3. Partai Persatuan Pembangunan
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) meskipun terkesan sebagai partai tua yang ada di Indonesia. Perjalan PPP dalam dinamika politik Indonesia terus menjadi sorotan.Â
Di akhir tahun 2014 meletus lah dualisme kepemimpinan di tubuh PPP. Berlatar belakang dari sikap Surya Darma Ali (SDA) yang mendukung dan ikut mengkampanyekan Partai Gerindra dinilai oleh pengurus DPW PPP sebagai perselingkuhan politik.Â
Alasan dan sikap DPW PPP dirasa tepat karena sesuai dengan aturan yang ada di  AD/ART partai yang ditetapkan pada Muktamar VI PPP no.03/TAP/Muktamar VI/PPP/1/2007 tanggal 1 Februari 2007 Bab V pasal 6 tentang Kedaulatan Partai yang mengatakan bahwa Kedaulatan Partai Persatuan Pembangunan berada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Muktamar.Â
Sikap Suryadharma Ali yang dianggap telah melanggar AR/ART partai, didalam Mukernas II PPP di Bandung mendesak pengurus PPP menjatuhkan sanksi kepada Suryadharma Ali, dalam Mukernas itu memutuskan memberhentikan sementara Suryadharma Ali dari jabatan Ketua Umum PPP. Sementara Emron Pangkapi menjadi Pelaksana harian (Plt) Ketum PPP menggantikan Suryadharma sesuai Pasal 12 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga PPP hingga pelaksanaan Muktamar. Sejumlah kader yang dipecat Suryadharma Ali pun dipulihkan kembali. Namun Suryadharma Ali menegaskan pemberhentian dirinya sebagai Ketum PPP tidak sah.Â
Konflik ini melahirkan dua kubu yaitu, kubu (SDA) sebagai Ketua Umum partai yang sekarang dipimpin oleh Djan Faridz, dan mendapatkan dukungan dari Fernita Darwis, Epyardi dan kubu M. Romahurmuziy sebagai sekretaris jendral PPP yang mendapat dukungan Emron Pangkapi, Suharso Monoarfa,Lukman Hakim Saifuddin, Reni Marlinawati, Joko Purwanto, Dini Mentari, Emalena Muslim, Aunur, Rusli Effendi, Yusroni Yazid, Hizbiyah Rohim, Siti Maryam, Siti Nurmala, dan Mahmud Yunus. Dua kubu PPP yang berkonflik menghasilkan dua keputusan dari dua Muktamar yang berbeda, yakni kubu Ketua Umum hasil Muktamar VIII Surabaya dan kubu Ketua Umum Djan Faridz hasil Muktamar VIII Jakarta.Â
Selain konflik kepentingan elit PPP, hal lain yang menyebabkan dualisme kepemimpinan PPP adalah tidak adanya figur pemersatu. Semenjak ditinggal Kiai Bisri Jansuri PPP berulang kali dilanda konflik, ketika Kian Bisri masih menjabat sebagai ketua Majelis Syuro partai, konflik masih bisa terelakan karena kepemimpinan partai tunduk kepada Majelis Syuro.
Cara yang di tempuh oleh PPP dalam penyelesaian konflik melalui Islah yaitu dengan meminta mahkamah panasehat partai Maimun Zubair dengan diadakannya Dua kubu PPP versi Muktamar Surabaya dan Muktamar Jakarta. Â
Islah tersebut dilakukan setelah para sesepuh PPP turun gunung untuk mempertemukan keduanya dalam Muktamar Persaudaraan Muslim Indonesia. Turunnya para senior membuktikan kepedulian atas PPP yang menganggap konflik internal partai tidak dapat diselesaikan oleh pengurus DPP PPP pada waktu itu.Â
Singkatnya, islah yang diinisiasi oleh para tokoh sepuh PPP gagal menemukan titik terang. Hingga akhirnya kedua kubu bertarung di ranah hukum sebelum akhirnya MA menetapkan bahwa kepengurusan yang sah adalah hasil muktamar Jakarta dengan Rommy sebagai ketua umum.Â
4. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)