Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Ekspedisi Ventira, Negeri yang Hilang (30/Bag:5/Waktu adalah Guru & Tuan)

7 Juni 2020   01:05 Diperbarui: 7 Juni 2020   01:35 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

 Pak Hapri bungkam. Ia tak lagi bertanya. Ia ingin belajar taat seperti kata Elis tadi. Ia hanya ingin menunggu apa petunjuk Elis selanjutnya. Sedikit, ia melirik kepada Elis. Wajah wanita muda itu nampak menyimpan wibawa dibalik sikapnya yang terkesan arogan.

 "Ada sebuah penginapan sederhana di kaki bukit setelah jembatan yang  mengarah ke Kebun kopi, setelah belok kanan di Pantoloan. Cari pemiliknya dan segera sewa tempat itu berapapun harganya," kata Elis lagi lalu berhenti. Ia menunggu sesaat kalau kalau pak hapri kembali bertanya seperti tadi, sekedar menguji saja. 

 Melihat Pak Hapri tetap diam, ia melanjutkan. "Kelola tempat penginapan itu sebagaimana mestinya agar  tak ducurigai, lalu jemput mereka dari bandara. Tanggal kedatangan mereka sama dengan tanggal ini. Mereka berjumlah enam orang. Layani mereka dengan baik dan upayakan mereka tidak mengetahui rencana ini. Setelah itu tunggu informasi selanjutnya dari saya," beber Elis lagi, lalu kembali berhenti. Ia menelisik wajah pak Hapri. Ia melihat wajah penasaran lelaki yang nyaris separuh abad itu. Ia juga melihat bibir pria itu seperti hendak bergerak namun tak mampu.

 Sesungguhnya ada banyak pertanyaan yang membebat hati Pak Hapri. Ia ingin bertanya soal nama, ciri-ciri tubuh atau gelagat bawaan anggota Tim Ekspedisi yang hendak ia jemput itu, juga jam kedatangan mereka di bandara Mutiara. Ia butuh informasi itu untuk mempermudah ia menemukan mereka. Apalagi mereka tidak saling mengenal satu dengan yang lain.bagaimana kalau ia gagal menemukan mereka? bagaimana dengan konsekwensi kegaggalannya? Dan masih banyak bagaimana lain yang ingin dikeluarkan dari hatinya namun ia tak bisa. Tak boleh bertanya balik! Petunjuk dan perintah Elis itu sangat jelas tadi. Hal itulah yang membuat ia agak gelisah dan takut. Serba salah memang. Apalagi tentu saja ini adalah sebuah pertaruhan reputasinya sebagai petinggi wilayah  yang sudah seharusnya mengabdikan diri kepada komunitas Ventira di alam dimensi real atau nyata.

 Tangan Pak Hapri terlihat agak gemetar ketika ia berusaha meraih dan membawa gelas kopi ke mulutnya. Bahkan bunyi kopi terteguk beberapa kali terdengar keras sekali oleh Elis hingga ia tersenyum maklum. Menyadari itu, Pak Hapri agak tersipu, hingga menyembunyikan sedikit rasa gugup dan agak takut yang menyelubungi hatinya. Bukan takut pada Elis, tapi takut kalau-kalau ia gagal melakukan tugas itu. Bagaimanapun Ia hanya harus berupaya menemukan para anggota tim diantara ratusan penumpang  yang turun dari pesawat. Pak Hapri menelan ludah membasahi tenggorokkannya yang tak kering.  Ini seperti mencari potongan kaca bening di dalam air yang juga bening. sulit, walau sebenarnya bisa, pikirnya.

 'Pak Hapri gugup dan takut. Ini tak ubahnya menemukan potongan kaca bening di dalam air yang juga bening. sulit, walau sebenarnya bisa.'

 

"Salah seorang diantaranya seorang pria asing warga Belanda yang tinggal di Jerman. Dua pimpinan tim lainnya adalah wanita. keduanya orang Indonesia. Yang lainnya ada tiga. Satu perempuan dan dua lelakii sebagai helper. Jadi total tim mereka enam orang." Akhirnya Elis member rincian sebagaimana yang ia tahu saja. Ia melihat perubahan air muka Pak Hapri. Ia mengerti informasi yang ia katakannya barusan sangat melegakan hati pak Hapri.

 Lagi-lagi Elis berhenti dan menunggu reaksi pak Hapri. Ia mengunyah ubi goreng yang disuguhkan Pak Hapri tadi lalu menemaninya dengan setegukan kopi lagi. Rasa nikmat gorengan sederhana membuat ia menganggukkan kepala sekali-dua kali sebagai tanda suka.

 Pak Hapri melakukan hal yang sama. Hanya dalam hatinya ada rasa puas karena ada sedikit petunjuk yang ia dapatkan tentang rombongan kecil yang akan ia jemput di bandara. Walau masih terasa kurang namun pasti itu kan sangat membantu.

 "Kopinya di tambah lagi, ya non?" tawar Pak Hapri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun