Kita baru sekali hidup dan hanya sekali diberi kesempatan untuk hidup oleh semesta. Setiap harinya kita akan dididik terus oleh Tuhan (baik secara langsung maupun melalui perantara-Nya) tentang berbagai ilmu-ilmu kehidupan. Kita akan terus belajar, lagi dan lagi. Kita akan terus menemui titik-titik sadar, lagi dan lagi.
Kehadiran kita atas kehadiran-Nya. Kehendak-Nya adalah mutlak hal yang harus kita jalani. Pun, menjadi manusia. Kita berlatih untuk menjadi manusia seutuhnya dan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta. Kita diberi jasad, nyawa, dan berbagai fasilitas kehidupan lainnya adalah sebagai sarana mengenal diri dan otomatis mengenal Tuhan kita.
Berbagai kesalahan, keteledoran, kekurangan, keterbatasan, dan segala ketidakidealan dalam menjalani hidup adalah bukti ketidaksempurnaan kita sebagai makhluk, sebagai manusia pemula. Ketidaksempurnaan kita adalah sinyal bahwa kesempurnaan hanya ada pada-Nya, hanya milik Semesta.
Hidup di era modern ini, rasa-rasanya kita sebagai manusia mengalami kekeringan akan spiritualitas karena terlalu disibukkan dengan hal-hal materialistis. Disibukkan dengan kebahagiaan-kebahagiaan yang semu lagi menjebak. Semakin jauh-menjauh dari kodrat semestinya. Lupa diri dan tersesat dalam kesesatan nyata yang barangkali tidak kita sadari. Jelas ini berbahaya dan fatal.
Apapun hal yang hadir dalam hidup kita adalah ujian. Bisakah kita sabar? Mampukah kita bersyukur? Lihaikah kita membaca hikmah-Nya? Sediakah kita melihat motif-Nya? Semua tergantung seberapa jernih mata hati kita untuk menyikapinya. Seberapa dalam kita memaknai hidup kita sendiri. Seberapa peka dan pandai kita merasa.
Pada akhirnya semua ada fasenya. Ada fase dimana kita dihadapkan dengan rasa-rasa kekhawatiran. Ada fase juga dimana kita dihadapkan dengan rasa-rasa keberlimpahan. Hari ini yang lulus sekolah khawatir memilih kampus impiannya. Hari ini yang masih kuliah, akan khawatir dengan lulus tidaknya ia. Hari ini yang sudah lulus kuliah/sekolah akan khawatir, mampukah ia mendapat pekerjaan. Hari ini yang bercinta dengan sosok idamannya, khawatir mampukah ia meminangnya segera. Semua hanya tentang fase. Pun keberlimpahan, hari ini banyak yang sedang berada di titik tinggi. Serba ada, serba terjamin, dan khawatir barangkali sewaktu-waktu keberlimpahan itu sirna atau terampas.
Lalu bagaimana menjadi manusia ideal? Bagaimana semestinya manusia menjalani hidup? Ya, jadilah manusia yang ada dan hidup sesuai dengan apa yang dimaui Semesta. Bacalah setiap ayat-Nya. Apapun itu.
Nikmati setiap fasenya, sadari setiap momennya.
Selamat berefleksi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI