Mohon tunggu...
Rahmat Fadhli
Rahmat Fadhli Mohon Tunggu... Dosen - PhD Student in Computing and Information System, The University of Melbourne, Australia

Hanya menuangkan apa yang dipikirkan | Education and research entusiasm

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

ChatGPT: Peluang atau Tantangan bagi Dunia Pendidikan?

12 Februari 2023   08:16 Diperbarui: 13 Februari 2023   09:54 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan teknologi adalah salah satu hal yang tidak dapat terelakkan saat ini.  Salah satu produk perkembangan teknologi saat ini adalah Artificial Intelligence (AI) yang berarti kecerdasan buatan. Salah satu bentuk AI yang banyak diperbincangkan akhir-akhir ini adalah ChatGPT.  ChatGPT adalah model bahasa alami yang dikembangkan oleh OpenAI serta digunakan untuk melakukan percakapan dengan manusia.  ChatGPT sendiri dapat menangani berbagai tugas NLP (Natural Language Processing) atau Pemprosesan Bahasa Alami yang menjadi bagian dari ilmu komputer yang berfokus pada bagaimana mesin dapat memahami, memproses serta mengolah bahasa yang digunakan oleh manusia. Sedangkan istilah GPT berarti Generative Pre-trained Transformer. Dimana Transformer disini berarti salah satu bentuk arsitektur jaringan syaraf tiruan yang digunakan dalam AI untuk memproses teks dan melakukan tugas seperti memberi respon ataupun pemetaan bahasa.

Lebih lanjut, bentuk klaim yang ditonjolkan pada model AI ini yakni membantu mempermudah tugas sehari-hari dan tentunya dapat memecahkan masalah dengan lebih cepat dan akurat.  ChatGPT ini dirilis pertama kali oleh OpenAI pada tahun 2018 dan menjadi model NLP yang palin gbanyak digunakan karena kemampuannya dalam memahami dan memproses teks, serta dapat membuka peluang baru untuk inovasi dan peningkatan produktivitas berbagai bidang. 

Baiklah, kita tidak perlu banyak membahas secara teknis tentang sejarah maupun cara kerja AI ini.  Namun, salah satu hal mendasar yang dapat dilakukan oleh ChatGPT adalah membantu siswa ataupun mahasiswa dalam mengerjakan tugasnya.  Rasanya, tak sulit lagi mengikuti proses pendidikan utamanya dalam pengerjaan tugas. Mahasiswa atau siswa hanya perlu menuliskan kalimat apa yang ditanyakan oleh guru di kelas, ditugaskan atau mungkin yang ditanyakan saat Ujian Akhir Semester. Beberapa saat kemudian, ChatGPT akan menawarkan berbagai opsi jawaban yang menjawab pertanyaan dalam hitungan menit. 

Lalu pertanyaannya, bagaimana nasib pendidikan dengan adanya kehadiran AI ini?  Sebelum menjawabnya, marilah kita sedikit tengok tentang manfaat ChatGPT atau AI sejenis lainnya dulu. 

Secara praktis, ChatGPT memiliki keunggulan dapat menjadi Tutor Virtual bagi peserta didik maupun pendidik. Artinya, AI ini akan membantu penggunanya untuk memahami materi serta menjawab pertanyaan yang diajukan dengan cepat. Selain itu, AI juga dapat berfungsi sebagai alat Pencarian informasi seperti mesin pencarian Google. Informasi yang dibutuhkan dapat dengan cepat disajikan tanpa perlu memilah dan memilih informasi yang tepat seperti layaknya mesin pencarian Google. Apalagi, konteks jawaban juga akan disesuaikan dengan pertanyaan yang diberikan. 

Namun bertolak belakang dengan dua keunggulan di atas, sang robot ini tentunya juga memiliki kelemahan yang pengguna sadari. Pertama, informasi yang ditawarkan oleh mesin ini tidak selalu akurat dan tepat. Saya melakukan sedikit eksperimen untuk bertanya tentang 'makanan tradisional dari beberapa daerah', dan hasilnya, beberapa tepat, beberapa ternilai normatif namun sebagian besar diantaranya jawaban yang tidak sesuai. Sehingga pada konteks tertentu, pengguna perlu juga untuk menganalisis jawaban yang diberikan apakah valid atau tidak. Kedua, mesin ini tidak mendorong kita untuk berpikir kritis. Jawaban yang disajikan akan straight to the point sesuai dengan pertanyaan yang diajukan. Oleh karena itu, penggunaan mesin ini tidak akan melatih keterampilan berpikir kritis pengguna, utamanya peserta didik. Serta, pengguna juga akan cenderung menjadi tidak kreatif. 

Kendala-kendala di atas tentunya hanya dapat dijawab dalam proses pendidikan real. Keberadaan ChatGPT ataupun AI sejenis lainnya adalah bukti perkembangan teknologi informasi. Lalu sekarang pertanyaannya adalah "Bagaimana agar siswa tidak menggunakan mesin ini semena-mena dalam pengerjaan tugasnya?" atau bahkan "Lalu bagaimana dengan nasib pendidikan kedepannya?". 

Jika pertanyaan di atas dituliskan pada ChatGPT, salah satu respon menarik sebagai berikut "penting untuk memahami bahwa ChatGPT bukanlah pengganti untuk guru atau pengajar nyata, dan harus digunakan sebagai alat bantu untuk membantu pembelajaran dan bukan sebagai pengganti interaksi langsung antara guru dan siswa."

Artinya, keberadaan tool ini memang tidak dapat terelakkan. Sama halnya dengan keberadaan Google sebagai sumber informasi yang 'menggantikan' perpustakaan. Dengan demikian, ChatGPT atau AI lainnya dapat menjadi tools tambahan dalam lingkup pendidikan. Pada akhirnya nanti, kita juga akan hidup berdampingan dengan AI-AI lainnya yang lebih mudah dan cepat menjawab dan memberikan solusi atas pekerjaan yang dibutuhkan.  Karena pada hakikatnya, dalam  pendidikan ada proses pengembangan baik kognitif, afektif maupun psikomotorik, ada suatu 'hal' yang diperankan oleh pendidik, dan tidak ditemukan pada robot yakni karakter. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun