Mohon tunggu...
Fadiyah Matni Nurdini
Fadiyah Matni Nurdini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

membaca dan menulis adalah melawan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah Keadilan Gender dalam Politik Perwakilan?

14 April 2022   14:50 Diperbarui: 14 April 2022   14:54 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara yang demokratis akan menyelenggarakan pemilihan umum yang berkualitas untuk mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat guna menghasilkan dan memilih wakil rakyat yang akan duduk dalam lembaga perwakilan. Dengan keberagaman yang ada di Indonesia, suku, budaya, agama, dan gender, maka lembaga perwakilan sudah seharusnya diwakili oleh keberagaman tersebut. Hal ini didasari oleh pengetahuan bahwa seseorang yang bisa mewakili seseorang adalah dia yang paling paham dan bahkan bagian dari kelompok yang akan diwakilinya tersebut.

Perbincangan tentang gender sebetulnya adalah perbincangan tentang perjuangan keadilan, karena sebagai warganegara, perempuan dan laki laki adalah sama memiliki hak politik, sama kedudukannya di manapun mereka berada.

Mengapa disebut sebagai perjuangan keadilan adalah karena data yang ada di media memang menunjukkan bahwa partisipasi dan keterwakilan perempuan di bidang politik sangatlah kecil. Seperti yang disampaikan oleh KPU mengenai hasil pemilu 2019, keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif nasional (DPR-RI) berada pada angka 20,8 persen yaitu ada 120 anggota legislatif perempuan, dari 575 total anggota DPR RI. Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, memang masih belum mencapai 30%, namun sudah meningkat pesat dari pemilu pertama yang persentase keterwakilan politik perempuan hanya 5,88%.

Definisi politik menurut pendapat Rod Hague et al dalam Miriam Budiardjo adalah kegiatan menyangkut cara bagaimana seseorang atau sekelompok orang mencapai keputusan kolektif, dan mengikat. Sementara menurut Miriam Budiardjo sendiri unsur politik ada lima, yaitu negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy), pembagian kekuasaan, dan alokasi.

Partisipasi dan keterwakilan perempuan di Legislatif, sebagai anggota legislatif sangat penting karena terkait dengan representasi politik. Anggota Legislatif merupakan representasi rakyat yang dipilih melalui pemilihan umum. Dengan demikian, wakil rakyat anggota parlemen terpilih seharusnya tidak hanya didasarkan pada kriteria statistik saja seperti yang berkembang selama ini dalam pemilu, tetapi juga dipilih lewat kriteria kepentingan dan aspirasi yang ada diberbagai kalangan dalam masyarakat di negeri itu agar kepentingan minoritas juga terlindungi.

Fakta lapangan ternyata keterwakilan politik perempuan hanyalah berbasis pada persentase angka, padahal perempuan yang duduk di legislatif dapat dimaknai sebagai pembawa ide gagasan penting bagi konstituennya. Oleh karena itu masih banyak pandangan bahwa perempuan tidak perlu terlibat dalam politik, perempuan hanya pelengkap dalam politik, dan hukum yang ditegakkan seringkali memang tidak memihak kepada perempuan.

Berdasarkan kenyataan banyaknya ketidakadilan gender, dan kebutuhan atas keterwakilan semua kelompok yang ada termasuk kelompok perempuan, maka keadilan gender dalam bangku parlemen pun harus diwujudkan. Karena sejatinya bangku legislatif adalah salah satu penentu keberjalanan demokrasi di Indonesia melalui pembuatan kebijakan (policy making). Hal tersebut tentu saja membutuhkan dan mengharuskan perspektif dari seseorang yang paham mengenai kelompoknya, dalam hal ini perempuan yang mewakili kelompok perempuan.

Hal yang kemudian bisa diwujudkan adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas yang ada pada sumber daya manusia khususnya perempuan. Ini dapat dilakukan melalui rekrutmen partai politik dalam menentukan kader politik, karena yang menjadi pintu pertama bagi seorang calon anggota parlemen adalah partai politik. Namun harus diingat bahwa bukan kepentingan partai yang dibawa ketika sudah menjadi anggota legislatif, melainkan kepentingan konstituen adalah yang utama.

Pengawasan tentang tanggung jawab secara moral dan politik pun perlu dilaksanakan dan ditegakkan mengikuti peraturan yang berlaku di undang-undang. Karena satu satunya yang bisa menjamin pengawasan adalah peraturan yang berlaku, sedangkan ketika seorang perempuan terpilih masuk ke dalam legislatif pun belum tentu dapat bebas berpendapat, dan berhenti mendapat pengucilan atau diskriminasi. Maka pengawasan adalah poin yang harus diwujudkan untuk keadilan gender dalam politik perwakilan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun