Semuanya palsu.
Pagi ini terasa sendu, saat melihat sang surya yg tampak malu-malu bersembunyi di balik awan yg kelabu sambil mendengar sayup sayup nyanyian burung gagak yang mendayu-dayu.
Mungkin logika para guru terjebak pada realita yg kelabu, saat melihat dinding akademis terkoyak oleh prestasi yg abu-abu. Ruang-ruang diskusi tampak membisu, dunia akademis mulai ambigu. Semuanya tampak palsu.
Ruang-ruang kelas yg terasa sakral itu mulai terasa hambar dan pilu, mulut-mulut para guru mulai kelu oleh kebijakan yg tak menentu. Gelar Profesor tak lg terbatas pada kualitas ilmu, tetapi juga pada kepentingan yg merayu. Semuanya tampak palsu.
Inilah feodalisme gaya baru yang merusak tatanan baku oleh manisnya kedudukan yang semu. Berbekal prestasi dan kebanggaan yang tak jemu-jemu. Tembok telah didobrak oleh serakahnya nafsu. Semuanya menjadi palsu.
Masa depan akademik tampak kelabu. Gelar ibarat lapak yang menjarah keringnya ilmu, oleh kekuatan bujuk rayu, demi sebuah kebanggaan yang semu. Semuanya tampak palsu.
Ohh dibalik wajah kepalsuan dan oleh mendungnya kejujuran. Ada wajah mu yg begitu teduh membimbingku pada ketulusan. Merasuki jiwa, sel-sel neuron dan menggerayangi setiap jengkal akal fikiran. Ohh sayang, aku hanya bisa memandangmu pada cermin kehidupan dan menyimpanmu jauh di dalam hipokampus ketimbang melihatnya dibesarkan oleh kepalsuan dunia kampus.
Terima kasih atas berkah-Mu wahai sang Maha Adil, semoga hamba selalu memuja sang adil.
Moh. Fadhil.