran dalam bahasa Arab menjadi target utama pendidikannya. 

Ditambah lagi fakta bahwa aksara melayu kuno ini acap kali berubah-ubah cara penggunaannya tergantung tempat, sehingga dikenal sebagai aksara Batak, Kerinci, Lampung dan sebagainya.

 Tentu akan menyulitkan transfer keilmuan semasa penyebaran Islam di Sumatera pada awal abad ke 17 tersebut apabila tidak dilakukan transformasi  aksara ke huruf arab-melayu sebagaimana salah satunya telah dilakukan oleh Ar-raniri tersebut, maklum saja karena Islam telah membawa level globalisasi peradaban Sumatera ke tingkat yang jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Dan tulisan pun sejatinya hanya sebagai penerjemah ilmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun