Mohon tunggu...
Faatihah Abwabarrizqi
Faatihah Abwabarrizqi Mohon Tunggu... Freelancer - faatihaha.com

penyuka hujan dan penggila nanas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

6 Alasan Kenapa Kamu Harus Berhenti Bersikap Nyinyir terhadap Drama Korea

12 Juli 2019   13:17 Diperbarui: 16 Juli 2019   21:30 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Do Kyungsoo atau D.O EXO dan Nam Ji Hyun dalam drama 100 Days My Prince.(100 Days My Prince) | entertainment.kompas.com

Drama Korea (drakor) sebagai salah satu tayangan hiburan favorit telah hadir di tengah-tengah masyarakat Indonesia setidaknya sejak awal tahun 2000-an.

Sejumlah drakor yang terkenal dan ditunggu-tunggu pemirsa pada masa itu berjudul Full House, Jewel in The Palace, Princess Hours dan Boys Before Flowers.

Masih di awal tahun 2000-an, kebanyakan pemirsa adalah dari kalangan ibu-ibu dan perempuan muda generasi 90-an. Setelah hampir dua dekade berlalu, diiringi dengan masifnya paparan internet. Sejumlah aktor dan aktris pelakon drakor aktif berinteraksi dengan pemirsa dari seluruh dunia dengan media sosial terutama Instagram.

Tak pelak, drakor tidak pernah tenggelam, melainkan semakin berkibar sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat.

Dari sekian banyak "jenis" masyarakat di Indonesia, dalam topik drakor setidaknya ada 2 golongan yang selalu berseteru di media sosial dan di kehidupan sehari-hari.

Golongan pertama adalah penikmat drakor

Mereka yang sehari-harinya dekat dengan drakor, saat luang digunakan untuk menonton drakor, atau melihat list drama yang sedang on going (istilah untuk drakor yang sedang tayang di Negeri Gingseng), mereka yang sedang berada pada keadaan tertentu memilih menonton kembali drakor yang sudah ditamatkan karena merasa ada perasaan yang relate antara kehidupan mereka dan suasana yang diangkat di drama korea.

Golongan kedua adalah mereka yang skeptis dengan drakor dan meng-underestimate penikmat drakor

Golongan kedua ini seringkali menganggap remeh drakor yang mereka kira hanya berisi cinta-cintaan dan diperankan oleh artis yang operasi plastik sekaligus juga -merendahkan- selera penikmat drakor dengan menuduh penikmat drakor hanya menikmati karena pemeran yang rupawan.

Cukup panas, kritis dan krusial fenomena drakor lovers ini hingga kesenangan menikmati drakor di Indonesia kerap dibenturkan dengan berbagai elemen pembentuk kehidupan seperti agama dan kehidupan percintaan. Penikmat drakor kerap menjadi korban underestimated sebagai bagian dari kaum yang tersesat (berpaling dari agama) karena menjadi bagian dari pecinta -kaum plastik (istilah yang sering digunakan untuk menyebut pekerja seni Korea dalam konotasi negatif, merujuk pada banyaknya dugaan operasi plastik yang ditujukan kepada mereka).

Mereka kerap dilabeli sebagai korban usaha konspirasi oleh dan dari pihak-pihak tertentu. Drakor lovers juga tidak jarang dituduh sebagai wanita yang akan kesulitan mendapatkan suami, atau dituduh sebagai laki-laki yang lembek (bagi yang laki-laki). 

Tidak jarang saya mendapati banyak pasangan romantis (baik yang menikah ataupun belum), antara wanita penikmat drakor dengan lelaki -biasa-, seringkali tidak menjadikan -ritual menonton drakor- sebagai masalah dalam hubungan mereka.

Bahkan setelah beberapa waktu, beberapa laki-laki mulai ikut menonton drakor dengan wanitanya dan akhirnya mereka memahami mengapa drakor sering tidak bisa dilewatkan sebagai bagian dari hiburan yang mudah dan murah dalam keseharian. Kira-kira berikut inilah aspek-aspek pembentuk drama korea sebagai hiburan yang digemari:

1. Drama Korea itu Realistis
Jika kita ingat di awal tahun 2000-an, saat itu Indonesia sedang terpapar sinematografi naga terbang dalam negeri kala Korea Selatan mengimpor produk drama dari sosok sejarah Dang Jang Geum yang menampilkan sinematografi dengan garapan apik dan serius, setiap wardrobe dan propertinya benar-benar dibuat sedekat mungkin dengan eranya.

Jang Geum, Jewel In The Palace. Sumber: daum
Jang Geum, Jewel In The Palace. Sumber: daum

Hingga saat ini, sejumlah drakor yang -cukup khayal- sebutlah Goblin dengan pedang berapi biru, kapal terbelah yang karam ditengah badai, nyatanya masih tidak tampak janggal berkat teknologi CGI yang digarap dengan serius (bisa dilihat di episode spesial).

Jika sinetron dalam negeri kerap membuat simpel suatu penyakit pasca kecelakaan dengan membelitkan perban di dahi, drakor sudah menyajikan adegan ruang operasi lengkap dengan surgical video-nya. Jika sinetron dalam negeri kerap mendeskripsikan tokoh utama lelaki yang kaya- raya berprofesi sebagai pengusaha yang menggunakan setelan jas ke kantor, drakor tidak takut mendandani aktornya dengan berbagai setelan yang disesuaikan dengan ragam aktivitas dalam pekerjaan seperti CEO advertising di My Introverted Boss.

2. Berlatarbelakang Kehidupan Sehari-hari Maupun Sejarah dalam Beragam Tem
Indonesia juga memproduksi sinetron dengan latar belakang kehidupan sehari-hari seperti cerita Tukang Bubur, Driver Ojol, Anak Muda di Jalan dan lainnya, Korea Selatan memproduksi drama dengan latar kehidupan sehari-hari yang lebih beragam lagi, sebut saja School dan Replay yang sudah masyhur itu banyak bercerita tentang kehidupan sosial di Korea Selatan, tetapi lebih spesifik lagi, industri drama di sana sudah berani mengombinasikan kehidupan sehari-hari dengan tema-tema yang lebih spesifik.

Drama berlatar belakang hukum seperti Suspicious Partner, kita bisa menyimak bagaimana cara kerja Jaksa dan Pengacara di Korsel atau drama Nothing To Lose yang menggambarkan dengan detil bagaimanakah kerja dan apa hal-hal dilematis yang dihadapi profesi hakim.

Sumber ilustrasi: koreandrama.org
Sumber ilustrasi: koreandrama.org

Drama berlatar belakang militer di wilayah krisis digambarkan dengan apik di Descendants of The Sun, bagaimana tentara bekerja menghadapi terorisme, pengamanan bom, misi gabungan, misi kemanusiaan dijelaskan tanpa membosankan. Drama berlatarbelakang industri jurnalistik pun dimainkan oleh pemeran Pinnochio dengan sangat meyakinkan. Industri drama di Korea Selatan memang digarap dengan sungguh-sungguh, berdasarkan riset dan observasi yang mendalam sejak dari penulisan naskah.

3. Diproduksi Secara Konsisten
Konsisten yang dimaksud adalah durasi dan panjang drama yang ditayangkan sesuai dengan kesepakatan. Alur cerita tidak berubah, tidak berkurang atau bertambah mengikuti rating. Ini penting untuk menjaga alur cerita.

Kita sudah hafal bagaimana dengan mudahnya sinema dalam negeri menambah cerita dan episode saat rating dirasa bagus, juga bagaimana mereka menggeser second lead male and female menjadi tokoh yang lebih banyak diceritakan jika mereka lebih disukai penonton. Drama Korea jarang kehilangan fokus, walaupun entah setelah tamat pemirsa lebih menyanjung second lead daripada tokoh utamanya. 

4. Membawa Misi, Baik Pesan Moral maupun Edukasi
Disadari atau tidak, kebanyakan sinematografi Indonesia kerap mengaplikasikan mentah-mentah fenomena sehari-hari kedalam project cinematic mereka. Jika sedang pelakor sedang tren, di-branding sinetron berjudul perebut suami orang, jika kenakalan remaja sedang tren dibuat sinetron yang malah menampilkan kenakalan remaja tersebut.

Jika ada pun pesan moral dan nilai edukasi, dipaparkan dengan sangat kasar dan tersurat di adegan ustad berceramah, guru BP atau orang tua yang ngomel-ngomel dengan durasi yang sedikit. Drakor dalam penayangannya kerap menyajikan fenomena kehidupan sehari-hari yang sedemikian rupa dimaksudkan untuk mengungkap keadaan negeri mereka sendiri, bagaimana korupsi, kolusi dan nepotisme terjadi di antara mereka sebagai kontrol sosial digambarkan oleh drama The K2, Healer, Player, bagaimana industri rumah sakit menjadi kehilangan arah oleh drama Doctors.

Ji Chang Wook (above left) and Song Yoon A (above right) have an uneasy alliance in The K2 while friends will not allow Ha Seok Jin and Park Ha Sun to chill out alone in Drinking Solo.PHOTO: STARHUB 
Ji Chang Wook (above left) and Song Yoon A (above right) have an uneasy alliance in The K2 while friends will not allow Ha Seok Jin and Park Ha Sun to chill out alone in Drinking Solo.PHOTO: STARHUB 

5. Kelebihan dari Episode yang Tidak Unlimited
Beberapa jumlah episode drama korea di antaranya di kisaran 12 - 60 episode. Tidak dalam jumlah ratusan membuat drama korea mudah untuk diunduh, disimpan dan ditonton ulang. Jumlah episode yang sedikit membuat pemirsa tidak kesulitan me-recall adegan-adegan dalam drama, mengingat kutipan-kutipan dan suasananya.

Jumlah episode yang terbatas juga memudahkan aktor dan aktris untuk menggarap project lainnya serta terbebas dari label pemirsa sebagai tokoh antagonis atau protagonis, memberi keleluasaan kepada mereka untuk mengeksplorasi beragam peran di judul-judul drama yang lain.

6. Karakter Artis dalam Industri Drama Korea
Korea Selatan sangat kritis terhadap public figure mereka, sehingga kebanyakan artis drama benar-benar totalitas dalam setiap project yang mereka kerjakan (orang Korea identik dengan kerja keras). Song Seung Heon mengaku menahan lapar dan mengambil kelas menari untuk memenuhi tuntutan peran, begitu pula banyak dari mereka yang melakukan hal serupa Seung Heon.

Jika artis sinetron dalam negeri mengambil kuliah di bidang bisnis dan manajemen untuk bekal saat sudah tak lagi tenar, banyak artis drama korea yang mengambil kuliah di bidang film, peran, drama, dan bahasa untuk memperdalam pengetahuan mereka.

Kenapa banyak penikmat drakor yang terkesan -menggemari- para pemeran dalam drama? 

Kebanyakan artis drakor benar-benar menjaga citra mereka sebagai figur publik yang dapat menjadi teladan, beberapa dari mereka tercatat sebagai duta pajak negeri gingseng, sebagai duta bahasa, ambassador sejarah dan budaya Korea, juga tak terhitung kegiatan amal dengan jumlah fantastis mereka jalankan baik sendiri maupun berkelompok, mereka tidak mengumbar kehidupan pribadi yang glamor, maupun kehidupan percintaan yang dramatis untuk menjadi trending topic.

Walau demikian mereka tetap santun dalam berinteraksi dengan fans dan pemirsa dari seluruh belahan dunia, baik dalam sesi fan meeting saat tour ke berbagai negara maupun saat menyapa penggemar melalui sosial media.

Sudah paham kenapa banyak penggemar Drama Korea di sekitar kita?

Saya sebagai penulis, awalnya merupakan bagian dari golongan kedua namun kini beralih menjadi bagian dari golongan pertama. Terlebih dahulu disclaimer dari saya bahwa tidak hanya drama Korea, saya juga menikmati western drama, drama Jepang, anime, sejumlah film produksi dalam negeri, banyak film bollywood dan tak terhitung lagi film dari berbagai negara dengan berbagai rating dan beragam genre.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun