Mohon tunggu...
Franklin Towoliu
Franklin Towoliu Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemerhati masalah kehidupan

Penulis,fiksi,komik,freejournalist,perupa dan aktifis teater

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ekspedisi Ventira, Negeri Yang Hilang (1)

6 April 2020   12:48 Diperbarui: 28 Mei 2020   12:24 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Franklin Towoliu


SECANGKIR KOPI SEBELUM MEMBACA

Tahun 1994 hingga 1996 saya pernah bekerja sebagai wartawan sekaligus karikaturis di sebuah media di Kota Palu Sulawesi Tengah. Beberapa kali saya diajak teman guide untuk mengantar turis asing berwisata ke Poso Lake juga Bada Valley yang terkenal akan wisata trekking dan batu megalit dari zaman megalithikum yang adanya dalam kawasan Taman Nasional Lore Lindu National Park. 

Jika pulang dari sana, saya selalu ingin berangkat dari Poso jam 11 atau jam 12 malam agar saat mentari belum merekah, saya sudah dapat singgah di Desa Kebun Kopi. Yang terletak di atas pegunungan Salubomba yang memisahkan wilayah Selatan dan Timur Provinsi Sulawesi Tenga. 

Di Desa Kebun Kopi itulah ada deretan warung makan sederhana yg sudah buka sebelum subuh lantaran ada pasar kecil di sepanjang jalan desa ini. Jadi pada saat kabut masih tebal walau cahaya sudah merekah di Timur, akan terlihat pemandangan meja-meja berisi buah, wortel, kubis dan rempah-rempah dengan kesibukan para pembeli dan penjual. Juga masih ada sistem barteran disitu.

Pokoknya Yang tersimpan dibenak saya adalah suasana yang asri nan memikat mata, udara yang sejuk serta pergulatan kehidupan para pedagang desa di subuh hari yang sunyi.

Suatu pagi saya bertemu pria agak misterius ketika duduk di suduh warung makan, menikmati segelas kopi asli dan kue lemper.  Saya bertanya agak banyak hingga Ia cerita soal jembatan kayu Eboni yang letaknya tak jauh dari tempat itu. Katanya,  jembatan itu adalah sebuah gerbang masuk ke suatu negeri yang berperadaban tinggi namun tak terlihat. Saya mulai merasa lucu namun tetap serius mendengarkan agar tak dianggap meremehkan.

Lalu entah bagaimana, sewaktu saya berbalik dari meja kasir pria itu hilang entah kemana. Bertanya pada dua orang pria yang lebih muda dari bapak tadi, sambil senyum saya sempat mengutarakan perkataannya tentang jembatan dan gerbang itu, lalu saya tertawa kecil. Itu pasti legenda kan pak? Tanya saya waktu itu. Kedua orang itu saling melihat dengan mimik waswas. Itu benar pak, kata seorang diantaranya dan di iyakan yang lain.

Pada beberapa kali persinggahan berikutnya, saya selalu berharap bertemu pria misterius dan dengan kisah gerbang berbentuk jembatan itu. Pada beberapa orang yang kutanyai, semua tak mengenalinya.

Apakah ia tidak memiliki ini? Ibu itu balik bertanya. Saya tak paham maksud ibu yang lantas menunjuk lekuk di bawah hidung dan di atas mulut (belahan Filtrum).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun