Mohon tunggu...
Fahmy Fotaleno
Fahmy Fotaleno Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis - Akademisi - Seniman

Pemimpi kelas kakap, pembual paruh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Zaman Sudah Sangat Maju, Jangan Lagi Hanya PNS yang Disebut Pekerjaan

24 Juli 2021   13:26 Diperbarui: 24 Juli 2021   13:30 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berat memang rasanya ketika memutuskan untuk merantau dan meninggalkan kampung halaman pada awal 2013 lalu. Banyak hal yang berkecamuk dalam diri saat itu apalagi saat saya harus meminta izin ke orang tua, khususnya Mama dan meninggalkannya untuk sementara waktu.

Alasan utama saya memutuskan untuk merantau ke Ibukota adalah ingin keluar dan "lari" dari lingkungan yang hanya menilai bahwa selain Pegawai Negeri Sipil (PNS), itu bukan pekerjaan. Sementara saya bercita-cita ingin menjadi pesepakbola profesional, musisi dan jurnalis.

Tiga hal tersebut memang dianggap bukan sesuatu yang dapat menjamin hidup di kampung saya, khususnya di keluarga besar saya. Pokoknya harus daftar dan masuk PNS.

Karena tes CPNS tidak selalu ada setiap saat, tentunya mengharuskan saya untuk mencari kegiatan lain yang menghasilkan uang pada saat lulus kuliah. Mengingat menjadi atlet dan musisi benar-benar tidak bisa menghasilkan uang di kampung saya, maka memilih jadi jurnalis di sebuah surat kabar harian lokal adalah pilihan yang paling masuk akal saat itu. Meski hanya digaji Rp3.000 per berita, saya tidak keberatan karena saya menjalaninya dengan suka cita.

Meski saya sudah bisa mandiri dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dari hasil sebagai wartawan, namun tetap saja itu dianggap bukan pekerjaan. Bahkan beberapa kali saya memang lomba menulis baik tingkal lokal maupun nasioanal, tidak akan menurunkan semangat orang-orang terdekat untuk meminta saya mengikuti tes masuk CPNS.

Menyakitkan memang, apa yang sudah saya lakukan untuk membuktikan bahwa tanpa menjadi PNS, saya juga bisa hidup, masih belum bisa meyakinkan orang-orang terdekat saya. Sampai pada akhirnya saya memutuskan untuk mencari peruntungan di tanah rantau.

Singkat saja, seandainya saya tidak berani memutuskan untuk merantau, saya mungkin tidak akan mencapai titik ini. Dan akhirnya orang-orang di kampung tidak lagi menanyakan dan meminta saya untuk jadi PNS. Entah karena mereka sudah capek memintanya atau mereka sudah mengerti bahwa dalam sejarah orang tidak harus jadi PNS.

Wartawan Tak Perlu Kuliah Tinggi-tinggi

Memilih dan memutuskan untuk terus sekolah sampai jenjang paling tinggi ternyata tantangannya cukup besar. Namun dari semua tantangan yang besar itu, yang paling menyedihkan buat saya adalah mengetahui kenyataan bahwa banyak orang yang menilai bekerja di media atau menjadi wartawan itu gak perlu tinggi-tinggi sekolahnya.

Bahkan ada yang beranggapan bahwa ketika orang yang sudah punya pendidikan tinggi, gak perlu atau sudah gak pantas lagi kerja di media. Harus cari pekerjaan yang dianggap selevel dengan gelar, apalagi orang-orang terdekat saya menilai usia saya masih muda dan layak untuk dapat pekerjaan yang lebih bergengsi dan mapan.

Memang pada kenyataannya, bekerja sebagai wartawan tentunya jauh dari kata mapan mengingat rata-rata gaji wartawan di Indonesia. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta merilis upah layak bagi wartawan di Ibu Kota untuk tahun 2020. Survei terhadap 144 jurnalis muda dari 37 media di Jakarta dengan masa kerja di bawah tiga tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun