Mohon tunggu...
Fahrizal Muhammad
Fahrizal Muhammad Mohon Tunggu... Dosen - Faculty Member Universitas Prasetiya Mulya

Energi Satu Titik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru, Ruang Kelas, dan Keteladanan

12 Maret 2020   21:54 Diperbarui: 12 Maret 2020   21:54 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi fahrizal muhammad

Tidak ada yang lebih menyenangkan dalam belajar ketika guru dan siswa sudah berada dalam satu frekuensi yang sama. Proses penyamaan frekuensi menjadi sangat penting dilakukan. 

Uniknya, tidak ada resep yang manjur untuk semua situasi dan kondisi. Semua sangat situasional dan bergantung kepada kepekaan dan ketulusan sang guru dalam membaca kecenderungan yang muncul di kelas yang dihadapinya. 

Untuk itulah pentingnya guru yang memiliki bakat belief, ideation, learner, adaptability, dan positivity. Mari belajar memperbesar kesadaran kita sebagai guru, dosen, dan trainer yang mengedepankan pelayanan dengan cinta.

Mereka anak zaman yang bertemu segala idealisme dan keluhuran budimu. Mereka tidak sedang bermain-main dengan hidup, tetapi mereka justru sedang menikmati dan sedang mencari cara, bagaimana mereka hidup. Sosok dan kehadiranmulah yang menjadi salah satu jawaban penting dalam rentang waktu yang ada. 

Itu artinya, engkau harus siap dan berani, juga harus sabar dan penuh cinta. Hanya dengan itulah, engkau mampu menghidupkan dan menyemarakkan ruang kelas dengan segala catatan emas dalam merayakan keberhasilan dan prestasi mereka.

Keteladanan itu keren

Pendidikan adalah produk dan pranata kebudayaan. Tidak ada proses berbudaya tanpa belajar. Pendidikan dan sekolah menjadi salah satu bentuk wujud pemahaman dan kesepakatan tersebut. 

Dengan demikian, kita sama-sama dapat menjaga agar sistem pengetahuan, bahasa, kemasyarakatan, teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian sebagai bangsa dapat terwarisi dengan baik kepada mereka yang hadir setelah kita dan akan melanjutkan perjuangan.

Oleh karena itu, pertama, kurikulum boleh berganti. Pendekatan, metode, dan teknik bisa bertukar dan direvisi setiap saat. Namun, guru tidak (boleh) mati. 

Guru menjadi nadi pendidikan. Begitu sentral dan pentingnya peran dan kedudukannya, guru harus terus tumbuh bersama perubahan yang terjadi. Kalau pun pada akhirnya guru tidak bisa dan tidak mampu bersaing dengan perubahan itu, setidaknya ia mampu menjadi pemberi makna pertama di ruang kelas. Bukankah dengan demikian para siswa merasa ditemani dan diasistensi dengan baik dalam kesubliman mereka dalam zaman serba instan ini?

Tidak ada yang abadi di dunia ini, kecuali perubahan. Oleh karena itu, guru yang tidak mau berubah akan menjadi fosil (tetapi tidak akan berubah menjadi minyak sampai kapan pun) dan ditinggalkan. Kalau guru slow respon terhadap perubahan yang ada maka ia akan digulung oleh perubahan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun