Akhir-akhir ini, kata "adab" di kalangan pesantren kembali ramai diperbincangkan di platform media sosial. Banyak yang beranggapan bahwa budaya adab di pesantren kental dengan nuansa feodalisme dan sering kali mengandung penindasan terhadap para santri. Tuduhan tersebut perlu diluruskan agar tidak membingungkan pemahaman masyarakat terhadap nilai-nilai mulia yang telah dijunjung tinggi dalam tradisi pendidikan Islam selama berabad-abad.
Adab bukanlah sarana untuk menindas orang lain. Sebaliknya, adab merupakan bagian dari akhlak mulia yang diwariskan oleh Rasulullah ï·º, dan menjadi inti yang sangat penting dalam perjalanan menuntut ilmu. Dalam Islam, adab memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada ilmu itu sendiri. Imam Malik rahimahullah pernah berpesan kepada putranya, "Pelajarilah adab terlebih dahulu sebelum kamu mendalami ilmu."
Ungkapan ini menggambarkan bahwa adab bukan hanya sekadar formalitas, melainkan merupakan fondasi yang penting dalam perjalanan menuntut ilmu seorang santri. Seorang santri tidak hanya dibekali dengan kecerdasan intelektual, tetapi juga diajarkan untuk bersikap santun dan berperilaku baik, terutama terhadap guru dan sesama penuntut ilmu.Â
Rasulullah  ﷺ bersabda:
"Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang tua, tidak menyayangi anak kecil, dan tidak mengetahui hak seorang alim."
(HR. Ahmad)
Hadis ini menekankan betapa pentingnya menempatkan orang-orang berilmu pada posisi yang terhormat. Penghormatan ini bukan diberikan karena permohonan dari mereka, melainkan sebagai wujud adab dan penghargaan yang diajarkan oleh Islam terhadap ilmu yang mereka miliki.Â
KH. Hasyim Asy'ari dalam kitabnya yang berjudul "Adabul 'Alim wal Muta'allim" memberikan penjelasan:
"Wajib atas seorang penuntut ilmu untuk memuliakan gurunya, menghormatinya, dan merendahkan diri di hadapannya, karena itu termasuk adab yang mengantarkan pada keberkahan ilmu."
Sayangnya, beberapa pihak yang mengamati tradisi pesantren dari luar sering kali salah menafsirkan ungkapan penghormatan, seperti mencium tangan guru, diam ketika guru berbicara, atau menghindari duduk lebih tinggi, sebagai bentuk penindasan. Sebenarnya, semua itu tumbuh dari kasih sayang dan penghormatan, bukan dari rasa takut atau tekanan.Â