Mohon tunggu...
Fadh Ahmad Arifan
Fadh Ahmad Arifan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Pernah bersekolah di MI Attaraqqie. Penggemar mie ayam dan Jemblem

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PBB : Antara Poros Istana dan Mekkah

14 April 2019   08:01 Diperbarui: 14 April 2019   08:22 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinggal menghitung hari, negeri kita akan menghelat pemilihan Legislatif (Pileg). Diikuti 16 Parpol dan 4 Partai lokal di Aceh. Iklan-iklan dan baliho sudah marak menghiasi layar kaca maupun media sosial. Di layar kaca, iklan partai yang mengusung wacana "anti poligami" sering bermunculan. Cukup agresif untuk ukuran partai yang baru mengikuti pileg. Entah siapa taipan atau pengusaha yang menjadi penyandang dananya. 

Kalau saya cermati, ada salah satu partai politik Islam yang sampai tulisan ini terbit jarang muncul di layar kaca. Baru sekali saja terlihat iklan PBB di TVRI. Bahkan kurang masif berkampanye di media sosial. Partai yang dimaksud adalah Partai Bulan Bintang (PBB). 

Dalam buku Seabad Persatuan Ummat Islam (Yayasan Masyarakat Sejarawan Indonesia, 2014), PBB dipandang sebagai partai politik Islam pertama yang muncul setelah presiden Soeharto lengser. 

PBB didirikan tanggal 17 Juli 1998. Dilatarbelakangi tokoh-tokoh Eks Masyumi yang tergabung dalam Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI). Mereka berharap agar PBB meneruskan perjuangan Masyumi.

Zainatul Rohmah (IAIN Sunan Ampel, 2009) menyatakan di kesimpulan Skripsinya, "Perjuangan PBB yang paling utama yakni memperjuangkan Syariat Islam dan Perubahan pasal 29 ayat (1) dari yang bersembunyi 'Negara Berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa' menjadi berbunyi 'Negara Berdasarkan atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi penduduk pemeluknya".

 Di dunia nyata baliho dan poster caleg PBB tak sebanyak caleg partai lain. Misalnya di desa Mangliawan, Kabupaten Malang hanya ada satu caleg mempromosikan dirinya. Sisanya ada satu buah baliho berukuran besar bergambar elitnya yang tersohor yakni Prof. Dr. Yusril ihza Mahendra. 

Pesan baliho ini agak aneh, "Bela Islam, Bela NKRI". Jika dibandingkan dengan partai Islam lainya yang mengusung pesan "Hapus pajak Motor dan SIM Seumur Hidup", pesan yang diusung PBB sukar dipahami orang awam.

PBB lewat Yusril Ihza Mahendra merapat ke petahana. Langkah politik seperti ini berdampak kepada keutuhan partai. Misalnya Habib Novel Chaidir Hasan atau Novel Bamukmin salah satu caleg PBB yang melawan keputusan Yusril. Dilansir dari laman Detik (28/1/2019), Novel yang terdaftar sebagai caleg PBB tingkat DPRD DKI Jakarta Dapil 8, mengaku tak mau lagi mengkampanyekan PBB. 

Dia akan memberikan sumbangsih ke partai-partai yang mengikuti hasil Ijtimak Ulama. Selain Bamukmin, "Gerakan Nasional Caleg PBB Poros Makkah" yang digagas Ketua Majelis Syuro PBB MS Ka'ban dan beberapa kader PBB juga memilih mendukung paslon pesaing Petahana. Posisi PBB boleh dikata antara Poros Istana dan Poros Mekkah.

Jika mencermati lebih dalam tentang fenomena yang terjadi di PBB, sebenarnya agak mirip Partai Demokrat. Resmi mendukung paslon nomer 2, tetapi kader-kader di beberapa wilayah malah berlawanan dengan keputusan Ketua umum Partainya. Hal ini bermakna ketidaksolidan mesin partai. Tentunya berimbas kepada perolehan suara Partai. 

Harus diakui, sumber daya politik Demokrat masih diatas angin, daripada PBB. Pasalnya Demokrat ditopang beberapa jendral Purnawirawan, donatur yang setia dengan keluarga Yudhoyono dan Tim pemenangan seperti Echo, Sekoci, Delta, Tim Romeo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun