Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis Memang Perlu Bakat

11 Januari 2023   15:02 Diperbarui: 11 Januari 2023   15:07 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelatihan Menulis RP3A. Dok/pribadi


Dulu saya tak sependapat jika kemampuan menulis itu adalah bakat. Tak kurang dari 10 tahun, selama mengelola komunitas kepenulisan, pandangan itu bercokol sangat kuat. Kini sepertinya sedikit berubah.

Sejak 2008, saya dan beberapa teman mengelola suatu komunitas yang bidang aktivitasnya adalah menulis. Komunitas tersebut didatangi cukup banyak anggota yang punya minat dalam kepenulisan.

Beragam pertemuan, kelas-kelas dan bedah karya pun dibuat. Sebuah website disediakan untuk menampung karya perdana mereka.

Akan sangat lucu ketika aktivitas yang rutin kami pelajari tersebut dibungkus sebagai "bakat", bahwa menulis adalah keahlian yang bisa dipelajari dan diasah terus menerus.

Keyakinan itu terus kami pupuk dan merasuk dalam sanubari. Setiap tugas yang diberikan berusaha diselesaikan sebaik mungkin. Namun hasilnya tidak sama. Kenapa?

Ada yang sudah bergabung bertahun-tahun namun kemampuan menulisnya masih payah; cara mengemas ide, pemilihan diksi dan lain sebagainya sungguh tak mencerminkan seseorang yang telah belajar menulis selama bertahun-tahun. Singkatnya, tulisannya tak enak dibaca.

Sementara, yang baru bergabung beberapa bulan sudah menunjukkan karya tulis menawan. Kenapa bisa demikian? Apa benar ini memang soal bakat?

***

Kegiatan menulis ternyata hanya satu aspek saja, ada banyak aspek lain yang menunjangnya. Salah satunya, kegemaran membaca.

Kelas-kelas menulis hanya bagian dari pembelajaran teoritiknya. Belajar ejaan, jenis-jenis majas, diksi-diksi mutakhir, hanya jadi sebatas pengetahuan yang mungkin hilang tergerus rutinitas harian.

Tanpa kegemaran membaca, teori-teori tersebut hanya akan melayang-layang dalam pikiran, tak tersangkut menjadi sebuah pemahaman yang utuh.

Misalnya, saat kita memelajari beragam bentuk majas, dan apa yang kita pelajari tersangkut dalam puisi-puisi yang pernah kita baca. Kita teringat beberapa puisi yang mengandung majas tersebut. Makin tajam lagi ketika mempraktekkannya dengan menulis puisi sendiri.

Aspek lain yang menunjang keahlian menulis adalah kepekaan, empati dan sejenisnya. Ini membuat sebuah tulisan punya "rasa" dan bukan hanya seperangkat huruf dan kata yang tersusun biasa.

Pertanyaannya, bagaimana cara membangun kepekaan ini? Bagaimana cara menumbuhkan empati? Tentu bukan di kelas-kelas menulis, melainkan dalam kehidupan sehari-hari.

Aspek penunjang lainnya ya daya ingat, kemampuan menggali data, informasi dan beragam pengalaman hidup; manis, getir, suka, duka, semua adalah warna dan rasa dari kehidupan yang menjadi energi dalam menulis.

Baru berikutnya adalah belajar menulis: penempatan tanda baca, ejaan, diksi, bentuk paragraf, gaya bahasa dan semacamnya.

Dari semua hal di atas, mana yang bisa disebut bakat? Bukan teknis menulisnya, kan?

Malang, 11 Januari 2023
Ahmad Fahrizal Aziz

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun