Mohon tunggu...
Fachrudin Alfian Liulinnuha
Fachrudin Alfian Liulinnuha Mohon Tunggu... Administrasi - Hanya sekedar freelance

Hanya ingin sekedar berbagi, bukan menggurui....

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sebuah Perjalanan Berkesan dari Perbukitan Prambanan

31 Oktober 2017   20:58 Diperbarui: 1 November 2017   05:55 3141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut kamu, apa yang menyenangkan dari sebuah perjalanan? Kalau kata Windy Ariestanty, seorang travel writter. "Perjalanan yang menyenangkan adalah ketika kita bisa menemukan teman, sahabat, saudara dan mungkin juga cinta. Lebih menyenangkan lagi adalah bisa menemukan diri kita sendiri: sebuah rumah yang sesungguhnya. Yang membuat kita tidak akan merasa asing, meski berada di tempat asing sekalipun...".

Saya sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Windy. Bagi saya, perjalanan menyenangkan itu adalah ketika kita bisa menemukan banyak hal-hal baru yang sebelumnya kita tidak pernah temui. Bisa teman, sahabat. cinta ataupun makna-makna dari sebuah perjalanan yang bisa membuat diri kita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Dibawah ini, saya ingin sedikit berbagi pengalaman tentang sebuah perjalanan yang banyak memberikan makna, cinta dan kebahagiaan pada diri saya pribadi.

Pada hari Kamis  (19/10/2017), sebuah undangan datang menghampiri saya untuk turut serta mengikuti acara yang bertajuk "Fun Trip, Jelajah tempat-tempat wisata baru di kabupaten sleman". Undangan itu sepertinya datang tepat pada waktunya, yaitu ketika diri ini lagi benar-benar suntuk dan butuh sesuatu yang namanya "liburan". Sebagai penyelenggara, Dinas Pariwisata dan Disperindag Kabupaten Sleman mengundang sekitar 23 blogger untuk ikut dalam perjalanan kali ini.

Dimulai dari lobi hotel Sahid Rich Jogja, kami berangkat bersama dengan menggunakan transportasi Bus untuk menuju tebing breksi sebagai titik kumpul dimulainya fun trip. Rasa adem selama berada di Bus seketika langsung terasa panas dan berdebu ketika saya sudah tiba di kawasan wisata tebing breksi. Meski cuaca panas dan belum masuk waktu akhir pekan, suasana disana cukup ramai dengan pengunjung yang terlihat berfoto dan berselfie ria di tengah-tengah cuaca terik dan berdebu.

Setelah sempat foto-foto lokasi sebentar, panitia langsung mengarahkan saya dan para peserta untuk langsung menuju lokasi acara dimana Bupati Sleman, Bapak Sri Purnomo dan Camat Prambanan, Bapak Eko Suhargono sudah menunggu disana. Dengan dinaungi tenda berwarna ungu, kami semua berkumpul dan mendengarkan briefing dari Bupati Sleman dan Camat Prambanan sebelum melakukan aktivitas penjelajahan.

Bapak Bupati Sleman ketika memberikan briefing (Dokumentasi Pribadi)
Bapak Bupati Sleman ketika memberikan briefing (Dokumentasi Pribadi)
Bapak Bupati Sleman dan Camat Prambanan yang siang itu memakai busana jawa lengkap secara bergantian memberikan sambutan dan penjelasan tentang lokasi-lokasi wisata yang nanti akan kita kunjungi. Pak Eko menjelaskan, nantinya para blogger akan diajak mengunjungi tiga tempat, yaitu watu payung, bukit teletubbies dan bukit klumprit. Saya dan teman-teman semakin antusias karena untuk menuju ke lokasi-lokasi tersebut sudah disediakan jeep wisata yang siap mengantarkan kami menjelajah spot-spot wisata di area yang biasa disebut Shiva Plateau ini.

Benar saja, dibawah mobil-mobil jeep sudah berjejer rapi dan siap untuk berangkat. Hati ini seketika langsung jatuh hati ketika melihat sebuah jeep Toyota berwarna merah menyala, penampilannya sangat gagah dan menawan. Tidak mau jeep itu di duduki oleh orang lain, saya yang ketika itu bersama dua teman saya, yaitu mas Ken dan Arif langsung lari ngacir menuju jeep tersebut dan langsung menaikinya. 3 kursi kosong dibelakang sudah sukses kami kuasai, hehe.. Satu slot kursi depan yang tersisa akhirnya diisi oleh temannya mas ken, Mbak Siti Chotimah.

Rombongan Jeep siap berangkat (Dokumentasi Pribadi)
Rombongan Jeep siap berangkat (Dokumentasi Pribadi)
Jeep berwarna merah yang kami naiki perlahan bergerak dan melesat melewati debu-debu tanah breksi yang beterbangan karena dihantam kerasnya roda Jeep. Kami terus menuju ke arah timur melewati jalan yang tracknya berubah-ubah, kadang lurus dan kadang menanjak. Untuk memacu adrenalin kami, kadang jeep juga bermanuver saat melahap beleokan-belokan curam. Pemandangan di kanan-kiri menawarkan sajian alam hijau nan meneduhkan. Suasana dan sensasi baru pun saya rasakan ketika wajah ini terasa segar saat disapu lembutnya angin perbukitan, ditambah kuping ini yang juga didendangkan raungan keras suara mesin jeep. #halahlebay :-D

Menggapai Langit Biru di Selo Langit (Watu Payung)

Badan ini serasa diguncang kuat, jeep yang sebelumnya berjalan dengan tenang tiba-tiba berbelok kiri menuju ke arah jalanan tanah liat yang cukup ekstrim dan menanjak. Dengan kondisi tersebut, otomatis membuat jeep berguncang-guncang. Jalan yang kami lewati ini ternyata menuju ke area parkir Selo Langit (Watu Payung), jarak antara jalan raya hingga tempat parkir tidak terlalu jauh, sekitar 50 meter. Dengan pijakan gas ekstra, akhirnya jeep sukses melewati rintangan dan bisa sampai di lokasi yang kami tuju.

semilir angin yang menyejukkan menyambut kami ketika sudah berada di area lokasi selo langit. Saya berjalan sebentar menuju punggung bukit dan menemukan sesuatu yang benar-benar memukau mata, landscape pemandangan dibawahnya tersaji dengan sempurna. Kombinasi petak-petak sawah, rumah,ladang dan pegunungan hijau yang mengelilinya membuat mata ini sulit terpejam untuk tetap menikmati keindahannya. Dari Selo Langit kami bisa meneropong jauh berbagai wilayah, diantaranya adalah bisa melihat Rawa Jombor Klaten dan puncak gunung api purba nglanggeran.

View dari Selo Langit (Dokumentasi Pribadi)
View dari Selo Langit (Dokumentasi Pribadi)
Selo langit juga biasa disebut dengan watu payung, wisatawan malah sepertinya lebih familiar dengan sebutan itu. Penyebutan nama watu payung tidak bisa dilepaskan dari Keberadaan sebuah lempengan batu besar yang berbentuk seperti payung. Posisinya menggantung dan menjorok dari punggung jurang. Batu tersebut berjenis batu apung yang terbentuk dari buih lava purba jutaan tahun yang lalu atau disebut dengan batu pumice.

Watu Payung (Dokumentasi Pribadi)
Watu Payung (Dokumentasi Pribadi)
Konon, pemberian nama Watu Payung dikarenakan batu ini dahulu digunakan sebagai tempat berlindung atau bersembunyi para penduduk setempat dari kejaran tentara Belanda. Saya yang mencoba naik dan berdiri di atasnya, seperti merasa berada di puncak tertinggi, langit yang biru seperti seakan turun mendekat dan berhasil saya jangkau. Karena sensasi seperti itulah, tempat ini juga disebut dengan Selo Langit.

Berdiri diatas Watu Payung (Dokumentasi Pribadi)
Berdiri diatas Watu Payung (Dokumentasi Pribadi)
Wisata yang masih tergolong baru ini secara administratif berada di Dusun Gedhang Atas, Ds. Sambirejo, Kec. Prambanan, Kab. Sleman, DIY. Ingin mendapatkan momen berkesan ketika berkunjung ke Selo Langit, cobalah datang ketika waktu dimana mentari mulai menampakkan wujudnya. Dengan pemandangan lepas menghadap ke timur, pesona sunrise akan terasa lebih sempurna bila kita bisa menyaksikannya dari tempat ini.

Menuju Bukit Teletubbies

Setelah sekitar hampir setengah jam menikmati keindahan Selo Langit, kami pun akhirnya melanjutkan perjalanan untuk menuju destinasi wisata selanjutnya, yaitu Bukit Teletubbies. Untuk menuju kesana, track yang dilewati terasa lebih eksotis dan menantang. Melewati jalan perkampungan yang berliku-liku ditambah dengan melewati kawasan hutan perbukitan asri semakin menambah kedamaian dalam pikiran dan jiwa saya. 

Pemandangan semakin menarik ketika kami melewati deretan pohon ramping yang berdiri tegak dengan gagahnya. Saya cukup terkesima dan mengira itu adalah pohon sengon. Saya pun mencoba bertanya ke pak sopir untuk memastikan apakah itu pohon sengon atau tidak.

"Itu Pohon Sengon ya Pak?", tanya saya kepada pak sopir

"Bukan mas, itu pohon Jatibon alias jati bonsor", jawab pak sopir. Owalah saya salah, tak kira pohon sengon, hehehe...

Melewati pohon jatibon (Photo by menggapaiangkasa.com)
Melewati pohon jatibon (Photo by menggapaiangkasa.com)
Tak terasa, jarum jam menunjukkan sudah hampir pukul 3 sore, rombongan konvoi jeep akhirnya tiba di bukit teletubbies. Saya sudah menebak, pasti nanti disana saya akan menjumpai taman dengan rumput hijau dan rumah-rumah mungil yang unik seperti halnya di serial teletubbies. Tapi sayang, tebakan saya setengahnya salah. Di area bukit teletubbies saya tidak menjumpai rumah-rumah-rumah bulat khas teletubbies, tapi hanya ada taman berumput hijau, sebuah gardu pandang dan beberapa gazebo. Lalu tempat ini kok bisa disebut bukit teletubbies, bagaimana ceritanya?

Ternyata oh ternyata, jawabannya bisa ditemui saat saya mencoba naik ke gardu pandang. Dari ketinggian, saya baru bisa melihat beberapa rumah berbentuk setengah bulat seperti gundukan bukit dengan kubahnya yang warna-warni, mirip seperti rumah teletubbies. Rumah-rumah yang terlihat dari gardu pandang inilah biasa disebut dengan rumah dome, dari situ akhirnya tempat ini dinamai juga dengan bukit teletubbies.

Bukit Teletubbies (Photo by beritaberbeda.com)
Bukit Teletubbies (Photo by beritaberbeda.com)
Rumah Dome terlihat dari gardu pandang (Dokumentasi Pribadi)
Rumah Dome terlihat dari gardu pandang (Dokumentasi Pribadi)
Rumah dome dibangun karena buntut dari adanya gempa besar yang melanda sebagian wilayah yogyakarta pada tahun 2006. Pembangunannya atas inisiatif dan bantuan dari Domes For The World, sebuah lembaga nirlaba dari Amerika Serikat dan donatur perorangan dari Arab Saudi pada tahun 2006 pasca gempa jogja. Konsep rumahnya disebut ramah alam dan menggunakan teknologi khusus sehingga rumah dome dipercaya tahan gempa, tahan api, badai dan topan. 

Berburu Senja di Bukit Klumprit

Waktu sudah hampir semakin senja dan masih ada satu destinasi lagi yang harus dikunjungi. Kami akan menyambangi Bukit Klumprit, sebuah bukit yang terletak di Dusun Klumprit, Desa Wukirharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Lokasinya terpencil dan aksesnya masih lumayan sulit, jeep kami bahkan parkirnya dalam posisi nyungsep karena terbatasnya lahan untuk parkir dan harus berbagi dengan jeep-jeep yang lain. Untuk menuju bukit klumprit, dari parkiran kami harus tracking sebentar melewati berbagai medan jalan yang sebagian besar digunakan untuk ladang penduduk.

Walaupun trackingnya di beberapa titik terasa menanjak, saya salut kepada bapak bupati dan bapak camat. keduanya masih setia menemani kami sampai menuju puncak bukit klumprit meski harus sedikit kerepotan karena masih memakai baju lurik, jarik dan sandal selop. Sepertinya baru kali ini saya melihat ada orang tracking di perbukitan memakai kostum seperti itu, sungguh luar biasa dan bisa menjadi suntikan bagi saya yang nafasnya sudah ngos-ngosan agar tetap semangat.

Tracking ke bukit klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Tracking ke bukit klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Setapak demi setapak jalan kami lalui dengan cukup sulit, penantian akhirnya terbayar lunas ketika kami sukses menggapai bukit klumprit. Mata kami langsung dimanjakan dengan sejuknya pemandangan hijau dari arah barat. Selain itu, tempat ini semakin eksotis dan natural dengan hadirnya batuan-batuan besar yang mirip dengan batu-batu gunung api purba nglanggeran. Kata pak camat, batu di bukit klumprit ini dinamakan batuan breksi yang dimana ciri-ciri batunya akan cepat terkikis bila terkena air hujan.

Bebatuan Bukit Klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Bebatuan Bukit Klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Welcome to Bukit Klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Welcome to Bukit Klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Di sore menuju senja itu, bukit klumprit seolah menjadi tempat terbaik untuk merelaksasi badan, pikiran dan perasaan dari segala hiruk-pikuk beban kehidupan dan pekerjaan. Seperti apa yang diungkapkan oleh Windy di awal tulisan, apakah ini rumah sesungguhnya?. Sebuah tempat yang memang benar-benar asing, tapi saya dan teman-teman disini tidak merasa asing. Sebuah tempat yang jauh dari rumah, tapi disini kami menemukan kesejukan, kedamaian dan kebahagiaan.

Angin perbukitan yang semula kami rasakan terlalu lembut, lama-kelamaan rasanya semakin dingin dan tiupannya terasa kencang. Sebuah pertanda, bahwa sebentar lagi senja akan turun membawa sang surya untuk kembali ke peraduannya. Langit agak mulai kelam, secara perlahan matahari mulai turun dengan diiringi munculnya awan. Keindahan senja pun terasa tertutup sebagian, tapi kami masih bisa tersenyum ketika semburat cahaya menembus awan dan menciptakan goresan-goresan cahaya emas yang tetap memukau mata

Senja di Bukit Klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Senja di Bukit Klumprit (Dokumentasi Pribadi)
Seiring gelap yang mulai menyelimuti bukit klumprit, perjalanan harus segera kami akhiri. Rasa lega seketika terasa ketika kami sudah sampai lagi di tebing breksi, titik dimana petualangan menakjubkan ini dimulai. Acara selanjutnya dilanjutkan makan bersama dengan sajian ayam ingkung dan urapan sayur. Saya baru sadar sejak pagi sampai waktu petang ternyata belum makan nasi sama sekali. Seperti keajaiban, sebuah perjalanan yang membahagiakan bisa mengalahkan kelaparan.

******

Wisata alam di Kabupaten Sleman sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan. Terlebih lagi banyak potensi dan objek-objek wisata baru yang bermunculan dan memicu ketertarikan masyarakat. Untuk ke depannya, saya berharap pengembangan wisata baru di sleman harus bisa dimaksimalkan mengacu pada trennya yang positif. Saya juga sangat apresiatif kepada pemkab sleman ketika mengajak para  kawan-kawan blogger untuk berkolaborasi mempromosikan tempat-tempat  wisata baru di sleman. Semoga langkah ini bisa membantu upaya untuk pengembangan wisata di Kabupaten Sleman dan dapat meraih pasar yang  lebih luas.

Yang terakhir, terima kasih kepada Dispar dan Disperindag Sleman, tak ketinggalan para kawan-kawan blogger jogja yang telah memberikan inspirasi banyak kepada saya. Terima kasih semuanya untuk sebuah pelajaran tentang hidup yang tak akan pernah habis untuk dieksplorasi. Di dalam perjalanan ini, alam dan segala hal yang terlihat telah mendidik saya untuk lebih berani menantang kehidupan itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun