Mohon tunggu...
Fadhillah Piliang
Fadhillah Piliang Mohon Tunggu... Programmer - Programer komputer yang suka menulis dari saat kuliah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pekerja Perusahaan swasta, Programer komputer Alumni universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Usaha Sederhana untuk Mencapai Target 2060

7 Oktober 2021   05:00 Diperbarui: 7 Oktober 2021   05:08 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumah Kaca (Instagram.com/netzero)

Konferensi Tingkat Tinggi di Paris pada tahun 2015 mewajibkan negara industri dan negara maju mencapai nol-bersih emisi pada 2050.

Bahasa keren dari nol-bersih emisi ini adalah  net-zero emissions.

Pada konferensi Paris tahun 2015 itu Sejumlah negara menyampaikan komitmen mereka untuk mencapai nol-bersih emisi (net-zero emissions) hingga tahun 2050

Sesungguhnya pengertian net-zero emissions bukan berarti manusia tidak memakai atau memproduksi emisi sama sekali, karena saat bernapas secara alami manusia dan makhluk hidup lainnya telah menghasilkan emisi. Manusia secara alamiah telah menyumbangkan sekitar 5,8% emisi Karbon setiap tahunnya. Hal ini dengan mengasumsikan jumlah penduduk planet Bumi ini sebanyak 7,8 miliar orang. 

Pohon, Laut dan tanah, akan menyerap emisi atau CO2 yang dihasilkan manusia dan makhluk hidup lainnya saat bernafas. Dengan reaksi kimia yang rumit dan melalui proses fotosintesis, pohon yang akan menghasilkan Karbon dan Oksigen. Oksigen sangat dibutuhkan makhluk hidup untuk bernafas, sedangkan Karbon akan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya.

Apabila emisi Karbon yang dihasilkan makluk hidup saat bernafas, tidak sampai ke atmosfer zat yang dilepaskan makhluk hidup itu hanya akan menjadi Polusi, dan akan langsung bisa diserap tanaman untuk berfotosintesis.

Banyak Ahli Lingkungan Hidup yang menyarankan untuk membuat alat penangkap emisi, supaya emisi yang secara alami dihasilkan makluk hidup dapat digunakan tanaman dan tidak sampai ke atmosfer.

Alat Penangkap emisi tersebut diyakini sebagai salah satu cara untuk bisa mencapai net-zero emissions.

Tetap sayangnya alat  penangkap emisi itu menggunakan Teknologi yang sangat canggih dan tentu harganya sangat mahal.
Saat ini untuk menangkap emisi yang dihasilkan makluk hidup (CO2) dilakukan secara alami dengan mencegah penggundulan hutan, menanam pohon lebih banyak, dan mencegah perusakan ekosistem laut dan perairan lainnya.

Kita sebagai penghuni planet Bumi ini kalaupun tidak mampu membiayai pembuatan Alat Penangkap Emisi kita bisa berkontribusi pada Bumi ini dengan tidak membuang sampah sembarangan terutama di laut dan perairan lainnya, menanam pohon sebanyak-banyaknya, atau minimal sejumlah pohon yang ditebang secara membabi-buta oleh para pengusaha nakal.

Memang ada Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020 tentang tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P105 tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung, Pemberian insentif, Serta Pembinaan Pengendalian

Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan, tetapi namanya juga oknum yang berpikir keuntungan hari ini. Masa depan itu urusan anak cucu nanti saja.

Kenapa penyerapan Karbon begitu penting bagi kelangsungan hidup umat manusia di Bumi?
Karena penyebaran Karbon  sangat berpengaruh pada naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer yang mengakibatkan pemanasan global.

Para ahli Lingkungan hidup memperhitungkan bahwa hutan secara global mampu menyerap 20% emisi karbon, laut dan perairan lainnya 23% dan sisanya akan diserap oleh tanah dan akan terlepas atau menguap ke atmosfer. Banyak tidaknya persentase emisi karbon yang menguap ke atmosfer, tergantung pada pola tingkah manusia itu sendiri.

Akibat banyaknya emisi karbon yang menguap ke atmosfer, Akibatnya gas Rumah kaca semakin menebal di
atmosfer. Semakin menebalnya gas Rumah kaca ini akan mengakibatkan kemampuan matahari menyerap panas dan melepaskan ke ruang angkasa semakin berkurang. Dan panas akan kembali memantul ke bumi.

Kenapa bumi dari hari ke hari kian terasa panas? Karena panas yang ada di dalamnya seperti terperangkap seperti berada di dalam sebuah rumah kaca.

Tidak seperti negara-negara industri atau negara maju yang menargetkan mencapai net-zero emissions pada tahun 2050, Indonesia sebagai negara berkembang lebih mundur lagi dengan menargetkan mencapai net-zero emissions selambat-lambatnya sebelum tahun 2060.

Kita sebagai penghuni bumi, khususnya di Bumi Indonesia, kita mempunyai kewajiban memenuhi target tersebut. Dengan melakukan hal yang sederhana misalnya mencegah pengundulan hutan secara membabi-buta,  dan tidak membuang sampah sembarangan seperti ke Sungai, laut dan perairan lainnya. 

Hal sederhana ini telah membantu pemerintah mencapai net-zero emissions. Mudah-mudahan dengan langkah sederhana dan alamiah dari semua warga Indonesia kita mencapai net-zero emissions sesuai target selambat-lambatnya sebelum tahun 2060.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun