Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Chhatra" (Payung) Simbol Penguasa Chakravartin dan Kaitannya dengan Sebutan "Payung Ri Luwu"

27 Januari 2020   15:21 Diperbarui: 27 Januari 2020   16:51 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pementasan teaterikal I La Galigo yang menggunakan simbol payung (sumber: entertainment.kompas.com)

Setelah dalam tulisan sebelumnya saya mengulas Ratu Sima atau Simpurusiang sebagai Chakravartin sesungguhnya yang disebutkan Buddha Sakyamuni dalam ramalannya, maka dalam bagian ini saya akan mengulas fakta lain yang sekiranya dapat dipertimbangkan bahwa memang Tana Luwu menjadi pusat pemerintahan Chakravartin tersebut (Ratu Sima atau Simpurusiang).

Dalam buku Ancient India (1968: 166), Mahajan V.D, Seorang sejarawan terkenal dari India, menjelaskan bahwa pemerintahan penguasa seperti Chakravarti (Sanskrit: Chakravartin) disebut Sarvabhauma, yaitu sistem kekaisaran utama.

Terminologi "Chakravarti" dianggap Mahajan V.D  sinonim dengan sebutan "Adhipatya". Keduanya, menurut Mahajan V.D adalah sistem kekaisaran dimana kekuasaan raja memberi perlindungan yang berlebih kepada negara di luar perbatasannya, sebagai negara yang dominan.

Sementara dalam kamus Sanskrit Monier-Williams, sArvabhauma kurang lebih didefinisikan sebagai "kekuasaan atas seluruh bumi", "kedaulatan atas seluruh bumi", atau "kerajaan universal". Kata "bhauma" sendiri bermakna: bumi, terestrial, duniawi, dan beberapa bentuk sinonim lainnya.

definisi Sarvabhauma dalam kamus online Monier-Williams (dicapture dari spokensanskrit.org)
definisi Sarvabhauma dalam kamus online Monier-Williams (dicapture dari spokensanskrit.org)

Sebelum saya melanjutkan pembahasan  "sArvabhauma" atau pun "Bhauma", terlebih dahulu saya ingin sedikit mengulas fakta bahwa salah satu tanda seorang cakravartin sebagai penguasa adalah "Chhatra" atau "payung". 

Ini sejalan dengan pendapat DG Sircar dalam "Political Ideas in the Puranas" (1977: 69), bahwa: "kata cakra- vartin berarti sebuah penguasa kekaisaran... eka- Chatra (secara harfiah satu yang seorang diri menikmati payung atau lencana kedaulatan), atau sarvabhauma (penguasa semua negeri, yaitu dunia bumi).

Fakta ini jelas berkorelasi dengan identitas Kedatuan Luwu yang identik dengan simbol "payung". Luwu umum disebut dengan istilah "Pajung ri Luwu". Jadi Simpurusiang sebagai salah satu Raja dalam silsilah Kedatuan Luwu, dapat ditafsirkan menunjukkan jati dirinya sebagai seorang Chakravartin.

Adapun mengenai kata "bhauma" (pada kata "sArva-bhauma"), saya melihat ini identik dengan kata "Beuma", yaitu sebuah nama wilayah yang berada di kaki gunung Sinaji, kecamatan Basse Sang tempe, Kabupaten Luwu (Sulawesi selatan).

Wilayah ini dalam beberapa tulisan sebelumnya telah saya identifikasi sebagai pusat kerajaan Holing (ini salah satu tulisan saya yang membahas hal tersebut: Hipotesis Ini Buktikan Kerajaan Ho-ling Terletak di Sulawesi). 

Dan memang, terdapat cerita turun temurun yang berkembang di Luwu, Toraja, serta beberapa wilayah lainnya di Sulawesi, bahwa leluhur kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi, berasal dari kaki gunung Sinaji ini.

Desa Ledan di Kabupaten Luwu. Masuk dalam wilayah yang akrab disebut
Desa Ledan di Kabupaten Luwu. Masuk dalam wilayah yang akrab disebut "Beuma" oleh masyarakat setempat. (dokpri)
Hari ini, toponim "Beuma" tidak digunakan lagi oleh pemerintah setempat sebagai nama wilayah administrasi secara resmi (apakah itu nama desa atau kecamatan), tetapi masyarakat lokal masih menggunakan nama "Beuma" untuk menyebut wilayah sekitar kaki gunung Sinaji ini, meliputi beberapa desa yang ada disekitarnya.

Yang lebih menarik adalah terdapatnya nama desa "Ledan" di wilayah ini. Nama ini jelas identik dengan sebutan "Li Dan" yang terkait erat dengan catatan sejarah hidup Sima Lingji, Ratu Sima atau Simpurusiang, yang telah dibahas pada tulisan sebelumnya. (baca di sini: Jati Diri dan Fakta Ratu Sima sebagai Cakravartin yang Sesungguhnya)

Tidak jauh dari wilayah ini pula, terdapat mata air asin yang berkadar garam tinggi, yang dalam pembahasan sebelumnya (Di Tanah Berbentuk Kuda Ini Makam Ratu Sima) telah saya ulas sebagai salah satu ciri yang disebutkan dalam ronik Cina ( keunikan keberadaan mata air asin di pegunungan, sebagai ciri geografis yang dimiliki kerajaan Holing).

Desa Rante Balla - kabupaten Luwu, berada di kaki gunung Latimojong, tempat ditemukan mata air asin berkadar garam tinggi (Dokpri) 
Desa Rante Balla - kabupaten Luwu, berada di kaki gunung Latimojong, tempat ditemukan mata air asin berkadar garam tinggi (Dokpri) 

Demikianlah, keberadaan toponim "Beuma"di wilayah ini, yang identik dengan sebutan "sArvabhauma" (terminologi yang terkait khusus dengan Chakravartin), lalu, toponim "Ledan" yang identik dengan kata "Li Dan" (sebuah nama yang terekam dalam jejak sejarah hidup Sima Lingji) ...serta keberadaan air asin berkadar garam tinggi di wilayah pegunungan ini, yang merupakan ciri geografis kerajaan Holing yang disebutkan dalam kronik Cina, mestinya dapat dilihat sebagai fakta yang dapat dipertimbangkan untuk hipotesis bahwa Sima Lingji, Ratu Sima, atau Simpurusiang adalah orang yang sama, dan merupakan sosok Chakravartin yang diramalkan Buddha Sakyamuni.

Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat. Salam
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare-Kediri, 27 Januari 2020 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun