Mohon tunggu...
Rifadz Palinggam Djati
Rifadz Palinggam Djati Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Pergantian Musim

Menulis apa adanya tentang sesuatu yang ada apa-apanya. \r\n\r\nPernah aktif menjadi blogger tahun 2007-2008 kemudian beralih ke facebook group. Menyenangi kegiatan dokumentasi dan analisa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerajaan Koying, antara Kerinci dan Jalur Perdagangan Selat Sunda

16 November 2011   13:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:35 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari uraian diatas terlihat titik berat pendapat ini adalah keberadaan keramik-keramik tersebut dan penafsiran Chu-po sebagai Jambi. Menurut penulis kedudukan Chu-po ada di muara pertemuan dua sungai (Muara Tembesi) padahal deskripsi tentang daerah di muara pertemuan dua sungai ini adalah deskripsi untuk Chen Pi (Jambi). Istilah Chen Pi baru muncul setelah Abad Kesepuluh Masehi. Penulis membelokkan Chu-po menjadi Chen Pi dengan mudahnya untuk mendukung pendapatnya.

Penemuan keramik juga tidak bisa secara langsung dijadikan fakta pendukung berdirinya sebuah kerajaan pada masa pembuatan keramik tersebut. Keramik pada masa Dinasti Han (202 SM s.d 221 M) bisa saja diperdagangkan ratusan tahun setelah masa pembuatannya, bahkan sampai saat sekarang ini.

Apalagi penulis sengaja mengesampingkan fakta yang terdapat dalam catatan yang sama, yaitu:

  • Selain terdapat Gunung Api di Utara Koying, juga terdapat sebuah teluk besar di Selatannya. Teluk ini bernama Teluk Wen yang di dalamnya terdapat sebuah pulau.
  • Koying merupakan daerah penghasil mutiara, emas, perak, batu giok, batu kristal dan pinang. Penduduknya juga sangat banyak. Sebagai penghasil mutiara, tentulah tidak mungkin kalau lokasi Koying berada di Alam Kerinci yang sangat jauh di pedalaman Sumatera.
  • Dalam tulisan yang sama disebut nama Raja Koying adalah Dewawarman, yaitu berdasarkan catatan yang dibuat pada masa Kaisar Wu Di (140 SM – 87 SM) dari Dinasti Han. Catatan tersebut menyebutkan telah terdapat hubungan resmi antara Dinasti Han dengan sebuah kerajaan di Jawa atau Sumatera yang rajanya bernama Diao Bian (Dewawarman) dalam perdagangan mutiara, batu-batu permata, barang-barang antik, emas dan bermacam kain sutra. Catatan sejarah menunjukkan Dewawarman adalah gelar raja-raja di Kerajaan Salakanagara, yang berdiri di pesisir barat Pandeglang, Banten dari tahun 130 M – 362 M.

Disamping poin-poin diatas, analisa Geografi berdasarkan peta yang kami sajikan dibawah ini menunjukkan sangat susah untuk mencapai Alam Kerinci dari Pantai Timur Sumatera. Kerinci hanya bisa diakses dengan menelusuri salah satu anak sungai Batanghari yaitu Batang Merangin yang berhulu di Danau Kerinci, dari sana harus menyebarangi Danau Kerinci untuk mencapai dataran Alam Kerinci yang subur itu. Peninggalan sejarah Kerinci umumnya ditemukan di dataran Kerinci yang berbentuk lembah sepanjang Batang Siulak yang bermuara di Danau Kerinci. Daerah aliran sungai (DAS) Batang Merangin ini bukanlah dataran rendah seperti DAS Batanghari, namun berbukit-bukit dan arusnya sangat deras. Sungai ini masih lebar sampai daerah Kota Bangko, selanjutnya ke hulu akan sangat sulit untuk dilayari. Jarak dari Bangko sampai Hulu Batang Merangin ini ada 90 kilometer.

Alternatif Lokasi Kerajaan Koying

Sebelum mencari lokasi yang logis untuk Kerajaan Koying, alangkah lebih baiknya kita sajikan fakta tentang jalur perdagangan yang melintasi Kepulauan Nusantara pada abad pertama dan kedua Masehi.

Berita yang paling meyakinkan tentang hubungan Nusantara dengan Eropa, India dan Cina adalah dengan ditemukannya peta yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus. Peta ini dibuat pada tahun 165 M. berdasarkan tulisan geograf Starbo (27 – 14 SM) dan Plinius (akhir abad pertama masehi). Dalam peta ini digambarkan tentang jalur pelayaran dari Eropa ke Cina dengan melalui: India, Vietnam, ujung utara Sumatra, kemudian menyusuri Pantai Barat Sumatra, Pulau Panaitan, Selat Sunda, terus melalui Laut Tiongkok Selatan sampai ke Cina (Yogaswara, 1978: 21-38).

Sekarang mari kita rangkum poin-poin dalam Catatan Wan Chen dalam konteks jalur perdagangan yang melintasi Nusantara pada abad pertama dan kedua Masehi (165 M – 280 M):

  • Hubungan dagang Koying dengan Cina adalah dalam hal perdagangan mutiara, emas, perak, batu giok, batu kristal dan pinang.
  • Gelar Raja adalah Dewawarman (Diao Bian)
  • Koying terletak di sebelah Timur Chu Po, penduduknya sangat banyak
  • Di sebelah utara terdapat Gunung Api
  • Di sebelah selatan terdapat Teluk Wen yang memiliki pulau di dalamnya.
  • Pulau tersebut didiami oleh penduduk yang semuanya telanjang bulat, lelaki maupun perempuan, dengan kulit berwarna hitam kelam, giginya putih-putih dan matanya merah. Mereka melakukan perdagangan tukar menukar barang atau barter dengan para penumpang kapal yang hendak berlabuh di Koying seperti ayam dan babi serta buah-buahan yang mereka tukarkan dengan berbagai benda logam.

Dari poin-poin diatas, perkenankanlah saya menyimpulkan bahwa Kerajaan Koying tidak lain adalah Kerajaan Salakanagara sendiri. Semua poin yang ada dalam catatan Wan Chen didukung oleh fakta geografis dan historis berikut:

  • Di pesisir barat Pandeglang, Banten terdapat daerah dengan karakteristik yang sangat cocok dengan deskripsi geografis catatan Wan Chen. Terdapat Gunung Api di Utara (Gunung Krakatau Tua di lautan serta Gunung Pulasari dan Gunung Karang di daratan dekat pesisir barat). Pada saat ini Gunung Krakatau belum meletus sehingga tampak lebih besar dari sekarang.
  • Di sebelah selatan terdapat dua teluk yang cukup besar, salah satunya Teluk Ujung Kulon, dan terdapat pulau di sebelah utara teluk (Pulau Panaitan atau Pulau Sumur)
  • Chu po lebih sering ditafsirkan sebagai Jawa, bukan Jambi. Dinasti Song masih menyebut Kerajaan Medang pada abad keenam sebagai Cho Po.
  • Penduduk pulau-pulau kecil di Selat Sunda dan Pantai Barat Sumatera (khususnya Pulau Enggano) adalah bangsa Melayu Tua yang berkulit lebih gelap. Beberapa catatan Bangsa Eropa menyebutkan karakteristik yang sama dengan catatan Wan Chen tentang penduduk pulau-pulau kecil.
  • Dewawarman adalah gelar raja-raja di Kerajaan Salakanagara, yang berdiri di pesisir barat Pandeglang, Banten dari tahun 130 M – 362 M.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun