Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ekspedisi Ventira,(28/Bag:5/ Waktu adalah Guru & Tuan, Harta Karun Puluhan Triliun)

3 Juni 2020   17:32 Diperbarui: 4 Juni 2020   18:59 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita/ilustrasi: Franklin Towoliu

 5 tahun silam dalam musim penghujan di wilayah Tengah dan Timur Indonesia. Waktu itu sudah senja dan agak menjelang malam.  Tepatnya Hari Rabu,  tanggal 22 Februari 1995. Lebih tepat lagi,  sebulan sebelum Tim Ekspedisi Ventira  yang dipimpin Daniel itu menginjakkan kaki mereka di landasan bandara Mutiara Palu.

 Jalanan terlihat basah kuyup oleh hujan yang turun sejak pagi. Lampu-lampu sudah mulai dinyalakan di teras rumah warga. Juga lampu-lampu jalan yang berjejer panjang,  terlihat terang sambil memantulkan cahayanya ke atas aspal yang berair.  Lampu.kendaraan yang melintas tak ketinggalan ikut dinyalakan. Sorot cahayanya membentur benda apa saja yang terkena olehnya. 

 Meski jalanan begitu licin, sebuah sepeda motor Yamaha binter dengan body besarnya nampak meliuk-liuk  lincah di antara mobil. Datangnya dari arah Pasar Masomba. Ketenangan, ketajaman dan keberanian terlihat menyatu dalam tangan dan kaki si pengendara yang sangat berpengalaman. Apalagi sepeda motor dipacu dengan kecepatan berkisar antara 70 hingga 100 kilo meter perjam. 

Sepeda motor keluaran Yamaha Binter yang terkenal dengan raungan khasnya  yang garing, terdengar memggema sepanjang jalan. Ia mpembuat terpana beberapa pengendara lain yang berpapasan, dan siapa saja yang dapat menyaksikan atraksi ngebut itu. 

Dengan garangnya motor itu terus melaju menerabas jalan hingga memercikkan beberapa genangan  kecil air yang mengubang di atas aspal. 

 Motor itu terus memacu seolah berlomba dengan hujan. Tatapan pengendaranya sangatlah awas dan penuh perhitungan. Tatapannya dari balik kaca mata hitam yang bertenggger di atas hidung lancipnya tak bergeming sedetikoun.. 

Astaga! Sungguh tak terduga. Dengan skil berkendara yang luar biasa gesit, tak ada yang memyadari kalau penunggangnya seorang wanita. Ia berambut panjang lurus dan tergerai namun tersembunyi dalam helm merah bercorak batik. Sedang sosok feminimnya terbungkus rapi dalam jaket kulit ketat yang melindunginya dari terpaan hujan. 

 Akhirnya, kira-kira 200-an meter setelah dari arah masuk ke jalan Banteng, laju motor itu melambat lalu masuk ke pekarangan salah satu rumah papan sederhana yang berada disisi sebelah kanan, nyaris berhadapan dengan perpustakaan daerah. 

 Mata pengendara motor itu segera menyapu halaman rumah yang yang nampak bersih serta tertata apik.  Ada beberapa  macam bunga berderet sepanjang pagar luar dan dalam, terutama di sudut-sudutnya nampak bertumpuk dibawah pohon  Palem Raja dan palem Putri. Bunga Asoka kuning dan merah nampak sedang bermekaran. Bunganya rimbun dan segar apalagi karena basah oleh hujan. Bahkan ada sejenis bunga merambat yang melingkari pagar bambu itu sehingga penampakkannya jadi sangat artistic, apalagi semua itu kelihatannya terawat dengan baik. Sekitar 300-an meter luas tanah yang ditempati rumah berdinding papan itu. Rumahnya sendiri hanya berukuran lebar 6 meter dengan panjang 8,5 meter.

 Wanita dengan tinggi badan sekitar 170 cm itu terlihat turun dari motor, tentu saja setelah parkir. Tubuh sintalnya semakin kentara ketika ia melepas jaket kulitnya. Dengan kaos hitam ketat hingga ke leher jenjangnya ia tanpak begitu anggun apalagi dengan paduan celana jeans biru tua dan ban pinggang kulit lebar berwarna coklat. Tambahan pula, ada shyal melingkar di lehernya.

 "Pak Hapri ya?" sapanya tanpa memberi selamat siang ataupun assalamualaikum pada pak Hapri. Kedua tangannya sibuk mencopot sarung tangan yang dikenakannya, lalu jaketnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun