Mohon tunggu...
Fadhilah Azzahra
Fadhilah Azzahra Mohon Tunggu... Lainnya - Helloo🌻

Nursing Student💙

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Stigma Negatif dan Diskriminasi Perawat di Tengah Pandemi COVID-19

17 Mei 2020   21:15 Diperbarui: 18 Mei 2020   12:17 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Fadhilah Azzahra, PDK Kelas C, FIK UI 2019

Di tengah pandemi ini, para tenaga kesehatan bekerja keras siang dan malam, memberikan tenaga dan waktunya untuk melayani masyarakat. Dengan berpakaian Alat Pelindung Diri (APD) hampir setiap hari, mereka menerjang resiko terpapar COVID-19 dari pasien, bahkan mereka tetap melayani pasien walaupun APD yang disediakan di rumah sakit tiap hari persediaannya makin menipis. Tenaga kesehatan mempertaruhkan nyawanya dalam memberikan pelayanannya kepada masyarakat namun hal tersebut dibalas dengan stigma negatif dan diskriminasi oleh masyarakat. Hal ini terjadi pada profesi perawat.


Beberapa dari mereka merasa dipermalukan oleh masyarakat yang memberikan stigma negatif dan diskriminasi kepada diri mereka. Stigma negatif dan diskriminasi yang diberikan masyarakat kepada perawat berupa ancaman pengusiran dari tempat tinggal mereka serta dikucilkan oleh masyarakat setempat. Tidak sampai disitu saja, keluarga perawat pun juga terkena imbasnya dari perlakuan diskriminasi oleh masyarakat. Mereka dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat setempatnya. Tenaga kesehatan layak disebut sebagai pahlawan dalam memerangi COVID-19. Namun pahlawan yang berjasa tersebut di diskriminasi oleh masyarakat. Ironi memalukan dan memilukan ini terjadi di negeri kita, Indonesia. Seperti kasus yang terjadi bulan lalu, yakni adanya aksi penolakan pemakaman jenazah perawat yang positif corona di Desa Sewakul, Unggaran Barat, Kabupaten Semarang. 


Masyarakat Indonesia termakan stigma-stigma negatif yang melekat di diri perawat. Mereka menganggap bahwa dengan adanya keberadaan perawat di dekat area rumahnya maka otomatis mereka akan terkena COVID-19. Stigma negatif perawat yang menjadi perantara COVID-19 ini membuat masyarakat panik sehingga mereka melakukan tindakan diskriminasi berupa pengucilan perawat dan keluarganya.
Namun hal tersebut tidak bisa menjadi alasan seorang perawat melakukan diskriminasi balik kepada masyarakat ataupun pasien. Hal tersebut bertentangan dengan nilai-nilai perawat profesional, yakni nilai Human Dignity dan Social Justice. Seorang perawat harus menjunjung nilai-nilai perawat profesional tersebut ketika memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Selain itu, perawat juga harus menerapkan kode etik keperawatan. Kode etik digunakan sebagai panduan berperilaku. Kode etik mengandung nilai, tujuan, serta membantu perawat dalam membuat suatu keputusan. Kode etik keperawatan mengatur hubungan perawat dengan masyarakat, yakni perawat mengemban tanggung jawab bersama masyarakat untuk memprakarsai dan mendukung berbagai kegiatan dalam memenuhi kebutuhan dan kesehatan masyarakat.


Selain itu, kode etik keperawatan juga mengatur hubungan perawat dengan pasien yakni, perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai harkat dan martabat manusia, keunikan klien, dan tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran politik; dan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari klien.


Adapun manfaat dari kode etik yakni, meningkatkan kepercayaan, membuat asuhan keperawatan berjalan lancar, menjaga nama baik organisasi, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, meminimalisir konflik dengan profesi lain (Potter Perry, 2017).Tujuan kode etik keperawatan dibuat yakni, untuk mengingatkan perawat tentang tanggung jawab khusus yang mereka emban ketika merawat pasien, memimbing perawat dalam menjalankan praktik keperawatannya, agar masyarakat publik mengetahui standar minimum profesi perawat, serta untuk menunjukkan tanda komitmen profesi perawat kepada publik yang dilayaninya (Berman & Snyder, 2012).


Dengan menerapkan kode etik keperawatan dengan baik dan benar maka masyarakat akan percaya pada profesi perawat. Kepercayaan masyarakat juga dipengaruhi oleh bagaimana perawat bertingkah laku. Oleh sebab itu, dalam memberikan pelayanan keperawatan, perawat juga harus memperhatikan etik keperawatan yang sesuai dengan empat pilar keperawatan, yakni respect to other, compassion and empathy, advocacy, dan intimacy. Keempat pilar etik tersebut harus diterapkan dalam menangani pasien COVID-19. Respect to other, hargai pasien tersebut, tidak peduli ras, suku, agama, budaya yang mereka anut, perawat harus respect terhadap pasiennya. Compassion and empathy, erikan pelayanan keperawatan yang penuh kasih dan empati kepada pasien COVID-19. Advocacy, lindungi hak-hak pasien dengan cara memberikan bantuan dalam menegakkan hak klien. Dan yang terakhir, Intimacy yakni perawat harus bisa dekat dengan pasien. Perawat juga harus menerapkan nilai-nilai profesional dalam keperawatan, yakni komitmen yang tinggi untuk melayani, dimana perawat dituntut untuk memiliki rasa kepedulian (sense of caring) ketika melayani pasien.


Caring dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain serta perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2013). Tindakan caring yang dilakukan oleh perawat merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis dan positif dalam meningkatkan kepedulian perawat terhadap klien. Teori Watson, ten carative factor, menjelaskan mengenai nilai-nilai caring. Teori tersebut menjelaskan kesadaran perawat sehingga membuat perawat melakukan intropeksi diri. Mereka bisa menyadari hal-hal apa saja yang sudah baik dan yang belum. Dengan perawat dapat menyadari hal tersebut mereka dapat meningkatkan kemampuannya dalam menjadi seorang perawat yang handal. Perawat merupakan sebuah profesi yang memerlukan latar belakang pendidikan serta kemampuan tertentu. Profesionalisme dalam keperawatan dibutuhkan oleh perawat.


Profesionalisme  mengacu pada karakter, semangat, dan metode profesionalnyang merupakan seperangkat atribut dan cara hidup yang menerapkan tanggung jawab dan komitmen (Berman, Synder, and Frandsen 2016). Profesionalisme merupakan suatu karakter atau ciri seseorang yang menjalankan profesi dimana mencakup kemauan, ketulusan, dan keahlian. Ciri tersebut terpatri dari cara kerja perawat. Namun, seorang perawat juga harus memperhatikan penampilannya. Penampilan fisik menunjukkan kepribadian seseorang. Dengan memiliki penampilan fisik yang baik, pasien akan dapat mempercayai kita sebagai perawat untuk memberikan pelayanan keperawatan.
Menurut Rustiana (2018), penampilan fisik perawat yang baik, yakni :
1. Pakaian yang rapi dan bersih.
2. Kuku pendek dan bersih, tidak menggunakan cat kuku.
3. Sepatu yang bersih.
4. Tidak menggunakan perhiasan berlebihan, seperti anting yang besar, tidak boleh menggunakan kalung dan gelang.

Ketika seorang perawat yang memiliki penampilan fisik yang baik dan bersih, pasien akan dapat membuka diri dan merasa dekat serta percaya kepada perawat. Selain penampilan fisik, sosok perawat juga memiliki peran penting untuk mendapatkam kepercayaan pasien kepada perawat. Sosok perawat yang diinginkan klien:
1. Tanggap akan kebutuhan pasien
2. Menghargai pasien
3. Terampil
3. Berpengetahuan
3. Komunikatif
4. Mendidik


Selain upaya dari perawat sendiri dalam mengatasi adanya stigmatisasi negatif dn diskriminasi, pemerintah juga dapat melakukan tindakan yang dapat meluruskan persepsi masyarakat yang salah terhadap profesi perawat sehingga stigmatisasi dan diskriminasi tersebut dapat berkurang dan dihentikan oleh masyarakat. Beberapa upaya pemerintah yang harus dilakukan untuk mengurangi stigmatisasi dan diskriminasi tersebut yakni, membuat klatifikasi terhadap hoax-hoax ataupun isu-isu yang tidak baik yang di tujukan kepada perawat. Pemerintah harus meluruskan isu-isu yang tidak baik tersebut kepada masyarakat melalui media massa sehingga mengurangi tingkat kepanikkan masyarakat terhadap keberadaan perawat di sekitar daerah mereka. Berikan edukasi kepada masyarakat terkait perkembangan COVID-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun