Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Linguistik Komparatif dan Fungsinya dalam Mengungkap Sejarah Kuno

18 November 2019   21:21 Diperbarui: 20 November 2019   13:02 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wikipedia.org

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa Linguistik Komparatif adalah cabang linguistik yang mempelajari kesepadanan fonologis, gramatikal, dan leksikal dari bahasa yang kerabat atau dari periode historis dari satu bahasa.

Dengan demikian, jika dalam suatu penelusuran suatu bahasa ditemukan adanya indikasi kesepadanan-kesepadanan sebagaimana yang dimaksud dalam definisi di atas pada bahasa lain, maka sudah semestinya hal tersebut dilihat sebagai hal yang mengindikasikan adanya kekerabatan di antara kedua bahasa tersebut.

Namun demikian, akan timbul perdebatan jika bahasa yang tengah dikomparasi tersebut berada dalam rumpun bahasa yang berbeda.

Misalnya, jika merujuk pada konsep rumpun bahasa, bahasa yunani kuno bahasa Indonesia dan bahasa tae' berada dalam rumpun bahasa yang berbeda.

Bahasa Yunani kuno tergolong dalam rumpun bahasa Indo Eropa, sementara bahasa Indonesia dan bahasa tae' masuk dalam rumpun bahasa Austronesia.

Yang menarik adalah karena sesungguhnya terdapat beberapa variable pada ketiga bahasa tersebut yang menunjukkan keidentikan, baik jika ditinjau secara fonologis, gramatikal maupun leksikal.

Hal tersebut dapat kita lihat dalam paparan berikut ini...

Kita mengenal kata "teluk" dalam bahasa Indonesia. Dalam KBBI diartikan sebagai "bagian laut yang menjorok ke darat".

Namun melalui pencermatan etimologi serta tinjauan filologi, kita akan menemukan fakta bahwa suku kata te- pada kata "teluk" menunjukkan keidentikan dengan bentuk "the" yang umum terdapat dan digunakan dalam gramatikal bahasa rumpun Indo Eropa. 

Dalam rumpun bahasa Indo-Eropa, Bentuk "the" umumnya Digunakan sebelum kata benda, dan terutama digunakan untuk menandai kata benda, fenomena alam, waktu, atau apa pun yang unik dan ingin ditonjolkan. 

Fungsi "the" yang demikian, akan terlihat dimiliki pula oleh suku kata te- pada kata "te-luk" jika kita memaknai suku kata setelahnya (-luk) sebagai bentuk kata benda. Yakni kata "luk" yang pada hari ini secara spesifik digunakan untuk menyebut lekukan pada keris. 

Jadi, tinjauan history linguistik untuk kata "teluk" adalah bahwa bisa jadi bentuk primordialnya adalah "Te-luk" atau pun "The-Luk". Dalam hal ini, bentuk "Te-luk" atau "The-Luk" dapat memiliki dua pemaknaan.

Yaitu, Secara leksikal (makna yang bersifat tetap) bermakna: Lekuk; keluk; atau lengkungan, dan secara gramatikal (makna yang berubah-ubah sesuai dengan konteks pemakaiannya) dapat mengandung makna sebagai bentuk penekanan terhadap fenomena alam-dalam hal ini "bagian laut yang menjorok ke darat"-ketika disandingkan dengan nama wilayah atau kawasan. Contoh: Te-Luk Benggala, dapat dimaknai: lekukan atau kelukan pada kawasan perairan Benggala. 

Jika kemudian pada hari ini dalam bahasa Indonesia kita temukan kata "teluk" lebih bermakna "bagian laut yang menjorok ke darat", maka dapat dilihat bahwa kata ini kemungkinannya lahir dan berkembang dari suatu komunitas masyarakat bahari yang berorientasi dari sudut pandang laut bukan dari daratan.

Luwu dan Bugis yang sama-sama berarti "Teluk"

Fenomena bahasa yang sangat menarik terkait kata "teluk" ada pada etimologi nama Luwu dan Bugis yang rupa-rupanya sama-sama memiliki makna: teluk.

Hal ini dapat dilihat jika kita mencermati kata "look" (bunyi penyebutan luwuk) yang dalam bahasa Filipina artinya "teluk", dan kata Bo'gi'z (bunyi penyebutan bugis) dalam bahasa Uzbek yang juga artinya " teluk". Untuk diketahui "Luwu dan Bugis" adalah nama entitas etnis atau pun wilayah yang terdapat di Sulawesi Selatan.

Beberapa Antropolog bahkan mengatakan jika Luwu merupakan Bugis Purba atau dengan kata lain asal muasal dari etnis Bugis. 

Dengan demikian, jejak kesamaan makna "Luwu" dan "Bugis" yakni: "teluk", yang ditemukan dalam bahasa yang berbeda (Bahasa Filipina dan Bahasa Uzbek) tentunya bukanlah hal yang kebetulan semata.

Yang lebih menarik karena kesamaan tersebut dapat terkonfirmasi kebenarannya melalui tinjauan fonologi terhadap terminologi kata deluge dalam rumpun bahasa Indo-Eropa. 

"Deluge" adalah sebuah kata dalam bahasa Inggris yang sangat kuno (Old English), Bentuknya dalam bahasa Yunani kuno adalah "loeo". Kata ini kemunculannya di dalam Alkitab, umumnya terkait mengenai pembahasan banjir bah di zaman nabi Nuh.

Jika kita mencermati, dapat kita lihat adanya sifat homophone (bunyi pengucapan yang sama) antara kata "teluk" dengan kata "deluge" (Old English), sementara bentuk kata "luwu" homophone dengan kata "loeo" (Yunani kuno).

Dengan kata lain, entah bagaimana kata "teluk" terserap ke dalam bahaa Inggris Kuno sebagai "Deluge", sementara kata Luwu terserap ke dalam bahasa Yunani kuno menjadi "loeo".

Keberadaan termiologi "deluge" (Inggris kuno) atau dalam bentuk yunani kuno-nya "loeo" - yang menunjukkan kesamaan fonetis dengan kata "teluk" dan "luwu", pada prinsipnya dapat menjadi fakta yang tidak terbantahkan terhadap hipotesis adanya persebaran atau migrasi budaya dari nusantara ke dunia barat pada masa kuno. 

Dapat dikatakan jika ini adalah jejak sejarah kuno manusia yang hilang dalam kabut waktu setelah berlalu dalam kurun waktu ribuan tahun. 

Sebelum memasuki penjelasan lebih jauh, mohon mencermati gambar berikut ini... 

(Dokumen Pribadi)
(Dokumen Pribadi)

Pada gambar di atas dapat kita lihat jika kata "deluge" atau pun "loeo" meskipun homophone dengan kata "teluk" dan "loeo" namun tidak lagi menyandang makna yang sama dengan luwu (yakni: teluk). Pada gambar di atas, terlihat bahwa makna leksikon "deluge" dan "loeo" lebih berkisar pada: Great flood (banjir besar/air bah), wash (mencuci), wash away (membasuh / mencuci bersih) purify (memurnikan), cleanse (menjernihkan).

Namun demikian, makna leksikon "deluge" dan "loeo" tersebut pada kenyataannya dapat pula ditemukan korelasinya pada sebuah toponim di wilayah Luwu, yakni sebuah kampung tua bernama "Sassa'" yang memiliki arti "mencuci". Daerah Sassa' saat ini masuk dalam wilayah administrasi kecamatan Baebunta, kabupaten Luwu Utara.

Demikianlah, penelusuran yang dibahas dalam tulisan ini bisa jadi merupakan pintu masuk dalam mengurai sejarah manusia yang telah sangat sangat kuno. 

Pemahaman holistik yang sekiranya dapat terbangun adalah bahwa segala temuan-temuan arkeologis di pulau Jawa, Sulawesi, Sumatera, ataupun di pulau-pulau lainnya di wilayah Nusantara, pada dasarnya merupakan tinggalan arkeologis dari masyarakat kuno yang memiliki pertalian yang sama, yang telah mendiami kawasan ini selama ribuan tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun