Mohon tunggu...
Fakhri Ali
Fakhri Ali Mohon Tunggu... Politisi - Global Citizen - Survivor - Learner - Your Man

Catatan kecil yang memiliki arti besar. Menulis adalah terapi kehidupan, selain juga riwayat yg dirasa perlu terarsipkan. Namanya juga catatan •Ini semua hanya catatan, jika ada kesamaan nama, tempat, ataupun cerita, tentu hanya kebetulan semata. Sungguh tidak ada kesengajaan•

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Silahkan Pergi

15 Juni 2019   13:30 Diperbarui: 11 Juli 2022   03:21 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak pernah terbayang, tak pernah terencanakan. Suatu hari kau datang, membawa sebuah harapan. Menyirami hati dan perasaan yang sudah agak gersang. Saat itu, bagiku, kau adalah hadiah terindah dari Tuhan yang diberikan kepadaku dalam kehidupan. Melewati hari-hari saat itu selalu amat membahagiakan, karena ada sapaan pagi dari kau di setiap ku mengawali hari, dan ucapan selamat tidur yang menghantarkanku terlelap di akhir malam.

Awalnya semua terasa indah, kita selalu punya cara berbagi ruang tuk menciptakan kebahagiaan. Bak bulan yang ingin tunjukan pesonanya, matahari menjauh dan bintang meredup berikan kesempatan. Sejak awal cintaku padamu tak pernah setengah hati. Kita saling setia menemani bahkan kadang hingga malam berganti pagi. Sering kita menikmati beberapa gelas kopi, saat kopi itu mendingin, kebersamaan kita menghangatkannya kembali. Mengisi hari-hari dengan hal yang berarti, bermimpi tentang indahnya hari tua nanti, mengukir berbagai kenangan yang terekam menjadi memori.

Aku sadar...
Ketika kita bersiap mencintai seseorang, maka harus siap pula ditinggalkan. Salahku adalah tak pernah siap mengahadapi perpisahan.

Ditengah perjalanan, kau mulai menunjukan perubahan, seperti saat kau pergi dengan seseorang lain ke suatu tempat yang kau tolak saat kuajak. Sapamu tak lagi hangat, bahkan seringkali perselisihan kita yang justru kian panas. Akhirnya aku memilih tak menyapamu, seolah pergi berlalu. Kau anggap aku tak peduli lagi denganmu, hilang tanpa kabar. Kau salah! Aku hanya sedang menjauh, memberimu ruang untuk apa yang ingin kamu rayakan sendirian, tapi ternyata kau malah bersenang-senang bersama seseorang lain, walau hanya sekedar pergi jalan dan makan atau bercakap singkat melalui telepon genggam.

Perubahan itu semakin aku rasakan... Tiap kali kita jalan, kau selalu lirik jam yang terpasang di tangan, seolah berpergian denganku tak lagi jadi hal yang kau idamkan. Kau terlalu memperlihatkan bahwa kau ingin cepat berlalu dihadapanku, mengapa kau tak pernah mendengarkan lagi permintaanku meski itu hanya pura-pura bagimu? Perhatianmu berangsur berkurang padaku, bahkan di saat-saat aku sangat membutuhkanmu.

Aku bukan ingin memaksamu untuk terus selalu berada disisi, tapi sebagaimana kau tau tak pernah aku mencintai wanita sedalam ini. Kau tau bahwa bagiku menghabiskan kopi langganan kita berdua selalu menghiasi hati, dan memandang senyummu adalah hal yang paling kunikmati setelah kopi, tapi entah kenapa senyum itu kian lama tak lagi tampak menyapa, sedangkan aku hanya bisa bertanya-tanya ada apa. Aku bisa apa? Hanya bisa menelan kecewa. Aku mencoba perbaiki, kau malah menjauh dengan pasti.

Sejak saat-saat itu, aku merasa ada memar di mata yang sama lebamnya dengan apa yang kurasa di hati. Semua tentang kita bagiku tinggalah seuntai janji dan sebongkah mimpi, karena kau terlalu kental dalam memori. Entahlah, kadang aku sangat ingin melupakan semua kenangan ketika mereka terjun bebas tak beraturan dalam pikiran. Disisi lain, aku tidak ingin melupakan. Bagaimana denganmu, tuan puteri? Kemudian semuanya berakhir tanpa mampu aku kendalikan, bagaimana seharusnya berjalan tanpa hati ini merasa kesakitan. Aku terhempas begitu keras, oleh gelombang yang tak pernah kubayangkan. Kini aku terbuang, jarak sekejap memisahkan kita, bahkan tuk dengar lagi suaramu yang sejuk pun aku tak mampu, apalagi memandang wajahmu yang teduh.

Bukankah pernah kukatakan padamu bahwa kemarin - hari ini - esok mungkin masalah akan datang. Tapi tak pernah kusangka masalah yang merundung akan serumit dan sepelik ini; Aku menjadi orang yang ingin kembali pada yang ingin pergi, menjadi orang yang ingin dekat pada yang ingin menjauh, dan yang terparah, aku menjadi orang yang menaruh harapan pada seseorang yang justru tak pernah ingin menjadikanku sebagai bagian dari kehidupannya.

Dan untuk kesekian kali aku mendapat pelajaran ini; belajar mengikhlaskan dan belajar melepaskan. Jika aku diberikan satu permintaan untuk disampaikan kepada Tuhan, maka aku akan memohon untuk tidak pernah dipertemukan denganmu. Karena melupakanmu tampaknya akan menjadi hal tersulit yang harus aku kerjakan, dan pada setiap perpisahan, sebaik apapun dirancang, akan selalu ada satu pihak yang tersakiti. Tapi aku pun, jikalau harus memaksa untuk bertahan, maka perasaan yang akan menjadi korban dan penyesalan yang akan datang.

Aku merasa memang terkadang kita harus berani putuskan tuk menjauh dari seseorang. Jika dia peduli, dia akan menyadari. Jika tidak, akulah akhirnya yang tau bagaimana menjalani hari. Kini aku putuskan untuk pergi, sambil terus mengamatimu, apa yang  tak terlihat saat aku tak disisi. Setiap orang perlu waktu untuk menyendiri, bukan karena tak lagi mencintai, tapi untuk merenungkan segala hal yang pernah terjadi, lebih menghargai diri sendiri dengan tidak membiarkan orang lain menginjak-menginjak diri ini.

Setelah kau tinggalkan luka di hati ini, dengan segala yang aku tau kau lakukan selama ini. Aku coba untuk mengobati luka yang ada, belum kering lukanya, malah kau tambah lagi dan kini lukanya kian menganga, mengapa? Semua ucapanmu yang menyalahkanku itu, seolah aku yang jadi penyebab kau berlalu. Memang ternyata luka terkena pisau lebih mudah diobati daripada luka akibat lidah tak bertulang yang sangat membekas di hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun