Mohon tunggu...
Fahed Syauqi
Fahed Syauqi Mohon Tunggu... Penulis - Cirebon, NGO Enthusiast, CEO Berlin Community, Director of Medcamp, Researcher at Center World Trade Studies UGM

Luruskan niat, perbanyak shalawat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Mutiara" sebagai Solusi Kekerasan terhadap Wanita yang Merajalela

23 Oktober 2022   19:50 Diperbarui: 24 Oktober 2022   06:08 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Akar dari MUTIARA (Dokpri)

Lautan yang begitu luas mengandung banyak sekali manfaat bagi kehidupan manusia. Dalam setiap aliran arusnya, memiliki suara yang begitu indah. Manusia terbawa oleh alunan suara yang begitu damai sehingga dapat memberikan rajutan ide yang begitu bermakna. Lautan menyimpan banyak sekali manfaat didalamnya. 

Salah satu hasil lautan yang sangat indah ialah Mutiara. Indonesia mempunyai julukan sebagai penghasil Mutiara terbesar di dunia. Hal tersebut terlihat dari penghasilan Mutiara Laut Selatan yang luar biasa mencapai 42% secara global (DARILAUT.ID, 2018). 

Penghasilan Mutiara laut selatan terbesar di dunia ternyata tidak membuat Indonesia luput dari permasalahan sosial. Bila diibaratkan dengan Mutiara, permasalahan Indonesia layaknya seperti cangkang sebuah mutiara yang bersifat begitu keras dan sulit untuk dikendalikan. Salah satu permasalahan yang selalu menjadi perhatian adalah masalah terkait bagaimana kekerasan terhadap wanita yang semakin merajalela.

Wanita merupakan makhluk tuhan yang begitu unik. Ketika hatinya tersentuh dengan diorama kata-kata indah, maka wanita terkadang sulit untuk mengendalikannya. Kekerasan yang dialami oleh Wanita semakin meningkat sejak adanya pemberitaan lewat sosial media. Hal ini tidak hanya dianggap sebagai drama, namun menjadi kenyataan pada setiap lika-liku kehidupan. Kekerasan terhadap wanita pun dikenal sebagai Femisida di belahan dunia. 

Femisida memiliki makna bahwa kebencian berbasis gender dan wujud patriarkis yang dipupuk sehingga menimbulkan kekerasan secara spesifik masih sangat kental. Korban dari kekerasan tersebut semakin meningkat, hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti, coreng kehormatan, ketidakmampuan ekonomi hingga sifat gender (PATH, the Inter-American Alliance for the Prevention, the Medical Research Council, the World Health Organization (WHO), 2008). 

Kasus Femisida atau kekerasan terhadap wanita memiliki angka yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari catatan komnas perempuan dari CATAHU atau Catatan Tahunan 2022 menjelaskan bahwa kekerasan terhadap wanita memiliki kasus yang kian mengkhawatirkan dengan peningkatan yang signifikan sebesar 52%. Laporan Kasus Berbasis Gender atau KBG mencapai 327.629 di tahun 2021 dari sebelumnya 215.694. Hal ini harus menjadi perhatian bersama terkait penangan kasus berbasis gender oleh semua pihak.

Kekerasan Berbasis Gender atau KBG begitu nyata disekeliling kita. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana wanita diperlakukan kurang berkenan pada lingkungan tertentu. Dari kasus tersebut, sudah saatnya kita menjalin kembali nilai saling peduli terhadap kasus kekerasan berbasis gender. Pada kesempatan kali ini, saya akan berbagi solusi terkait kekerasan terhadap Wanita melalui satu kata yang penuh makna. Kata tersebut harus diletakkan dalam pikiran yang penuh dengan nalar dan hati yang penuh dengan kejernihan. 

Kata tersebut ialah "Mutiara" atau Muliakan Hati dan Raga. Setiap kekerasan yang terjadi ditimbulkan dari hati yang tidak jernih. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana wanita seringkali dianggap sebagai objek kekerasan. Ketika hati ini telah bergetar untuk tidak melukai bahkan menyentuh wanita dengan senonoh, maka kekerasan tersebut bisa diatasi dengan baik. 

Kenapa hati dapat menjadi solusi terhadap kekerasan berbasis gender? Hati pun diibaratkan sebagai bulu yang berada di akar pohon. Imam Al-Ghazali pun pernah menjelaskan bahwa hati dibagi menjadi dua yakni, fisik dan spiritual. Hati yang bersifat spiritual merupakan esensi dari hidupnya manusia (Olatoye, 2013). Oleh karenanya, sifat hati yang begitu lembut memungkinkan hati tersebut terguncang oleh angin yang berhembus walau hanya dalam sanubari.  

Muliakan Hati dan Raga atau Mutiara pun sudah saatnya disematkan dalam memandang wanita. Ketika hati telah memiliki pondasi yang kuat melalui indahnya menjalankan hidup beragama, maka raga pun akan mengikuti tindakan dari hati tersebut. Hati bersifat sangat lembut. Oleh karenanya, ketika kita memperlakukan wanita sudah selayaknya diperlakukan dengan lembut.

Wanita juga digambarkan sebagai Mutiara yang berada di dasar palung yang terdalam. Ketika kita sudah menggapainya dengan susah payah, maka rawatlah Mutiara tersebut dengan sebaik mungkin. Bukankah Mutiara bila semakin dirawat maka harganya pun akan semakin mahal? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun