Mohon tunggu...
Rifadz Palinggam Djati
Rifadz Palinggam Djati Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat Pergantian Musim

Menulis apa adanya tentang sesuatu yang ada apa-apanya. \r\n\r\nPernah aktif menjadi blogger tahun 2007-2008 kemudian beralih ke facebook group. Menyenangi kegiatan dokumentasi dan analisa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kerajaan Koying, antara Kerinci dan Jalur Perdagangan Selat Sunda

16 November 2011   13:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:35 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu periode kegelapan dalam Lintasan Sejarah Sumatera adalah masa antara abad pertama sampai abad kelima Masehi. Catatan sejarah dari Cina pertama kali muncul pada tahun 645 M dimana Kerajaan Malayu (Minanga) mengirim utusan ke Cina (catatan Wang Pu). Pada rentang tahun 1 M – 644 M praktis tidak ada catatan Cina yang menyebut daerah sekitar Sumatera.

Meskipun demikian ada catatan-catatan tentang daerah di laut selatan (Kepulauan Nusantara) yang mengirim utusannya ke Cina pada rentang 441 M – 563 M. Daerah yang disebut itu adalah Kerajaan Koying dan Kerajaan Kantoli.

Diluar catatan sejarah ada pula dua kerajaan yang disebut-sebut pernah ada di Sumatera sebelum tahun 500 M yaitu Kerajaan Kandis yang beribukota di Istana Dhamna dan Kerajaan Koto Alang. Sumber cerita tentang kedua kerajaan itu adalah Tombo Lubuk Jambi. Untuk sementara kita tinggalkan pembahasan yang sifatnya ahistoris dan legendaris dan fokus pada dua kerajaan pertama yaitu Kerajaan Koying dan Kerajaan Kantoli.

Kerajaan Koying

Keberadaan Kerajaan Koying diidentifikasi berdasarkan catatan yang dibuat oleh K’ang-tai dan Wan-chen dari Dinasti Wu (229-280) tentang adanya negeri Koying. Tentang negeri ini juga dimuat dalam Ensiklopedia T’ung-tien yang ditulis oleh Tu-yu (375-812) dan disalin oleh Ma-tu-an-lin dalam ensiklopedia Wen-hsien-t’ung-k’ao (Wolters 1967: 51).

Diterangkan bahwa di Kerajaan Koying terdapat gunung api da kedudukannya 5.000 li di timur Chu-po (Jambi ?). Di utara Koying ada gunung api dan di sebelah selatannya ada sebuah teluk bernama Wen. Dalam teluk itu ada pulau bernama P’u-lei atau Pulau. Penduduk yang mendiami pulau itu semuanya telanjang bulat, lelaki maupun perempuan, denga kulit berwarna hitam kelam, giginya putih-putih dan matanya merah. Mereka melakukan dagang tukar menukar barang atau barter dengan para penumpang kapal yang mau berlabuh di Koying seperti ayam dan babi serta bebuahan yang mereka tukarkan dengan berbagai benda logam. Melihat warna kulitnya kemungkinan besar penduduk P’u-lei itu bukan termasuk rumpun Proto-Negrito atau Melayu Tua yang sebelumnya menghuni daratan Sumatera.

Menurut catatan Cina, Koying memiliki pelabuhan dan telah aktif mengadakan perdagangan, terutama dengan berbagai daerah di Pantai Barat Sumatera. Catatan Cina tentang hal itu didapatkan dari sumber India dan Funan (Vietnam) karena pengiriman utusan perdagangan langsung dengan Cina belum dilakukan. Dilaporkan selanjutnya bahwa Koying berpenduduk sangat banyak dan menghasilkan mutiara, emas, perak, batu giok, batu kristal dan pinang.

Dimanakah Kerajaan Koying?

Sampai saat ini belum ada kesepakatan dari ahli sejarah tentang lokasi kerajaan ini, namun ada beberapa pendapat yang mengajukan Kerinci sebagai pusat Kerajaan Koying. Pendapat ini disokong antara lain oleh penulis artikel Kerajaan Koying di Wikipedia. Artikel tersebut tidak menyertakan sumber tulisan yang dapat ditelusuri mengenai keterkaitan Kerinci dengan Koying, sehingga dapat dianggap hanya opini atau hipotesa dari penulis artikel. Apalagi pada akhir tulisan dihubung-hubungkan dengan Tambo Alam Kerinci.

Pendapat penulis artikel ini sepertinya berdasarkan kepada:

  • Catatan yang menyebutkan bahwa Koying terletak di Timur Chu-po (yang diinterprestasikan sebagai Jambi).
  • Keberadaan Gunung Api di Utara Koying (ditafsirkan sebagai Gunung Kerinci)
  • Penemuan keramik Cina yang berasal dari zaman Dinasti Han di Cina (202 SM s.d 221 M), barang-barang tersebut berupa guci terbuka, guci tertutup, mangkuk bergagang dan wada berkaki tiga tempat penyimpanan abu jenazah. Benda-benda keramik yang telah ditemukan kelihatannya bukan barang kebutuhan sehari-hari, melainkan barang-barang yang sering digunakan untuk upacara sakral bagi keperluan wadah persembahan. Penemuan benda-benda yang berasal dari negeri Cina sebagaimana diungkapkan di atas, menunjukkan adanya jalur perdagangan atau kontak dagang baik secara langsung maupun tidak langsung antara penduduk negeri Koying dengan penduduk dari daratan negeri Cina.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun