Mereka yang orientasi kehidupannya hanya sampai pada dunia saja, menjadi shalih/shalihah bukan hal penting baginya. Selalu menunaikan shalat wajib 5 waktu, yang pria selalu ke masjid tepat waktu. Fasih membaca Al Qur'an dan rutin dilakukan setiap harinya. Dan tentu akhlaq yang terpancar, sesuai apa yang Nabi SAW contohkan. Semua hal itu mereka pandang hal yang biasa saja, tidak berhubungan dengan aktifitas keseharian dalam menjalankan peran kehidupan mereka masing-masing.
Sedang mereka yang orientasi kehidupannya sampai pada akhirat, keyakinan mereka itu lah kampung halaman yang sebenarnya bagi mereka. Tujuan hidup mereka. Islam dipandang sebagai sebuah "the way of life". Maka menjadi pribadi shalih/shalihah sesuai tuntutan syari'at Islam menjadi hal yang teramat penting bagi mereka dalam setiap sendi kehidupan.
Memiliki Rektor, Dekan, Kepala Program Studi, Dosen, pegawai, & mahasiswa shalih & shalihah itu penting. Dan hal itu menjadi "penting" karena muncul dari kesadaran berpikir sebagai seorang muslim yang ingin kehidupan akhiratnya berakhir dengan kebahagiaan yang hakiki. Pun begitu juga memiliki seorang Kepala Negara/Daerah, pimpinan lembaga tinggi negara beserta seluruh perangkat-perangkatnya, dan masyarakatnya. Tapi bukan berarti mengenyampingkan kecerdasan ya, ini juga harus bisa berjalan beriringan tentunya.
Aku terinspirasi sekali dengan tulisan Rektor ITS yang kudapati pagi ini akan kekagumannya kepada salah seorang mahasiswa baru kampusnya yang mengumandangkan adzan maghrib dengan indahnya karena nazarnya yang telah lulus masuk ITS. Rektor ITS juga yang mengawali Gerakan Shubuh Berjama'ah di masjid kampus & akhirnya menular ke kampus-kampus lainnya.
Haha, aku memimpikan Rektor, Dekan, Ka. Prodi, & dosen-dosen kampusku shalat dzuhur & ashar di mushalla/masjid kampus kemudian duduk sejenak melepas lelah sambil berbincang ringan dengan para mahasiswa.
Do'a-kan aku agar sampai pada derajat keimanan menjadi muslim yang shalih pribadinya & cerdas akalnya.
Perawang, 10 Agustus 2017
-achmad fadhlan yazid-