Mohon tunggu...
Fadhel Fikri
Fadhel Fikri Mohon Tunggu... Penulis - Co-Founder Sophia Institute.

Co-Founder Sophia Institute Palu, serta pegiat filsafat dan sains.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hubungan Marxisme dan Agama

4 Agustus 2022   01:24 Diperbarui: 31 Desember 2023   09:57 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini sebelumnya sudah diterbitkan di Sophia Institute dengan judul "Antara Komunis dan Islam, Apakah Bertentangan?", yang telah diterbitkan ulang melalui persetujuan penulisan dan penerbitnya.

Sejarah panjang mencatat di negeri kita bagaimana stigma Komunisme melekat di dalam pikiran masyarakat. Pasca meletusnya tragedi 65-66, dan Soeharto berhasil memenangkan jabatan presiden RI, propaganda kebencian terhadap komunis mulai masif disebarkan ke seluruh Indonesia. Di antara propaganda yang mutakhir adalah dengan melalui film G30S/PKI. 32 tahun kejayaan Orde Lama, tentulah merupakan waktu yang sangat efisien untuk menancapkan suatu stigma kepada masyarakat.

Berlanjut ke masa Reformasi. Meskipun propaganda tersebut tidak semasif di masa Orde Lama, pelarangan buku-buku kiri membuat masyarakat sulit mengakses kebenaran di balik stigma tersebut. Salah satu stigma yang paling melekat terhadap Komunisme adalah bahwa orang-orang komunis itu anti agama.

Di Indonesia sendiri, yang mayoritas Islam, bukanlah hal yang mengherankan jika Komunisme kerap dibenturkan dengan ajaran-ajaran Islam. Saya sengaja menulis ini untuk menjawab kebenaran hal tersebut, karena beberapa buku kiri yang berhasil saya dapatkan dan artikel-artikel yang saya telusuri terkait hubungan antara Komunisme dan Islam.

Komunisme adalah idelogi yang diusung oleh salah seorang filsuf Materialisme, Karl Marx. Jadi untuk membahas ideologi komunis, kita harus mengenal terlebih dahulu bagaimana corak pemikiran pencetusnya.

Meskipun Karl Marx seorang materialis, namun di dalam Materialisme sendiri masih terdapat beberapa cabang-cabangnya. Salah satu cabang materialisme yang dengan keras menolak sesuatu yang abstrak seperti Tuhan adalah Materialisme Mekanik. Materialisme Mekanik memusatkan hakikat kebenaran pada materi yang berwujud seperti atom-atom. Namun, Karl Marx, sebagai penggagas Komunisme, bukan bagian dari Materialisme Mekanik ini. Dia menganggap bahwa Materialisme Mekanik terlalu konservatif karena menolak hal-hal esensial/abstrak. Itulah mengapa Marx membuat aliran Materialismenya sendiri: Materialisme Dilektik.

Materialisme Dialektik merupakan pandangan yang menganggap segala sesuatu bertentangan namun saling berkaitan. Dalam Materialisme Dialektis bukan hanya benda yang berwujud dan berbentuk saja yang dianggap sebagai materi, namun juga pola-pola yang notabene abstrak itu pun juga materi; Contoh sosial. Kita tidak bisa melihat bentuk atau wujud sosial itu seperti apa, namun kita bisa mengetahui bahwa sosial itu ada melalui suatu pola masyarakat yang dapat kita saksikan.

Di samping itu, saya kira perlu untuk di garis bawahi bahwa Marx masih seorang yang beragama. Sejak kecil ia beragama Yahudi dan di usia remajanya ia mengikuti jejak orang tuanya yang berpindah agama dari Yahudi menjadi Katolik. Tidak ada satu literatur pun dari Marx yang secara eksplisit mengatakan bahwa dirinya seorang ateis, sebagaimana banyak orang percaya saat ini.

Karl Marx secara khusus sebenarnya tidak mengkritik agama. Apa yang ia kritik adalah para otoritas yang menjalankan agama yang menurutnya telah menyulitkan hidup masyarakat. Karena bagi Marx, agama bukanlah faktor utama dalam kesengsaraan masyarakat. Di sisi lain, ia juga menganggap bahwa agama pada dasarnya merupakan bentuk protes terhadap penderitaan nyata. Namun pada masa itu sampai hari ini, agama cenderung diperalat dan dikontrol oleh segelintir orang dan membuat mereka yang protes terhadap penderitaan nyata diubah menjadi bentuk kesenangan khayalan yang oleh Marx sendiri ia sebut sebagai Opium atau candu masyarakat. Inilah yang melatarbelakangi ucapan fenomenalnya: "Agama adalah candu masyarakat."

Belum lagi tidak jarang orang-orang ini (para agamawan) menjual agama demi keuntungan diri mereka sendiri. Berapa orang menyebut tindakan mereka (orang yang mencari keuntungan pribadi dari agamanya) sebagai "orang-orang yang sibuk menjual tuhan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun