Mohon tunggu...
Fahrul Rizal bin Iskandar
Fahrul Rizal bin Iskandar Mohon Tunggu... Administrasi - Peminat Sejarah Kuno

Dilahirkan dan menyelesaikan pendidikan sampai lulus SMA di Banda Aceh, melanjutkan pendidikan S1 Teknik Perminyakan di Yogyakarta kemudian memperoleh kesempatan kembali ke Banda Aceh untuk menyelesaikan S2 Ilmu Ekonomi dengan beasiswa Bappenas. Peminat sejarah peradaban manusia, memiliki perhatian khusus pada sejarah peradaban Islam dan Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beras Pun Harus Jelas Identitasnya Bila Ingin Dihargai

22 Januari 2019   16:12 Diperbarui: 22 Januari 2019   16:24 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Bermacam Jenis Beras (Sumber: http://www.parenting.co.id/img/images/x3-FOTOSEARCH,P281,P29.jpg.pagespeed.ic.ncxk2xzkMX.jpg)

Siapa yang tidak mengenal beras? Namun demikian belum tentu semua kita tahu bahwa varietas beras yang tersebar di seluruh dunia berjumlah lebih dari 40 ribu jenis. Semuanya berasal dari tanaman yang memiliki bulir-bulir gabah, tetapi saat gabah tersebut dipisahkan dari sekam maka tampilannya akan sangat beragam seperti ilustrasi diatas.

Hal yang menarik adalah ketika kita ke pasar hendak membeli beras putih, maka penjual biasanya akan langsung paham dengan pertanyaan: "Beras sekilo berapa bang?". Tidak perlu menambahkan kata keterangan "putih" pun penjual akan langsung mahfum bila yang ditanyakan oleh pelanggan itu adalah harga beras putih. Tetapi akan berbeda bila jenis beras yang diminta bukan beras putih, maka dipastikan penjual baru paham maksud sang pembeli bila disebutkan beras beserta kata keterangan.

Kalau mau meminta beras merah maka harus ditanyakan secara jelas: "Beras merah sekilo berapa bang?". Bahkan kalau sudah mulai masuk kedalam jenis beras ketan, maka tidak perlu lagi menyebutkan beras tapi cukup dengan kata keterangan sifatnya saja yaitu ketan putih atau ketan hitam, karena semua ketan disepakati sebagai bagian dari beras.

Jenis beras putih menurut keterangan wikipedia merupakan makanan pokok penduduk dunia pada urutan produksi tersebar kedua setelah jagung. Oleh sebab itu untuk mendapatkan beras putih dengan kualitas terbaik itu tidaklah mudah. Di era sebelum tahun 2000-an, Provinsi Aceh memiliki berbagai macam varietas beras lokal yang terkenal lezat rasanya. Diantaranya adalah: Beras Blang Bintang asal Aceh Besar, Beras Tangse dan Keumala asal Pidie, Beras Kebayakan asal Takengon, Beras Sigupai dari bagian barat Aceh, Beras Rinteek Karah asal Bireun, dan Beras Alas asal Aceh Tenggara. Namun semua varietas lokal Aceh tersebut saat ini sepertinya sudah punah akibat para petani telah beralih ke bibit unggul.

Pernah diwartakan oleh Harian Analisa (20/03/17) bahwa petani Blang Bintang saat ini sudah menggunakan bibit unggul jenis Ciherang, alasannya karena cepat panen 4 bulan, produksi banyak, tahan hama, tak mudah rebah dan rasa juga enak. Artinya bibit lokal yang sudah digunakan secara turun temurun itu akhirnya digantikan dengan bibit modern yang dirasakan petani dapat melengkapi kekurangan pada bibit warisan nenek moyangnya. Tapi rasa lezat beras dari padi yang ditanam di Blang Bintang tetap dapat dipertahankan hingga sekarang.

Harga jual tiap-tiap jenis beras itu tentu berbeda, jenis beras ketan akan dijual dengan harga yang boleh jadi lebih tinggi dari beras putih, sedangkan beras merah biasanya lebih mahal dari beras ketan walaupun tidak juga untuk semua jenis beras ketan. Bahkan antara sesama beras putih juga terdapat ketimpangan harga jual dimana beras dari Blang Bintang tidak akan sama harganya dengan yang dari Tangse, atau dari Keumala, dan seterusnya.

Berdasarkan pengalaman dengan perbedaan harga beras di pasar ini, secara nyata tampak bahwa kejelasan identitas itu harus wujud terlebih dahulu sebelum harga jual suatu barang ditetapkan. Konon lagi bila itu terkait dengan keyakinan dan pilihan tertentu yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk budaya. Agar keyakinan dan pilihan tersebut dapat dihargai secara tersendiri maka harus dijelaskan terlebih dahulu identitas keyakinan dan pilihannya tersebut.

Sudah dimaklumi bersama bahwa masyarakat Indonesia telah menjadi bagian dari masyarakat Islam sejak abad ke 9, dimana saat ini jumlah populasinya tercatat sebagai yang terbesar di seluruh dunia. Oleh sebab itu wajar saja bila Islam sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia telah mempengaruhi keyakinan dan pilihan penduduknya serta menjadi bagian khusus dalam budayanya.

Pada prinsipnya tidak ada yang salah dari istilah Islam Nusantara yang diperkenalkan dan digalakkan oleh organisasi Islam Nahdlatul Ulama pada tahun 2015 lalu. Kata keterangan Nusantara setelah Islam merupakan kata keterangan yang menunjukkan perbedaan sifatnya dengan Islam bukan dari Nusantara. Seperti halnya istilah Beras Blang Bintang, sebagai tanda bahwa beras putih yang dijajakan itu berasal dari Blang Bintang.

Namun bila yang dijualnya bukan lagi beras putih namun berupa ketan, walaupun dipanen dari sawah di Blang Bintang maka tidak cukup disebut sebagai "beras" semata namun harus dijelaskan secara lengkap menjadi Beras Ketan Blang Bintang. Mengapa demikian? Tentu agar konsumen tidak salah menawar harga. Bila ketan dijual lebih mahal dari beras putih maka konsumen yang mencari beras putih akan protes bila diberikan ketan yang disebut beras saja. Protes karena mereka tidak terima diberikan tarif yang lebih mahal dari harga pasar terhadap komoditi yang dimintanya. Protes yang sepatutnya tidak timbul bila yang menjajakannya dari awal sudah menyebutkan identitas jelas sebagai Beras Ketan Blang Bintang.

Begitu juga dengan istilah Islam Nusantara, protes yang bermunculan kemudian hari karena para dai Islam Nusantara tidak menyebutkan secara jelas perbedaan sifat Islam yang didakwahkannya dengan Islam dari daerah asalnya. Bahkan sempat beredar rumor tentang klaim bahwa Islam Nusantara merupakan Islam yang sebenarnya dan Islam yang dari daerah asalnya itu bukan Islam yang sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun