Mohon tunggu...
FilsufMuda
FilsufMuda Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Lepas

gak mau jelasin apa apalah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ulasan Pemikiran Karl Marx: Agama adalah Candu

8 Januari 2021   17:49 Diperbarui: 8 Januari 2021   18:04 7925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Konsekuensinya, doktrin agama di hadapan Marx tidak terlalu berguna dan tidak berarti, karena hanya berpengaruh. Kemudian, setiap bentuk agama tidak memiliki bentuk yang permanen atau abadi. Di sisi lain, setiap agama memiliki bentuk yang beragam - yang tentunya mempengaruhi keberagaman doktrin masing-masing - sesuai dengan situasi dan kondisi zaman di sekitarnya.

Agama historis ini tentunya sangat erat kaitannya, bahkan bergantung pada apa yang membentuknya, yaitu struktur atau sistem ekonomi yang berlaku di setiap fase sejarah. Karena agama bergantung pada struktur ekonominya, maka agama sendiri hadir sebagai sisi lain dari kompleksitas fenomena perjuangan kelas yang terjadi dalam sejarah peradaban manusia. Tujuan agama, bahkan fungsi agama menurut Marx, adalah untuk menutupi realitas alienasi yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Yakni keterasingan yang ada dalam struktur ekonomi; yang material.

Perbedaan keterasingan antara Feuerbach dan Marx terletak di sini. Jika Feuerbach mengatakan bahwa keterasingan manusia terjadi ketika manusia mengasingkan diri pada entitas supernatural, di sini Marx berpendapat berbeda. Karena yang fundamental dalam diri manusia adalah dimensi praksis, maka keterasingan yang terjadi dalam masyarakat harus dicari dalam dimensi praksis itu sendiri, yakni produksi atau sistem ekonomi. Dengan demikian, agama bukanlah sumber keterasingan yang sebenarnya, tetapi hanya pelarian dari bentuk keterasingan fundamental lainnya.

Tetapi mengapa masyarakat dapat teralienasi - yang dalam konteks ini teralienasi dalam masyarakat kapitalis? Sifat manusia adalah pekerjaan. Karena bekerja adalah usaha seseorang untuk bertahan hidup di alam. Pekerjaan itu sendiri pada dasarnya / dan harus bebas, memiliki berbagai bentuk ekspresi, dan juga memberi kesenangan. Namun sayang, kondisi tersebut tidak terjadi. Seorang manusia dapat terasing ketika hasil karyanya tidak lagi menjadi bagian dari dirinya. Alih-alih dimiliki oleh pekerja, ia justru dimiliki oleh orang lain, yang dalam hal ini adalah pemilik alat-alat produksi. Alat-alat produksi yang dimiliki oleh orang lain, membuat pekerja atau proletariat (yang menjual tenaga kerjanya) mengubah kerjanya menjadi komoditas. Komoditas ini, setelah diproduksi oleh pekerja, diperdagangkan di pasar.

Hal terpenting tentang keterasingan ekonomi adalah penyitaan nilai lebih yang dihasilkan oleh kerja oleh investor. Padahal, seorang proletar bisa menghasilkan komoditas yang cukup untuk menghidupi dirinya dan keluarganya dalam kurun waktu tertentu. Tetapi, alih-alih berhenti pada titik mendapatkan cukup, mereka dipaksa untuk bekerja lebih banyak. Kerja ekstra ini tentu saja juga menghasilkan komoditas berlebih. Dan kelebihan komoditas ini sama sekali bukan milik proletariat, tetapi harus diberikan kepada investor. Di sinilah letak perampasan nilai lebih yang diciptakan oleh proletariat; dan perampasan ini adalah keterasingan itu sendiri. Nilai lebih yang diambil inilah yang menjadi keuntungan atau keuntungan pemilik alat produksi atau penanam modal.

Selain terasing dari barang-barang yang dihasilkannya, kaum proletar juga terasing dari masyarakatnya. Mengapa demikian? Karena setiap kepribadian yang merupakan esensi dasar diri sendiri - juga yang diekspresikan dalam pekerjaannya - hilang atau tidak terlibat dalam relasi dan keterlibatan satu sama lain dalam tatanan sosial masyarakat. Keterlibatan seperti itu hanya dimungkinkan dalam hubungan perdagangan, atau pertukaran komoditas.

Selain sebagai peredam penderitaan, yang merupakan mekanisme internal sebuah ideologi. Agama, menurut Marx, merupakan ekspresi dari kondisi keterasingan yang nyata. Agama tidak lebih dari keluhan penderitaan dan juga jeritan protes terhadap kondisi nyata keterasingan. Agama juga berfungsi sebagai candu atau empeng dari penderitaan yang tidak pernah menyelesaikan masalah sama sekali. Jadi jika demikian, maka penghapusan kebahagiaan ilusif dari agama (karena itu adalah obat penenang atau candu), adalah upaya nyata untuk membawa kebahagiaan sejati atau nyata. Upaya menghilangkan ketergantungan setiap orang pada ilusi agama merupakan upaya mengarahkan mereka pada perjuangan nyata yang ada dalam realitas konkret. Oleh karena itu, tugas filsafat adalah untuk menghapus semua topeng dari ilusi surgawi ke tatanan duniawi yang nyata. Sehingga kritik terhadap dunia surgawi harus ditarik pada kritik terhadap dunia material yang konkret. Kritik agama harus diubah menjadi kritik hukum, dan kritik teologi harus ditarik ke dalam kritik politik.

Kesimpulan

Menurut Marx, agama sebenarnya bukanlah bentuk keterasingan dari manusia. Berbeda dengan Feuerbach, ia menegaskan bahwa fenomena agama hanyalah efek lain dari keterasingan yang sebenarnya, yang ada dalam tatanan masyarakat yang sebenarnya. Keterasingan yang sebenarnya adalah keterasingan ekonomi. Mengapa demikian? Karena menurut Marx, manusia bukanlah entitas material metafisik seperti yang dibayangkan Feuerbach. Manusia adalah makhluk konkret yang aktif, yaitu makhluk yang bekerja atau berdimensi praksis. Dimensi praksis ini ditemukan dalam organisasi sosial yang ada dalam konteks penghidupan. Dimensi praksis atau produksi adalah struktur ekonomi. Alienasi ekonomi ini terjadi ketika proletariat dirampas dari nilai lebihnya oleh para pemilik kapital. Dan pelarian dari kondisi keterasingan ini adalah agama. Agama berfungsi sebagai penenang dari penderitaan yang dialami kelas pekerja, sekaligus sebagai pelaku tatanan eksploitatif yang ada di masyarakat. Jadi, menghilangkan agama adalah, menghilangkan kebahagiaan palsu mengarah pada kebahagiaan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun