Mohon tunggu...
Fahrizal Afdillah
Fahrizal Afdillah Mohon Tunggu... Editor - Pembaca

Lahir di Jakarta 31 Oktober 1998. Dengan cita-cita mulia untuk terus berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sisipan Harapan dari Sebuah Lomba Menulis

19 Agustus 2020   11:10 Diperbarui: 19 Agustus 2020   11:13 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Katadata.co.id menyelenggarakan sebuah event menarik yang bagus untuk para penulis saat ini. Lomba yang diadakan bertema tentang harapan tentang Indonesia kedepannya. Dari sini, penulis tak hanya berargumen secara serampangan saja. Tapi, harus juga berbekal pada data yang ada dari sumber Databoks.

Lomba ini jadi menarik karena sebetulnya ada harapan yang tersisip secara tak langsung dari masing-masing peserta. Mau tidak mau, kita harus mengakui bahwa keadaan Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja. Ada banyak krisis yang terjadi di berbagai sektor.

Per tanggal 16 Maret lalu pemerintah mulai menerapkan sistem belajar berbasis daring (dalam jaringan) demi membatasi tatap muka antar guru dan siswa di masa pandemi. Guru harus memastikan bahwa belajar jarak jauh dapat berjalan dengan baik, meskipun siswa berada di rumah. Hal ini diterapkan ke seluruh satuan pendidikan.

Memang, sedari awal adanya sistem belajar daring ini cenderung menitikberatkan kepada guru, agar bagaimana caranya siswa mendapatkan pembelajaran yang kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan teknologi.

Kenyataan, seiring berjalannya waktu beragam komentar ketidakpuasan atas sistem belajar ini disampaikan oleh banyak pihak, seperti orang tua murid, lembaga hingga siswa. Sampai-sampai pihak dari kementerian agama juga turut bersuara.

Pasalnya sudah bukan lagi hal yang dipandang sebelah mata. Hasil di lapangan membuktikan bahwa ketidaksiapan pemerintah menggelar pendidikan di negeri ini dalam format daring terkesan akal-akalan atas wabah saja.

Oke, kita mulai pembahasan dari yang pertama, yaitu dari kesiapan orangtua murid. Mereka tidak bisa kita pukul rata bahwa seakan-akan selamanya ada waktu untuk sang anak.

Pikirkan kembali ada orang tua murid yang harus mencari nafkah demi menghidupi keluarga. Beruntung bila para murid mendapat bimbingan dari guru les ataupun pengajar yang membimbing mereka untuk tau bahan materi yang disampaikan oleh guru.

Tetapi, apabila ada orangtua yang masih kerja di masa pandemi dan sedari pagi sudah berangkat kerja meninggalkan anaknya di rumah. Apakah sudah patut bahwa sistem daring ini akan menjalin kedekatan untuk para orangtua dan anak mereka? Alhasil tidak terpantau dan belajar dari rumah (BDR) dinilai kurang efektif.

Tidak selamanya pula orangtua murid dapat memberi akses penuh untuk pembelajaran daring. Kembali lagi ke permasalahan finansial bahwa sebagian orangtua ada yang belum sepenuhnya menjamin sang anak untuk bisa mendapatkan akses pembelajaran daring dengan gawai. Ataupun kalau punya, mereka mesti merogoh kocek dalam-dalam, atas terkendalanya biaya akses internet.

Belum lagi di beberapa pelosok daerah yang ketersediaan jaringan internetnya masih terbatas. Meski diatasi dengan subsidi, kenyataannya harga kuota internet di sana jauh lebih mahal dibanding perkotaan yang dengan gampang dan murahnya mendapatkan paket internet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun