Mohon tunggu...
Fahmi anggraini suryateja
Fahmi anggraini suryateja Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja Sosial yang sekarang tinggal di Papua.

Bekerja dan berkarya untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net-Zero Emissions: Resolusi yang Hendaknya Tidak Berhenti pada Narasi

20 Oktober 2021   09:17 Diperbarui: 20 Oktober 2021   09:23 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang anak menggunakan kotak bekas untuk beraktivitas di luar rumah akibat banjir rob di Samarinda, Kalimantan Timur tahun 2020. Pemanasan global mengancam kehidupan manusia dengan kerugian yang tidak sedikit (gambar: kompas.com)

Pada 2016 sebongkah es seluas 580 km2 lepas dan hanyut di Antartika. Wilayah Kutub Selatan tersebut, menghangat 0,5C. Jika dibiarkan--dengan laju kenaikan suhu saat ini--akan menaikkan permukaan laut setinggi satu meter, sebelum tahun 2100. 

Menurut Greenpeace, kenaikan satu centi meter bisa menenggelamkan satu juta orang. Maka kenaikan air laut setinggi  satu meter bisa menenggelamkan seratus juta orang.

"Gletser di wilayah ini [Antartika] mundur paling cepat di muka Bumi" Kata Eric    Rignot, ahli glasiologi di NASA Jet Propulsion.

Tak banyak waktu untuk mengulur. "Kecepatan leleh ini benar-benar gila. Sebelumnya tidak terbayangkan bahwa gletser dapat meleleh secepat ini". Kata peneliti Adrian Jenskin, Profesor Geografi dan Ilmu Alam  di Northumbria University.

Ilmuwan sudah memperingatkan bahwa kondisi Bumi memanas. Meningkat sejak revolusi industri awal abad ke-19. Dampaknya bisa sangat kolosal. Iklim tidak terprediksi, anomali iklim terjadi. Mengusir masyarakat pesisir, menggagalkan panen petani. Intensitas hujan deras semakin sering. Banjir dan longsor menjadi langganan. 

Di sisi lainnya, kekeringan ekstrem melanda. Kebakaran semak dan hutan menggila. Gagal panen bisa terjadi. Kelaparan membayang dan kemiskinan meningkat.

Simbiosis Parasitisme Manusia dan Alam

Deforestrasi hutan di Papua untuk di ganti tanaman perdagangan (sawit) adalah ancaman bagi kelestarian alam (gambar:kompas.com)
Deforestrasi hutan di Papua untuk di ganti tanaman perdagangan (sawit) adalah ancaman bagi kelestarian alam (gambar:kompas.com)

Manusia telah memanen, apa yang dia semai. Siapa menabur karbon akan menuai badai. Industrialisasi, kebakaran hutan, deforestrasi untuk sawit telah meningkatkan cemaran karbon di atmosfer. Bumi tidak lagi mampu meregenerasi apa yang dilakukan oleh manusia. Kebutuhan akan kayu, makanan dan penyerapan karbon melebihi apa yang bisa disediakan Bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun