Mohon tunggu...
Fahrijal Nurrohman
Fahrijal Nurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hey there! I am using Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sepeda Tua #Bagian 3

30 Maret 2021   07:00 Diperbarui: 30 Maret 2021   07:00 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

5 tahun lalu...

Malam itu, cuaca sangat dingin sekali. Hujan lebat sejak sore tadi belum juga reda. Dullah yang sejak tadi kebingungan dengan PR yang diberikan gurunya tadi siang memutuskan untuk membuat teh hangat sebagai teman mengerjakan PR-nya malam itu. Bapak dan Ibunya sedang istirahat di ruang keluarga setelah lelah seharian bekerja di sawah.

"Niki pak.. buk.., kulo damelaken wedang jahe. Kersane awak e enak maleh", ucap Dullah sambil meletakkan 2 cangkir wedang jahe di meja.

"Iyo le... matur suwun", balas Purwadi.

Setelah memberikan wedang jahe ke kedua orang tuanya, Dullah kembali ke kamarnya untuk melanjutkan mengerjakan PR-nya yang tertunda sebentar. Dibantu dengan cahaya lilin, Dullah mulai mengerjakan PR-nya sambil sesekali menyeruput teh hangatnya. Memang benar, sebagian besar rumah di desa Dullah belum mendapatkan pasokan listrik. Ada sebagian yang lain menggunakan tenaga pembangkit listrik lain seperti genset. Namun, bagi keluarga Dullah yang berpenghasilan pas-pasan tentulah memilih menggunakan pencahayaan yang seadaanya seperti lilin misalnya.

"Alhamdulillah, akhire tugasku wes rampung. Saiki wayahe turu", kata Dullah. 

Malam itu menunjukkan pukul 23.00. Dullah yang beranjak tidur tiba-tiba terbangun karena mendengar suara orang berkelahi di luar kamarnya. Karena penasaran, Dullah memutuskan untuk melihat keadaan di luar.Ketika Dullah hendak keluar, tiba-tiba terdengar bapaknya berteriak 

"Dul, gak usah metu teko kamar!! Bahaya!", teriak Purwadi.

Karena takut, Dullah memutuskan untuk kembali menutup pintu kamarnya dan hanya berani mengintip sedikit. Disana dia melihat ibunya yang tergeletak pingsan karena pukulan di kepala. Sedangkan bapaknya sedang berkelahi dengan orang yang memakai topeng yang berniat untuk mencuri di rumah Dullah. Sepertinya pencuri itu tahu kalau bapak Dullah baru saja panen raya.

"Nek ndi awakmu nyimpen duwekmu Di? aku ngerti kowe sik tas panen!", teriak pencuri itu

"Duwek? ra nduwe duwek aku", balas Purwadi sambil menghindari sabetan golok dari pencuri itu

"Loh, malah apen-apen ndak weroh. Ojo salahne aku lek enek opo-opo karo anakmu", kata pencuri sambil berlari menuju kamar Dullah.

Melihat si pencuri yang hendak melukai Dullah, Purwadi segera menyusulnya dan menarik tangan pencuri itu. Namun secara reflek tiba-tiba pencuri itu menusukkan goloknya ke perut Purwadi. Purwadi pun langsung ambruk dan meninggal di tempat. Melihat Purwadi yang tergeletak tidak berdaya, pencuri itu segera lari keluar rumah dan menaiki sepedanya pergi menjauh dari rumah Dullah. Dullah yang sedari tadi hanya meringkuk ketakutan di dalam kamar memberanikan diri untuk keluar kamar. Betapa terkejutnya Dullah melihat kedua orang tuanya tergeletak tak berdaya di lantai. Air matanya tak terbendung ketika melihat bapaknya yang badannya dipenuhi dengan darah. Malam itu, Dullah menangis sejadi-jadinya. Padahal baru beberapa jam lalu dia membuatkan bapaknya wedang jahe, sekarang bapaknya sudah pergi untuk selama-lamanya.

Pagi harinya, jasad Purwadi langsung di kuburkan di pemakaman desa

"Wes le... Sing sabar yo. Mugo bapak disepuro kabeh duso-dusone. Kabeh iki wes nek jobo kuasane awak dewe", hibur Mak Saijem.

Dullah yang disamping Mak Saijem hanya terdiam, pikirannya kacau. Yang dia pikirkan hanya satu. Bagaimana cara membalas dendam pada pencuri yang telah merebut kebahagiaannya. Ya, hanya balas dendam. Dan waktu itu dia masih berumur 14 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun