Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sifr

15 Mei 2020   20:04 Diperbarui: 15 Mei 2020   20:05 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Tuhan itu apa?” Tanyaku pada seorang pria paruh baya yang bertelanjang dada, kotoran yang melapisi kulitnya nyaris seperti oli bekas, sementara rambut gimbalnya yang agak beruban dan acak-acakan mengingatkanku pada sarang burung walet.

Orang gila ini belum menjawab, dia duduk bersandar pada sebuah tiang listrik dengan kepala yang didongakan ke arah matahari. Mungkin dia melihat Apollo atau Ra sedang berbicara padanya lewat sinar siang menjelang petang. Lama-kelamaan bagiku dia terlihat seperti Diogenes.

“Katanya tulang tahu dia Tuhan, juga tong tahu Tuhan itu… Dua-duanya benar.” Begitulah katanya seingatku, sebab dia berbicara dengan cepat kemudian kembali melamun seolah-olah cuma ada dirinya dan Apollo atau mungkin Ra yang mengintip dari matahari.

Keisenganku tiba-tiba surut, aku tidak tertarik lagi untuk mengganggu semedinya. Namun sebersit intuisi menoros ke dalam benakku demi mengantarkan sebuah makna untuk kata-kata gila tadi.

Mungkin yang dia maksud bukan benda tulang, tetapi seperti tong yang hanya mengenal kosong atau isi. Bukankah di dalam tulang keduanya, baik kosong dan isi, ada dan tiada saling berdampingan, menjadi kesatuan yang kita nyatakan sebagai ‘rongga’?

Mungkin dalam pikiran gilanya, orang itu dibawa masuk ke dalam tulang, tumbuh menjadi jaringan dalam tulang yang tak mungkin mengisi tulang sepenuhnya. Dia menyaksikan peristiwa penciptaan, dari tiada menjadi ada. Dengan demikian, kupikir Tuhan itu bisa isi, bisa juga kosong, bisa juga bukan keduanya.... sekaligus keduanya?

Tak dinyana suara tawa mania tiba-tiba membawaku kembali ke kenyataan, rupanya aku sudah berjalan cukup jauh selama berpikir, ketika kutengok dari mana asalnya suara tawa tersebut tidak ada kepastian. Orang gila itu sudah tak ada di tempatnya, mungkin dia pergi ke suatu gang, atau menyebrang, atau bersembunyi di suatu tempat. Yang pasti dia akan selalu ada di dalam pikiranku.

Nyatanya, sampai sekarang dia memang tinggal dalam kepalaku, menjengukku bersama orang-orang gila lainnya yang pernah kuwawancarai dengan pertanyaan serupa. Tuhan itu apa? Mereka semua berbagi jawaban serupa, “Tuhan itu ruangan… Tuhan itu kosong.”

 Namun di antara mereka yang menyadarkanku pada kesimpulan itu tersebut adalah wanita gila yang dijuluki ‘wewe gombel’ oleh warga sekitar, tentunya karena dia memiliki payudara seperti buah pepaya, belum lagi dia selalu wara-wiri di sekitar area pemakaman. Oh, nyai Wewe Gombel, mudah-mudahan kau berziarah ke makamku nanti.

Tidak seperti orang gila lain yang menjawab dengan melantur dan teka-teki yang obscure, nyai Wewe Gombel menjawab sambil menangguk-anggukan kepalanya dengan gerakan ritmis, nyaris seperti sedang berdzikir. Saat dia melakukannya, aku bisa mendengar bisikannya yang dilakukan berulang-ulang, “Shofer… shofer… shofer… shofer…”

Waktu pertama aku sempat kebingungan, aku mengira dia mengindahkan pertanyaanku dan malah tenggelam di dunianya sendiri. Tetapi pada kesempatan lain saat kutanyakan kembali dia melakukan hal yang sama, “Shofer… shofer… shofer…”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun