Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berpuasa Diantara Makanan-makanan Lezat

15 Juni 2016   15:46 Diperbarui: 15 Juni 2016   15:56 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi makanan Indonesia: majalahkuliner.info

Ada razia warung makan di Bulan Ramadan, terutama di pagi dan siang hari. Dalihnya, menghormati bulan puasa dan yang berpuasa. Apakah begitu cara menghormati bulan puasa?

Tidak hanya makanan dan minuman yang menjadi godaan di bulan puasa. Bagi perokok, rokok adalah godaan terbesar. Godaan besar lainnya, adalah nafsu seksual. Sementara kontrol terhadap nafsu ada dalam fikiran manusia masing-masing. Warung memang memicu manusia untuk makan, tapi apa hanya itu yang memicu manusia untuk melakukan hal-hal lain, yang tidak diperkenankan ketika seseorang sedang berpuasa? Tentu masih banyak.

Di televisi, bahkan di pagi hari kita sering mendapati tayangan-tayangan kuliner plus cara memasaknya, dengan kemasan hidangan yang sangat menggugah selera. Apakah tayangan semacam itu tidak menggoda orang yang berpuasa? Kita juga sering mendapati –di bulan puasa—perempuan, atau lelaki menggunakan pakaian super ketat, yang mungkin sedikit menganggu imajinasi seksual sebagian orang. Apakah itu bisa dikategorikan menggoda orang yang berpuasa?

Tampaknya, agar tak tergoda, maka semua harus dihabisi atau dibatasi. Sayang, yang dibatasi hanya sebagain (yang bisa dibatasi), dalam hal ini adalah pedagang kecil yang kurang punya power untuk melawan. Sementara minimarket-minimarket juga tetap buka dengan bebas, meski di dalamnya juga menjual berbagai makanan ringan dan aneka minuman. Belum lagi dengan food court mewah dan hotel yang didalamnya punya resto area.

Artinya, apakah godaan-godaan dalam berpuasa itu harus dibatasi atau bahkan di habisi? atau orang yang berpuasa lah yang harus mendidik dirinya, dan menguatkan iman atas keyakinan yang ia anut?

Namun pemandangan berbeda justru terlihat di sore hari. Di sudut-sudut kota, justru menjamur penjual makanan. Baik makanan ringan untuk ta’jil, sayuran, lauk pauk, nasi, dsj. Bahkan tak sedikit yang berjualan hanya pas bulan Ramadan. Lapak-lapak kuliner itu bahkan menjadi euforia tersendiri di setiap daerah.

Lapak-lapak kuliner itu tidak bisa dikategorikan menggoda orang berpuasa karena bukanya sore hari jelang berbuka. Meski tak sore-sore amat. Ada yang buka pagi dan siang, terutama penjual legen (minuman) dan buah. Di pasar-pasar tradisional pun penjual makanan juga banyak sekali di pagi hari.

Lalu kenapa warung? Karena itu yang nampak, yang paling merepresentasikan penjual ‘makanan jadi’. Padahal makanan tidak hanya nasi, sayur dan lauk pauk. Minuman pun juga tidak hanya teh dan kopi, yang standart dijual di warung-warung yang kena razia. Ada makanan jenis snack, minuman kemasan, dsj yang bisa kita dapati dengan mudah di tempat lain, terutama di minimarket.

Tidak mungkin juga orang berpuasa lepas dari godaan, justru godaan itulah yang menambah bobot puasa kita. Apalagi di Indonesia, negeri yang kaya akan kuliner. Siapa yang membatasi imajinasi seseorang, kalau di siang yang terik dan tenggorokan terasa tercekik karena haus, tiba-tiba fikiran kita terbersit segelas es teh manis, yang untuk mendapatkannya tinggal membuka kulkas di rumah.

Ketika lambung perih terlilit lapar, tiba-tiba kita teringat lezatnya mie instan yang di dapur masih ada stock. Kita teringat soto, rendang, rawon, gudeg, pecel, gado-gado, siomay, dsj. Siapakah yang bisa membatasi itu selain diri kita sendiri?

Sebagai Orang Indonesia, yang mayoritas Muslim dan memiliki khazanah kuliner beragam, kita memang berpuasa ditengah makanan-makanan lezat yang setiap saat terbersit dalam fikiran kita. Namun apakah puasa hanya soal makanan? Inilah yang menjadi pertanyaan besar kita semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun