Mohon tunggu...
Fadhil Nugroho Adi
Fadhil Nugroho Adi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Paruh Waktu

Pembelajar, penyampai gagasan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kejawen, Jalan Sunyi Menjaga Spiritual Diri

1 Januari 2020   20:31 Diperbarui: 1 Januari 2020   20:38 2930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: archive.ivaa-online.org

Untuk meninggalkan jejak kebaikan selama hidup, ada baiknya seseorang mengerti betul dari mana dia berasal dan akan ke mana dia berakhir. Manusia Jawa bisa mengejawantahkannya.

Dalam sebuah kepustakaan lawas yang saya temukan dari tahun 1959 berjudul "Sangkan Paraning Manungsa", tertulis jika manusia berasal dari empat hal: mutmainah (yang dilambangkan dengan air), amarah (darah), supiyah (angin) dan aluamah (bumi).

Keempat unsur inilah yang menjadi pusat kehidupan. Keempat hal ini dimaknai dengan, manusia musti mengerti jika memiliki air dalam tubuhnya yang keluar melalui air seni.

Manusia punya darah yang menjadi keringat, dan punya hawa nafsu yang juga berasal dari darah. Manusia punya angin, yaitu yang keluar dari hidung. Unsur tanah di tubuh manusia bisa dilihat dari daki, maka meski mandi berapa kalipun sehari, daki di tubuh manusia tidak akan bisa habis.

Sementara itu Suryo S Negoro dalam bukunya, "Kejawen Membangun Hidup Mapan Lahir Batin" (2001) menulis, manusia tercipta lewat proses gaib yang terlahir bersama, sehingga manusia bisa berkarya, berpikir, berintuisi dan seharusnya juga bisa berhubungan dengan gaib.

Rasa syukur kepada Sang Pencipta Hidup ini diwujudkan dalam laku penyembahan yang akan lebih terbuka jika dilakukan atas kemauan, kesadaran, dan perasaan batin yang bersih. Sang Hyang Suksma dan Jiwa yang menyatu dalam diri manusia tetap memiliki sifat-sifat gaib yang membantu manusia dalam rangka membangun hubungan serasi dengan Sang Pencipta.

Manusia dipersyaratkan untuk membangkitkan Roso Sejati (bisa dicapai dengan sikap dan laku baik dan benar, menghayati sejati hidupnya dan selalu tawakal kepada Gusti) untuk membuktikan sendiri bahwa Hyang Suksma dalam sejatinya mempunyai pamor.

Perjalanan spiritual inilah yang nantinya akan mengantarkan manusia pada kesadaran akan adanya Realitas Tertinggi yang disebut "Kang Murbeng Dumadi". Kesadaran tersebut akan dapat dicapai bila dibarengi dengan "laku kebatinan" yang dalam khasanah Jawa disebut dengan "laku nawungkridha".

Hasilnya berupa deskripsi Kang Murbeng Dumadi yang disebutkan sebagai "tan kena kinayangapa lan murbawasesa jagad saisine".

Sedulur Papat

Laku kebatinan tersebut sekaligus menjadi bukti kalau orang Jawa tidak akan main-main jika sudah berbicara tentang hal-hal yang bersifat gaib. Sebab memang, peradaban Jawa percaya adanya hubungan yang erat antara makhluk gaib dengan hidup dan kehidupan manusia. Mereka berperan serta untuk menjaga hayuning jagad. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun