Mohon tunggu...
Fadhli Fauzan Ilahi
Fadhli Fauzan Ilahi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang mencoba mulai menulis

Long learn for long run

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Belajar Memahami Orang Lain dari Buku Paradigma

23 Februari 2021   20:00 Diperbarui: 25 Februari 2021   21:28 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Untuk kita dan kalian, yang merasa dibedakan atau terasing, oleh orang-orang atau bahkan oleh pikiran kalian sendiri … kita berhak punya tempat, setidaknya dalam diri kita sendiri.” Itulah sinopsis yang terpampang di belakang cover buku berjudul Paradigma. Di tulis oleh Syahid Muhammad, buku ini mengangkat tema yang cukup menarik, yang mungkin sudut padang ini jarang sekali ditemui. Ia melihat dari kondisi di lingkungan sekitar lalu merefleksikannya, tema yang ia angkat ialah tentang bagaimana sudut pandang seseorang dalam melihat dan menyikapi sesuatu, terkadang apa yang kita pikirkan, berbanding terbalik dengan realitanya.

Hampir semua orang, sering kali menilai sesuatu dari apa yang mereka lihat dan langsung mengambil kesimpulan akan hal itu, peristiwa seperti ini sangat mudah untuk ditemui bahkan hampir disetiap aspek kehidupan kita sehari-hari.

Rana (tokoh utama dalam buku paradigma), seorang mahasiswa yang memiliki karakter berbeda dari lelaki pada umumnya. Sifat lemah lembut, cuek dan tidak suka bergaul dengan teman laki-laki lainnya, membuatnya diasingkan dan tidak dianggap oleh lingkungan disekitarnya. Di dalam buku tersebut, sebuah isu menimpa dirinya. Teman-teman kampusnya mencap bahwa ia merupakan seorang ‘gay’, isu ini diperjelas dengan beredarnya foto rana yang mengenakan pakaian wanita dan berdandan nyentrik. Kejadian tersebut membuat ia kerap kali menerima bully-an setiap datang ke kampus.

Di suatu hari, Rana benar-benar mengenakan pakaian wanita dengan full make up ke kampus, ia berlaku demikian hanya bertujuan untuk menemui dan mengajak berbincang orang yang telah menyebarluaskan aib fotonya tersebut. kejadian itu pun membuat geger dan menjadi perbincangan seluruh masyarakat kampus.

Seorang Dosen Psikologi, dalam rapat kampus yang membahas tentang isu Rana ini, membantah Dosen lain yang menyebutkan bahwa perilaku yang menimpa Rana ini terjadi akibat kurangnya iman, jauh dari agama, dan Rana pantas untuk di Drop Out. Ia berkata “Tanpa mengurangi rasa hormat, kita di sini untuk mencari jalan keluar yang sebisa mungkin tidak membuat rugi salah satu pihak atau lebih. Jika jalan keluarnya adalah dengan menjauhkan anak tersebut dari kampus yang katanya menjungjung tinggi nilai agama dan moral ini, dan bukan dengan membimbing anak tersebut agar menjadi kembali dekat dengan Tuhannya dan nilai-nilai yang dianggap baik, apakah kita pantas disebut pendidik?”

Baginya, konflik duniawi memang teramat pelik. Manusia begitu senang tersesat, begitu senang mencari ketenangan dari manusia lain. Tuhan selalu menjadi pilihan terakhir untuk dimintai tolong saat harusnya menjadi yang paling utama. Tentu perdebatan selalu membawa masalah lebih jauh dari masalah utama itu sendiri. Menurutnya langkah paling dekat mempelajari ketuhanan adalah justru mempelajari manusia. Mempelajari ketuhanan sama seperti bayi belajar merangkak, seperti bagaimana manusia mempelajari kitab suci. Dengan membaca. Dan jauh sebelum itu, manusia harus mempelajari dirinya sendiri.

Usut punya usut, peristiwa yang terjadi menimpa Rana ini merupakan sebuah penyakit mental dan bisa dijelaskan secara sains. Rana menderita Dissasociative identity disorder, atau seseorang yang memiliki ‘kepribadian ganda’. Sosok yang datang ke kampus sembari mengenakan pakaian wanita, itu bukan benar-benar dia, tapi sosok lain dalam dirinya, yaitu Ibunya. 

DID (Dissasociative identity disorder) ini disebabkan oleh kejadian traumatis yang terjadi dimasa kanak-kanak. Saat ia kecil, Rana memang sangat dekat sekali dengan ibunya, hampir setiap waktu mereka habiskan bersama-sama, dan tidak ada alasan untuk jauh sosok sang Ibu. Di sisi lain Rana sangat membenci Bapaknya yang jarang sekali pulang, karena memang tuntutan kerja memaksanya, sehingga membuatnya jauh dengan keluarga. Rana beranggapan bahwa Bapaknya tidak sayang kepada Ibunya, ia, dan Saudaranya. Sampai suatu saat ibunya mengalami kecelakaan dan menyebabkan ia meninggal dunia. Dari sana Rana kecil pun merasa sangat kesepian, ia sudah tidak memiliki lagi tempat untuk bersandar. Menghadirkan sosok Ibunda dalam diri Rana adalah cara ia untuk mengobati kesepiannya.

Mengetahui hal tersebut, si penyebar foto aib Rana ini, yang tak lain adalah mantan Rana sendiri, merasa terpukul dan menyesal. Pasalnya ia melakukan hal itu atas dasar cemburu, ditambah dengan lingkungannya yang membuat ia berlaku buruk terhadap Rana. Ia tidak tahu bahwa Rana mengalami penyakit mental yang membuat ia bertingkah demikian. Akhirnya, ia pun membuat suatu tulisan di Majalah Dinding, ia sadar bahwa yang ia lakukan terhadap Rana salah, dan ia juga sadar bahwa Rana hanya ingin diterima, ia pun meminta teman-temannya untuk bisa menjadi manusia seutuhnya, menerima rana sebaik-baiknya, sebenar-benarnya manusia. “Saat semua orang menggelorakan untuk berani jadi dirinya sendiri, tapi kenapa kita memaksa mereka untuk tidak nyaman dengan dirinya sendiri?” tulisnya.

Apa yang kita lihat dan pikirkan, terkadang tak sama dengan kenyataannya. Kita manusia, hanya ingin untuk diterima, ingin untuk dimengerti. Semua orang punya masalah yang dihadapinya masing-masing, dan kita tidak berhak untuk tau, apalagi menghakimi. Mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi, bisa menjadi cara kita agar bisa lebih menghargai orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun