Mohon tunggu...
Moh. Fadhil
Moh. Fadhil Mohon Tunggu... Dosen - Dosen IAIN Pontianak

Lecturer - Mengaji dan mengkaji hakekat kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bahtera Dua Jiwa

16 Februari 2017   16:33 Diperbarui: 16 Februari 2017   16:58 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Bahtera 2 Jiwa"][/caption]

Di balik keteduhan wajahmu yang menyejukkan. Ketulusan membayangi dalam benak emosionaslitas parasmu yang menghanyutkan. Pengorbanan adalah ritual suci antara bebasnya kehendak dan realitas yang menjemukan. Dan aku hanyalah getir pahit yang menjijikkan.

Engkau adalah utusan Sang Maha Pemberi Cinta ataukah aku hanyalah seorang penggembala keterasingan? Engkau memberiku cinta ataukah aku adalah orang yang menghamba pada keadaan? 

Waktu menjadi dewasa dalam perjalanan, aku yang menjadi dewasa dan kamu yang aku tumbuhkan. Titik nol dirimu melebur dalam perhitungan kearifan. Sungguh takdir adalah misteri yang menyapa di balik tirai keagungan, nampaknya ini tidak mudah untuk dijalankan.

Aku memuliakanmu dan kamu mengagungkanku. Kita membangun sebuah cerita untuk sebuah nama yang berarti untuk dituliskan dalam memoar yang akan menyisakan debu. Lalu kita tak tahu, apa gerangan yang akan menari-menari bersama eloknya tinta di dalam buku. Menyisakan klimaks yang misterius dan masa depan tak bergeming membisu.

Lembaran kertas telah terangkai penuh gejolak bagai ombak yang kadang tenang dan kadang jua menerjang-nerjang. Kita hanyalah pelaut yang menikmati proses bergeraknya ombak di lautan, bukan hanya berpasrah pada keadaan. Bersahabatlah dengan angin yang selalu menuntun dengan keras atau dengan kasih sayang. Jangan lihat ke mana tujuan ini di pacu sayangku, lihatlah cerita yang terangkai di setiap persinggahan dan nikmatilah deru-deru ombak bergelombang dalam tarian percintaan, angin yang memeluk dan berbisik tentang kehangatan dan bahtera yang mengalir di atas proses arus kehidupan.

Kita hanyalah debu yang menjadi utuh untuk bergerak menjadi abu, kita hanyalah tanah yang berjiwa untuk menghidupi raga, kita hanyalah air yang akan kering di makan waktu dan kita hanya akan kembali bersama Dia Sang Pemilik Jiwa...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun