Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Rejeki Direbut Taksi Gelap, Sopir Bus Mengadu ke Presiden

21 Desember 2020   02:55 Diperbarui: 21 Desember 2020   03:31 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Keterangan Gbr. Suasana terminal bus Pinasungkulan//foto:tribunnews.com)

Taksi Glap (taksi gelap\liar) sudah beberapa tahun ini keberadaannya terus eksis di Kota Manado bahkan menjadi satu sisi perlawanan aturan atau regulasi negara terhadap ketentuan UU tentang angkutan resmi yang sudah di atur. Angkutan liar jenis ini seolah menjadi suatu fenomena sosial perlawanan bentuk ilegalitas kepada sesuatu yang legal. Bahasa sederhananya adalah melawan atau menubruk aturan dengan sengaja. Tak heran ia disebut faksi gelap. 

Meski disebut gelap dan liar yang berarti juga illegal dan dilarang, keberadaan angkutan tanpa pool atau terminal dan trayek ini terus merebak  bahkan  bertambah jumlahnya. Bahkan merajalela di jalan dan dengan sengaja tanpa ragu membuat terminal-terminal bayangan yang ironisnya ada didekat pos polisi. Tak urung para sopir bus yang kehidupan ekonomi keluarga serta masa depan anak cucu mereka sangat bergantung pada profesi mereka sebagai sopir bus menjadi sangat resah, tidak diperhatikan, bahkan di anak tirikan oleh pemerintah terlebih oleh kepolisian daerah (POLDA SULUT) dan Dinas Perhubungan Provinsi Sulawesi Utara.  Otomatis --tak hanya berkurang drastis- pendapatan para sopir bus di beberapa terminal yang ada di Kota Manado maupun di kota Kabupaten ini benar-benar kritis dan memprihatinkan. Terutama di saat-saat menjelang Natal yang semestinya para sopir menikmati berkah melimpahnya penumpang setelah Covid yang anjang dan terus berlangsung. 

 Menanggapi keluhan para sopir bus agar lewat Kompasiana dapat menyalurkan suara hati nurani, keresahan, kekecewaan serta kemarahan  mereka, penulispun melakukan report langsung ke beberapa terminal bus dan beberapa lokasi tempat pangkalan liar angkutan taksi gelap.

 Rasa nyeri dan prihatin segera menyergap rasa haru penulis begitu tiba di Terminal Karombasan sebagai Salah satu terminal bus di Kota Manado. Beberapa sopir  nampak bersandar di badan bus sambil memperhatikan naik turunnya penumpang. 

Rata-rata penumpang adalah para manula dan paruh baya meski ada juga beberapa anak muda. Menurut para sopir, penumpang yang beralih naik taksi gelap persentasinya jauh lebih besar dari yang memilih dan taat peraturan untuk naik angkutan bus  yang disarankan pemerintah.

 "So abis kasing torang. Orang so lebe banya nae taksi glap daripada nae bis. Mustinya tanggal deng bulan Desember bagini panumpang pe banya-banya, torang pe pemasukan so memadai. Mar Ini kasiang memang pas-pas for bras deng ikang. Mana le covid so ajar bantuan for sopir torang nda dapa nentau da kamana. Nentau mengeluh pa sapa. Dari dulu pemerintah Cuma tutu akan mata deng talinga. Makanya lewat Kompasiana ini kalu boleh torang pe suara manangis dengan doa boleh ta sampe pa presiden,"

 (selesai sudah kita. Orang lebih banyak beralih ke taksi gelap daripada naik bus. Mestinya tanggal dan bulan Desember seperti ini saat penumpang melimpah pemasukkan kita para sopir so lumayan memadai. Tapikaliini kasihan... pendapatan kami pas-pasan untuk beli lauk dan beras. Tambah lagi sementara masa Covid kong torang pe bantuan para sopir nda ada yang dapat torang. Nda tahu kemana perginya. Sejak dulu kami mengeluh pemerintah terkesan tutup mata dan telingan karena kami kaum kecil. Makanya lewat Kompasiana kami menitip suara tangisan dan doa kami kepada Presiden kami yang kami pilih), ujar Klinton salah satu sopir yang minta namanya disamarkan.

 Dari balik mata syahdu sopir bus ini penulis dapat meraba keresahan akan pergumulan dan kebutuhan hidup yang sangat berat. Ada air bening kecil menggantung di salah satu sudut mata itu "Dulu kami tak seperti ini,," tambahnya sembari sedikit berpaling menyembunyikan kesedihan berbaur kepanikan di raut legamnya yang terpapar matahari.

Wajah-wajah serupa itu terlihat  menghiasi juga raut para sopir bus lain yang ada di terminal Pinasungkulan ini. 

Meski begitu dengan begitu tabah mereka taat  menjemput rejeki yang tak seberapa. Mereka setia melayani penumpang walau hanya bisa sekali dalam sehari  membawa penumpang dengan jarak tempuh satu sampai satu jam setengah. Mereka begitu setia bangun pagi-pagi sekali menuju terminal sebagai tempat mempertaruhkan hidup dan masa depan anak cucu mereka. mereka terlalu setia menunggu dari pagi hingga sore hari untuk waktu keberangkatan, begitu pula dengan begitu setianya mereka bermalam di terminal tujuan untuk menunggu keberengkatan kembali pada esok harinya.

 Sementara itu, tak sampai berpuluh-puluh kilo dari terminbal bus ini deretan mobil minibus seperti avansa dan  senia berderet berani di depan komplek perbelanjaan kecil Wanea Plaza. Bahkan di beberapa ruas jalan Sam Ratulangi, Bahu dan Malalayang, dengan berani para sopir angkutan ilegaal bernama taksi gelap ini terlihat sibuk meneriakan rute tujuan agar para penumpang mendekat. Wajah2 mereka sumringah dan bahagia. Suatu pertanda bahwa pendapatan mereka banyak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun