Mohon tunggu...
Fahmi Lathif
Fahmi Lathif Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk keabadian

email: fahmilathif08@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Proses Berpikir Siswa

14 Oktober 2021   11:43 Diperbarui: 14 Oktober 2021   11:53 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika pembelajaran di kelas dimulai, sering kali kita melihat perilaku siswa yang kreatif. Saya sebut kreatif disini karena tingkah laku siswa antara satu dengan lainya berbeda.  Perilaku tersebut dipengaruhi oleh kepribadiannya. Ada yang memiliki sifat pendiam, mudah malu kalau ditunjuk untuk membaca, bersemangat banyak cerita, dan melamun di kelas. semua itu merupakan perilaku siswa yang sangat kreatif yang seharusnya bisa kita pahami.

Sebagai guru tentunya kita pasti merasa bosan melihat perilaku tersebut, terlebih jika menghadapi siswa yang bandel. Namun perlu kita sadari bahwa setiap siswa sebenarnya memiliki kemampuan yang mumpuni jika kita arahkan dengan benar. Kita sebagai guru tidak boleh cepat berkesimpulan buruk, tetapi itu adalah sebenarnya potensi.

Jika kita melihat kembali ajaran Ki Hajar Dewantara, sekolah adalah taman bermain siswa untuk belajar. Disitulah letak dari filosofi pendidikan kita sebenarnya. Taman bermain yang di dalamnya terdapat siswa-siswa belajar yang memiliki karakteristik dan sifat yang berbeda. Bermain diartikan siswa boleh memilih permainan apa yang diambil sesuka hatinya. Permainan disini boleh dikatakan sebagai proses belajar. Jika kita memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih maka akan menumbuhkan sikap percaya diri siswa dalam belajar. Namun dalam memberikan kebebasan harus ada pendampingan dari guru.

Pendampingan disini adalah berupa memberi contoh yang baik dan mengarahkan siswa untuk belajar. Disisi lain, masih banyak guru yang belum menyadari hal tersebut. Ketika menghadapi siswa yang bandel tak jarang guru hanya menegur saja tanpa memberikan contoh yang baik bahkan mengabaikannya. Mereka masih berpedoman "bukan anak saya". Statememen seperti itu layak kita buang jauh-jauh karena mendidik adalah tugas kita sebagai guru yaitu mendidik akhlak, pola pikir, dan sikap bertanggung jawab. Kita sebagai guru punya kewajiban untuk memperbaikinya.

Guru harus adil dalam memberikan nilai. Bagi seorang guru, nilai sempurna adalah sesuatu yang berharga dan patutut diapresiasi. Namun, itu sebenarnya adalah presepsi yang keliru. Kita sebagai guru yang harus diutamakan adalah proses siswa dalam berpikir mencapai nilai itu, bukan siswa yang mendapatkan nilai sempurna. Karena di dalam proses berpikir itu, ada niatan berpikir, menguras pengetahuan dari otak, dan menemukan titik temu antara pengaman belajar dengan permasalahan yang dihadapai. Itulah yang seharusnya perhatikan oleh guru. Walapun siswa tersebut bandel mendapatkan nilai rendah tetap harus kita apresiasi.

Selain itu, siswa mengantuk juga proses berpikir. Jika pembelajaran di kelas kita dapati siswa mengantuk, tandanya siswa tersebut mengalami proses berpikir. Di dalam pikiranya, ketika telinga kita mendapati suara yang mengarah pada pemecahan masalah, akan berbalik menjadi rasa mengantuk. Tetapi ketika selesai pembelajaran, siswa akan semangat kembali tertawa riang gembira. Itulah sebenarnya proses berpikir siswa ketika belajar tanpa kita sadari.

Jika kita hanya berpikiran nilai sempurna dan mengabaikan proses berpikir, maka pembelajaran di sekolah tidak akan pernah sampai pada tahap analisis hanya menghapal. Apalagi, kecenderungan siswa sekarang adalah pandai menghapal bukan analisis maka akan menyebabkan rendahnya mutu pendidikan.

Perlu kita cermati bersama bahwa proses berpikir siswa harus kita hargai, walauapun siswa itu bandel, nilai buruk, melamun dan mengantuk. Penggunaan metode belajar apapun tidak akan sanggung mengalahkannya jika guru belum paham apa itu proses berpikir. Proses berpikir disini artinya menyatukan rasa, pikiran, dan kemauan untuk mendapatkan hasil maksimal. Bukan diartikan nilai atau produk, tapi prosesnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun