Mohon tunggu...
Fadhilsyah
Fadhilsyah Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Public Relations Universitas Al-Azhar Indonesia | Aktivist Mahasiswa | Analys Politic

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemilu 2019, Pelajaran untuk Parpol

8 April 2019   08:00 Diperbarui: 8 April 2019   10:37 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Andhika Akbarayansyah/detik.com

Pemilu 2019 saat ini memiliki ritme yang berbeda, saat ini kita tahu bahwa pemilu legeslatif dan pemilihan presiden di lakukan secara serentak dan bersamaan. Dalam pemilu ini memang banyak menuai kritikan khususnya para pelaku partai politik itu sendiri karena dengan adanya efek pemilhan presiden yang bersamaan dan tidak menggunakan mekanisme Presidentsial Trasehold 20% akan berefek hanya beberapa partai saja yang di untungkan. 

Khususnya hanya partai yang kadernya menjadi kandidat saja yang mendapat efek electoral. Kita bisa lihat dimana saat detik-detik penutupan pendaftaran capres-cawapres para elite partai politik pun sangat alot untuk bernegosiasi antar elite politik. Tentunya untuk mendapatkan kursi kandidat dan untuk mendapatkan efek electoral ke partainya itu sendiri

Bagi para elite politik memang pemilu 2019 ini merasa banyak hal yang tidak adil saat di berlakukannya Pilpres dan Pemilu di lakukan secara serentak, di tambah dengan sistem PT 20% yang hanya menguntungkan beberapa partai saja. 

Karena ber efek kepada partai politik yang kadernya tidak menjadi kandidat capres maupun cawapres menjadi kesulitan untuk mengsosialisasikan partainya. Ini di buktikan dengan hasil beberapa survey yang dirilis bahwa partai yang akan lolos ke DPR hanya sekitar 6-7 partai saja. Tugas para partai ini kian menjadi berat karena imbas PT 0% diantaranya adalah:

Media Yang Berfokus Kepada Issue Pilpres saja

Media sangat berperan aktif di dalam sistem demokrasi ini, media bisa menciptakan issue dan bisa meredamkan sebuah issue. Dalam teori agenda setting menurut McCombs & Shaw adalah "mass media have the ability to transfer the salience of items on their news agendas to public agenda" (Griffin, 2010). 

Pengertian ini menjelaskan bahwa media massa memang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi bahkan membentuk pola pikir audience yang terkena terpaan informasinya Dalam pemilu ini terlihat memang media hanya berfokus kepada issue Pilpres saja, ini yang mengakibatkan bahwa masyarakat akan beranggapan dalam kontestasi ini lebih penting sisi pilpres nya saja.

Kampanye Terbuka Yang Disatukan

Jika kita mengingat disaat pemilu sebelumnya masing-masing partai politik melakukan kampanye akbar terbuka sendiri-sendiri. Mempromosikan nya kepada masyarakat secara mudah dengan logo acara partai sendiri. Kini kampanye dari masing-masing partai sudah tidak terlihat, dimana saat ini kampanye akbar di lakukan secara bersamaan dengan para partai pendukung koalisi untuk mengkampanyekan juga para Capres-Cawapresnya. 

Dimana secara psikologis masyarakat akan dating ke dalam kampanye untuk kehadiran mendukung Capres-Cawapres ketimbang karena mendukung partai tersebut.

Ketokohan Ketua Umum Partai Yang Pudar

Seperti yang di singgung sebelumnya bahwa partai yang tidak mendapatkan kandidat Capres maupun Cawapres tidak mendapatkan efek electoral. Seharusnya partai politik berbenah di kalangan internal khususnya partai yang tidak mempunyai basis pengkaderan yang baik dan kuat. 

Karena dengan memakai sistem seperti ini sebuah ketokohan ketua umum tidak akan terlalu berpengaruh karena yang akan berpengaruh sangat besar adalah mesin partai di bawah.karena sehebat apapun tokoh ketua umum partai itu akan menjadi kalah perhatian dengan partai yang mendapatkan kandidat Capres maupun Cawapres. 

Menurut Rully Peneliti LSI Denny JA "Jika menghitung secara populasi nasional, pengaruh caleg terhadap suara dan posisi partai sebesar 15,6 persen. Artinya suara dan posisi parpol di Pemilu 2019 sangat ditentukan kemampuan partai tersebut mengoptimalkan pengaruh caleg terhadap partai," kata Rully dikutip dari cnnindonesia.com. 

Ini membuktikan bahwa mesin partai adalah ujung tombak dari partai itu sendiri dengan sistem Pemilu 2019 ini ketokohan partai yang hanya mengandalkan ketua umum mulai tidak berpengaruh.

Selayaknya hukum alam setiap keputusan memilki kelebihan dan kekuranganya masing-masing. Sistem Pemilu saat ini juga menjadi pembelajaran kepada sistem demokrasi kita dimana partai yang hanya mengandalkan modal besar tidak cukup untuk medapatkan kekuasaan di sini khususnya di parlemen. 

Hanya partai yang mempunyai basis kuat dan sistem pengkaderan yang bagus saja yang akan bisa menyesuaikan dan mengikuti sistem Pemilu apapun di Indonesia. Ini juga memberi pesan agar para elite yang mempunyai uang yang banyak tidak semudahnya membuat sebuah partai politik

Muhammad Farras Fadhilsyah
Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia
Public Relations

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun