Mohon tunggu...
Ahmad Fahrizal Aziz
Ahmad Fahrizal Aziz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Blogger

Sekretaris GPMB Kab. Blitar, blog pribadi klik www.jurnalrasa.my.id

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Prof. Abdul Mu'ti, Figur Tepat Sebagai Menteri Agama

8 Januari 2021   21:07 Diperbarui: 8 Januari 2021   21:14 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari instagram @abe_mukti


Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Abdul Mu'ti, M.Ed, menolak jabatan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dengan alasan tidak mampu mengemban amanah tersebut. Tentu alasan "tidak mampu" di sini tidak terkait dengan kompetensi yang dimiliki.

"Tidak mampu" yang dimaksud bisa dimaknai dari sisi politik. Jabatan Wamen jelas tidak tepat untuk figur sekelas Sekretaris Umum PP Muhammadiyah. Meskipun, Prof. Abdul Mu'ti sebenarnya adalah sosok low profile. Secara pribadi mungkin beliau bisa menerima, tak mempermasalahkan meski sebagai Wamen. Namun, beliau sangat mungkin mengambil pertimbangan dari aspek posisinya sebagai pejabat struktural di Muhammadiyah.

Prof. Abdul Mu'ti sebenarnya justru lebih cocok menjadi Menteri Agama. Beliau memenuhi berbagai syarat untuk itu, mulai dari pangkat akademiknya yang adalah Guru Besar di PTAIN, Dai yang biasa berceramah ke daerah-daerah, aktivis Ormas Islam, dan basic keilmuan di bidang Pendidikan. Apalagi yang kurang?

Ya, sayangnya jabatan menteri adalah jabatan politik. Terlebih Menteri Agama yang sejak reformasi sudah seperti "milik" NU. Sama misalnya dengan Menteri Pendidikan yang seolah jadi kavling Muhammadiyah. Karena saat ini Mendikbud bukan dari Muhammadiyah, maka wajar jika Muhammadiyah mendapat tawaran Wamendikbud.

Dalam konteks kompetensi pribadi, Prof. Abdul Mu'ti tidak bisa diragukan lagi. Namun Presiden juga harus berhitung secara politik. Saat ini, Muhammadiyah sudah mendapatkan jabatan Menko PMK. Jika mendapat jabatan menteri lagi, bisa menimbulkan kecemburuan sosial.

Prof. Abdul Mu'ti bisa disebut sosok yang tepat di situasi yang tidak tepat. Sebab, jangankan sebagai wamendikbud, sebagai mendikbud pun beliau punya kapasitas. Hanya saja, situasi belum memungkinkan.

Muhammadiyah dan figur kompeten

Sebagai Ormas Islam, Muhammadiyah memang unik. Tokoh terasnya banyak yang akademisi, minimal empat ketua umum terakhirnya adalah Guru Besar.

Selain itu, juga punya sumber pendanaan yang independen. Punya Amal Usaha dan Badan Usaha. Jaringan bisnisnya juga luas, dan secara administratif dimiliki organisasi, bukan individu. Fahd Pahdapie bahkan menulis jika Muhammadiyah adalah Ormas Islam terkaya di dunia.

Namun meski besar dan kaya, Muhammadiyah dianggap kurang agresif dalam berpolitik. Apalagi secara organisasi, pimpinan Muhammadiyah sangat dibatasi aktivitasnya dalam politik praktis, meskipun sebagai ormas, Muhammadiyah tetap harus menjalin komunikasi politik yang baik dengan Pemerintah.

Saat misalnya Muhammadiyah diminta membantu pemerintahan, khususnya jabatan menteri atau dubes, figur terbaiknya lah yang disodorkan. Sebut saja ketika nama Prof. Muhadjir Effendy disodorkan sebagai menteri. Sosok yang punya rekam jejak panjang di dunia Pendidikan.

Artinya, stok figur kompeten di Muhammadiyah itu banyak, dan bidangnya bermacam-macam. Menariknya, figur-figur tersebut meskipun sama-sama di Muhammadiyah, seperti punya independensi tersendiri dalam bersikap. Misalnya seperti sosok Busyro Muqoddas dan Buya Anwar Abbas yang sangat kritis pada pemerintah.

Muhammadiyah berisi tokoh-tokoh yang secara figur sudah mapan, tidak saja secara ekonomi, namun juga dari sisi pemikiran dan sikap, termasuk Prof. Abdul Mu'ti, yang secara akademik sudah mapan, sudah memperoleh pangkat Guru Besar.

Ajaran KH. Ahmad Dahlan yang berbunyi : Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah, seolah menancap kuat dalam benak para kader dan pimpinannya.

Sebenarnya jika harus menambah satu atau dua menteri lagi dari Muhammadiyah, itu akan sangat membantu pemerintahan. Muhammadiyah, seperti sebelumnya, pasti akan menyodorkan kader yang kompeten. Hanya saja, itu tidak mungkin. Jabatan menteri adalah pertimbangan politik.

Ya, memang lucu. Padahal menteri diharapkan bertugas secara profesional. Kita lihat saja eks. Menteri yang belakangan ditangkap KPK. Rata-rata berlatar belakang politisi.

Keputusan Prof. Abdul Mu'ti menolak jabatan Wamendikbud itu memang suatu sikap yang patut diacungi jempol. Padahal mungkin banyak yang berharap beliau mau menerima, apalagi sektor pendidikan termasuk yang sangat parah terdampak pandemi.

Mendikbud saat ini yang notabene adalah praktisi digital yang ulung pun, juga tampak shock menghadapi situasi.

Namun urusan pendidikan kan tidak hanya di Kemendikbud, namun juga di Kemenag, bukan? Yah, sangat tepat sekali kalau Prof. Abdul Mu'ti lah Menterinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun