Mohon tunggu...
Muhammad Farhan Hamami
Muhammad Farhan Hamami Mohon Tunggu... -

Sedang mencoba untuk belajar menulis, menemukan kembali gairah menulis yang pernah hilang..

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Majnun

31 Januari 2011   12:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:01 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1296462903129607868

[caption id="attachment_87893" align="alignleft" width="354" caption="http://majnun.us/"][/caption] "Jangan lupakan Ia agar Ia tidak melupakanmu." (Centhini: Tembang 58) Sungguh dalam suatu masa aku telah menjelma menjadi Serak Jawa - seekor Majnun dalam bentuk burung - yang menghabiskan malam dengan tak henti-hentinya meratap dalam serak di ranting tertinggi pohon Kepel menyanyikan syair-syair Cinta dan kerinduan pada rembulan - kekasihku - yang tujuh hari terakhir kian redup dan akhirnya menghilang, hari itu di penghujung bulan Safar; bulan yang setiap harinya dihujani tak kurang dari seribu bala. Kau tahu, tak kurang dari sembilan abad lalu telah dihidupkan lelaki bernama Qais - kemudian digelari Majnun - yang tanpa malu-malu memukul-mukul dinding Ka'bah, mengagung-agungkan Cinta yang dimilikinya dan memamerkan hasratnya pada Laila - kekasihnya - ke  hadapan Tuhan-nya, lalu memohon-mohon keberkahan Tuhan atas Laila dan mengutuki dirinya sendiri. Dan kemudian ia berjalan sendiri dalam tubuh kurus terbungkus debu, membiarkan isi kepalanya mendidih dalam panas gurun pasir yang menjadikan ke-majnun-annya kian menjadi. Dan Laila pun tak henti menangis. Tahukah kau bahwa sekuat apapun usaha mereka agar Qais - Si Majnun - melupakan Laila sungguh tidak akan pernah terjadi sekalipun dengan membawanya ke hadapan Tuhan di Baitullah. Beruntung kiranya Qais yang melalui sosok Majnun ia bisa sepuasnya meratap, merancau, mengungkapkan seluruh isi hatinya dan menuangkan cinta ke dalam kata-kata yang kemudian menjelma menjadi syair-syair yang teramat indah untuk tidak ditulis dan dikagumi, bagi orang-orang yang mengerti atau bagi orang-orang awam, secara diam-diam atau terang-terangan. Begitu pula dengan Laila yang tidak akan melupakan Qais dan hanya mampu membagi kesedihannya kepada cermin yang berada di dalam dirinya, menyembunyikan segenap rahasia Cinta dalam dirinya sendiri lalu menuangkan cinta dalam tinta yang ia torehkan di atas helaian daun bersama syair-syairnya, dan menerbangkannya bersama angin malam. Sungguh bagaimana mungkin sepasang kekasih akan saling melupakan satu sama lain jika melalui kekasihnyalah ia bisa melihat, merasakan, dan berada lebih dekat dengan Kekasih Sejati-nya dan melepaskan segala rasa dahaga dengan merengguk anggur Cinta Sang Kekasih Sejati? Dan sungguh api hasrat sepasang kekasih tidak akan meredup dan padam jika Kekasih Sejati selalu menyertainya dan menuangkan minyak zaitun nan wangi ke dalam api hasrat mereka. Begitulah setidaknya aku, Serak Jawa, tertimpa satu dari seribu bala yang turun setiap harinya di bulan ini; sang rembulan meninggalkan dan melupakanku. Ah, tidak! Akulah yang lebih dulu melupakannya. Bukankah aku harusnya ingat malam keempatbelas Safar saat rembulan yang selama tiga belas hari sebelumnya kupuja dan kutunggu-tunggu akhirnya bulat sempurna dalam purnama? Sayang, malam itu aku begitu terlena akan keindahan bulu-buluku yang tertimpa cahaya purnama. Aku terlalu sibuk dengan urusan diri sendiri, angkuh dan sombong, sehingga kulupakan Kekasih-kekasih. Demikianlah. Qais, si Majnun dengan Cinta dalam kata, Laila dan (bahkan) Gibran yang menghabiskan seumur hidupnya dengan menyembunyikan perih dan segenap rasa dan rahasia Cinta dalam tinta, kemudian aku dan siapapun yang tersesat dalam Cinta, adalah Cinta yang akan mempertemukan kita dengan Kekasih-kekasih. Kekasih dan kekasih sesungguhnya saling mendekatkan satu sama lain; jangan lupakan Ia agar Ia tidak melupakanmu. --- Farhan, 27 Safar 1423 - 31 Januari 2011 Catatan: -     Paragraf ketiga sebagian mengutip bagian ketigabelas buku Laila Majnun karya Nizami (OASE: 2005) -     Judul asli untuk tulisan ini sedianya adalah "Kekasih Majnun", tapi entah kenapa saya tidak bisa menulis Kekasih dengan huruf "K" besar di bagian Title. Selalu saja kata berawalan "K" (besar) di judul diganti dengan "k" (kecil) setelah tulisan saya simpan (save). Bahkan ketika saya iseng mengganti judul menjadi "Majnun Kekantor" tetap saja di-replace menjadi "Majnun kekantor" setelah disimpan. Hampir frustasi, terpaksa saya mengganti judul tulisan. Bug Kompasiana kah ini? Ada yang pernah mengalami hal serupa? (Lama tidak posting tulisan di Kompasiana, dan dikejutkan dengan "fitur" baru yang "aneh").

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun