Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sifr

15 Mei 2020   20:04 Diperbarui: 15 Mei 2020   20:05 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Sifr.” Kehampaan ini membuatku tidak tahu apakah aku berjalan lurus, memutar, menukik atau menanjak, atau jangan-jangan aku hanya melayang-layang di tempat sementara kehampaan mengalir menjauhiku.

“Sifr.” Kini aku benar-benar takut, aku tak pernah merasa setakut ini, padahal ini bukan di neraka. Tetapi siapa yang tahu, bagaimana seandainya kalau inilah neraka itu? Bukan, bagaimana kalau ini sebenarnya adalah limbo? Tidak juga, bagaimana kalau ini adalah purgatori? Kurasa aku keliru, kurasa jawaban sebenarnya adalah nirwana, tetapi untuk membuktikannya aku harus bersemedi.

“Sifr!” Aku tidak menyangka, ternyata aku bisa mengingat kembali semua episode kehidupanku, bahkan sejak aku masih berupa zigot! Aku ingat percakapan orang tuaku di luar sana. Aku ingat tendangan pertamaku pada dinding rahim ibu. Aku ingat bagaimana tangisan pertamaku.

Dalam kesadaran kusaksikan film dokumenter diriku, sangat detil, dari rahasia yang kusembunyikan dalam ruang privat sampai berbagai pengalaman yang kualami bersama orang-orang terekam dengan jelas. Sampai akhirnya, aku melihat lagi tayangan ulang sebelum maut menjemput, lengkap dengan imajinasiku tentang kenangan bersama orang-orang gila. Lalu aku kembali ke sini, ke kehampaan ini.

Sekali lagi kucoba untuk melihat kembali rekaman hidupku. Ada yang ganjil, rekaman kali ini diputar secara mundur. Suara-suara di kamar rawat bermunculan kembali, kemudian imajinasi tentang panta rhei, lalu fraktal gelombang yang perlahan-lahan menyusut menjadi wujud benda-benda: langit dan cakrawalanya, gedung dari puncak hingga ke kakinya, juga pepohonan dan tiang listrik, tidak ketinggalan segala sesuatu yang terhampar di tanah, jalanan, trotoar dan teras-teras gedung.

Tetapi wujud itu tak bertahan lama, garis-garis pinggir benda-benda tersebut semakin terdistorsi, memuai sampai akhirnya menjadi gelombang lagi. Lama-kelamaan mengepul menjadi serupa asap yang meliuk dengan gemulai, lalu tambah pekat, hingga akhirnya terlihat menyerupai kepulan awan yang menunjukan banyak wajah. Semua wajah itu membukakan mata mereka.

Dari mata mereka aku melihat diriku, juga melihat segalanya. Saat aku kembali pada diriku, wajah-wajah itu berteriak kemudian menjadi air muka yang menangis. Awan itu pun meleleh.

Dari lelehan awan tersebut kulukis kembali dunia, kusebarkan bercak-bercak yang menjadi bintang dan galaksi, di salah satu titik itu kutempatkan bumi. Aku bisa melihat segalanya, sebab aku mengintip dari setiap rongga setiap sesuatunya!

Setelah semua itu, aku memejamkan penglihatan, memusatkan perhatian pada benakku, dan perlahan membuka mata; sekarang aku adalah bayi yang melihat ibunya, di saat yang sama aku juga ibu yang melihat bayinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun