Mohon tunggu...
Fahriza Kirani
Fahriza Kirani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa IAIN KENDARI

Editor, Blogger, Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pertemanan Membawa Malapetaka

10 September 2022   19:59 Diperbarui: 10 September 2022   20:04 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pergaulan merupakan circle yang paling berpengaruh terhadap diri kita baik terhadap hal baik ataupun buruk. Memilih pertemanan merupakan sebuah cara yang baik untuk kita lakukan demi kebaikan diri sendiri. Persahabatan yang dijalin dari masa kecil bisa kita anggap sebagai pertemanan yang sukses dalam memahami satu sama lain. 

Menurut Santrock (2002), Persahabatan adalah suatu bentuk hubungan yang dekat yang akan melibatkan suatu kesenangan, percaya, penerimaan, respek, saling membantu, menceritakan sebuah rahasia, pengertian, dan juga spontanitas.

Menurut Gottman dan Parker (1987) Fungsi dari persahabatan sendiri adalah 1.Companionship(pertemanan),

2. stimulation(stimulasi),

3. Psycical Support(dukungan fisik),

4. Ego Support (dukungan ego),

5.perbandinagn sosial,

6.serta keakraban.

Memiliki teman atau sahabat merupakan salah satu jalan untuk bisa membangun relasi dan pertemanan yang baik. Ketika  kita memiliki teman yang akrab  tentunya kita akan mendapatkan berbagai manfaat bahkan pengalaman baikyang bisa kita dapatkan. Namun ketika  kita salah memilih teman bisa saja  berdampak buruk bagi diri kita sendiri baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam berteman,  tentunya ada hal yang harus kita bangun, baik kepercayaan, kejujuran dan sebagainya sebab hal tersebut sangat membantu diri kita untuk menaikan kredibilitas diri kepada publik itu sendiri. Tetapi saat kita salah memilih teman akan berdampak bagi perkembangan diri kita sendiri baik secara langsung maupun secara tidak langsung.  Pertemanan tidak selamanya pula semua hal terasa manis akan ada masanya pergaulan menimbulkan konflik yang dapat menjadikan kita terjerumus ke dalam hal-hal yang tidak diinginkan.

Kenyataan yang tidak dapat kita pungkiri bahwa setiap orang memiliki karakter dan sifat yang berbeda-beda baik dalam segi emosionalnya maupun perilakunya. Dibalik kasus yang sering terjadi, apakah pelaku melakukan kejahatan dalam keadaan sakit mental? Lalu apa yang sebenarnya ada didalam psikologis pelaku pembunuhan? Apakah media sosial menjadi tempat yang sangat banyak menimbulkan kasus pembunuhan?

Menurut salah seorang ahli psikology  Indonesia, Prof. Darmanto Jatman,  mengatakan bahwa Pelaku pembunuhan biasanya melakukan hal keji tersebut dalam keadaan sadar dan tidak dalam mengidap gangguan mental. Jika dilihat dari hasil proses pemeriksaan, selain menjalani masa hukuman, pelaku harus mendapatkan intervensi medis maupun psikologis maka hal ini haruslah dituntaskan tanpa ada yang terlewatkan. Berdasarkan article yang telah saya baca yakni tentang penelitian kasus pembunuhan yang melibatkan  48 subyek, yang dimana setiap subjek akan  menonton 3 film yang berbeda dengan hasil yang  menyatakan dengan  jelas bahwa 'akar' moral dan akar 'saraf' pada pembunuh benar-benar terlibat, sehingga pembunuh atau psikopat sekalipun bukanlah 'berdarah dingin dan tak memiliki moral', namun hanyalah bentuk reaksi yang terjadi dalam otak mereka. Para psikolog yakin dengan memisahkan sedikit kedua 'akar' tersebut dapat membantu mereka dan para kriminolog untuk memprediksi pembunuh dan menghentikan mereka sebelum mereka beraksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun