Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskursus "Diaspora Yaman" (Dalam Panggung Politik 2024)

15 Februari 2023   20:05 Diperbarui: 16 Februari 2023   06:13 1192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal Jung Jawa yang dapat melayani pelayaran antar benua pada masa lalu (sumber: wikipedia.org)

Seperti Jamur di musim hujan, pembahasan tentang "diaspora Yaman" kembali tumbuh mekar pada akhir-akhir ini. Tentu saja,  orang-orang pada umumnya melihat fenomena ini sebagai sebuah dinamika - konsekuensi majunya Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden RI di pemilu 2024 nanti.

Sayangnya, diskursus sejarah kedatangan diaspora Yaman di Nusantara tampaknya dilakukan separuh hati. Dalam artian tidak mengalami penggalian literatur yang signifikan.

Mengapa tidak ada pihak yang berani mengangkat diaspora Yaman di Nusantara dalam perspektif yang lebih radikal? Apakah karena para intelektual yang berjibaku dalam diskursus ini tidak memilik jiwa explorer sebagai seorang sejarawan? 

Karena melihat sejarah Yaman di Nusantara hanya berdasar sejauh pandangan L.W.C van den Berg dalam bukunya yang membahas tentang Hadramaut dan koloni Arab di Nusantara (Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien), jelas seperti mengobservasi ombak besar di samudera luas dari laguna (perairan tenang).

Selama ini, kedatangan diaspora Yaman di Nusantara selalu hanya diasosiasikan dengan kedatangan Islam di Nusantara, dan sepertinya,  tidak ada seorang pun peneliti di Indonesia yang berani melihat lebih jauh apa sesungguhnya yang ada di balik frontier ini.

Ya, di balik frontier itu ada 'dunia kuno' - Periode sejarah umat manusia yang minim sumber referensi tertulis. 

Penulisan sejarah dunia kuno memang sangat sulit, terutama karena sikap kritis masyarakat ilmiah yang senantiasa menuntut referensi teks dari sumber-sumber otentik dan terpercaya. Hal ini sering menyebabkan kebuntuan penelitian, konsekuensi yang dalam pandangan saya mestinya dihadapi oleh para peneliti sejarah dengan cara yang kreatif.

Salah satu cara kreatif tersebut adalah dengan menggunakan metode observasi fenomenologi linguistik (phenomenological linguistics), yang menurut John Langshaw Austin (filsuf bahasa dari Inggris), merupakan upaya untuk menjelaskan fenomena melalui analisis bahasa.

Heidegger, Merleau-Ponty, dan Gadamer sangat memperhatikan peran dan signifikansi bahasa dalam konteks penyelidikan fenomenologis. Ulasan Foucault tentang sifat bahasa dan diskursus - berkontribusi pada eksplorasi tertentu tentang hubungan antara pemahaman, budaya, historisitas, identitas, dan kehidupan manusia.

Dalam karya Jacques Derrida kita dapat menemukan pandangan fenomenologi linguistik yang relevan dengan penelitian sejarah dunia kuno. 'Dekonstruksi', salah satu tema dasar dalam fenomenologi linguistik merupakan konsep pendekatan yang dipelopori oleh Derrida.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun